Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menang Tak Balik Kiri

16 Agustus 2016   00:16 Diperbarui: 16 Agustus 2016   00:29 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukit Tunjuk dilihat dari Kota Lahat di siang hari | Foto dokumentasi OtnasusidE

Tahu dirinya menjadi pusat perhatian dan dimintai pendapat, Sampun Sepuh pun lalu bereaksi. “Satu jurus lagi. Siapa yang masuk terlebih dulu dialah pemenangnya,” ujar Sampun Sepuh berwibawa pada Alif dan Raden yang terlihat sudah gontai tetapi tetap berusaha tegar.

Banua sebagai pemegang tongkat kebesaran Swarnadwipa pun memukulkan tongkat ke pinggir arena sebagai bentuk persetujuan. Angin keras bertiup membelah arena yang melingkar dan membuat pohon bambang yang ada di tengah arena pun terbelah dua.

Ada dua kemungkinan bagi pendekar muda ini.  Pertama,  menahan laju lawan agar tak masuk.  Kedua,   langsung menyerang memasuki arena lawan sebagai tanda menguasai wilayah lawan dan langsung dinyatakan sebagai pemenang. Pohon bambang yang terbelah pun terlihat membelah lingkar arena menjadi empat bagian. Sebagian terbagi oleh tongkat Swarnadwipa dan sebagian lagi terbagi oleh pohon bambang yang terbelah.

Alif dan Raden pun berpikir keras. Keduanya lalu mengambil nafas dan mengatur di perut menarik energi langit . Keringat bercucuran. Lebam di tangan dan muka terlihat jelas. Sepertinya keduanya akan seimbang. Alif tiba-tiba melangkah berlahan dan kemudian secepat kilat berusaha masuk ke wilayah Raden. Raden pun dengan sigap menyambutnya dengan satu tendangan ke arah kayu bambang.

Belum lagi kaki Alif masuk ke wilayah Raden, kayu bambang sudah melayang terbang sepertinya akan menghajar perut Alif. Dengan sigap Alif melompat dan justru memanfaatkan kayu yang melesat sebagai tumpuan untuk masuk ke wilayah Raden.

Semua mata memandang takjub karena Alif diduga mampu mengecoh dan memancing Raden agar menendang kayu bambang. Alif pun sudah berada di wilayah Raden. Tetapi ternyata semua mata kembali terbelalak.

Raden pun masuk ke wilayah Alif melalui jalur bawah ketika Alif sibuk mengelak dan terbang di atas Raden. Sunyi. Hanya desiran angin yang terdengar pasca adu tangkas dan cepat keduanya. Ratusan yang menonton pertarungan keduanya, pun tercekat suaranya.

“Imbang,” kata Banua memecahkan keheningan. Para juripun mengamini tak ada yang protes. Demikian pula dengan guru masing-masing pendekar yang bertarung. Ratusan orang yang menonton pun bergumam.

Harus ada satu matahari dalam setiap pertarungan di musim kemarau ini. Tidak boleh ada matahari kembar. Baru kali ini dalam sejarah Swarnadwipa, pertarungan hingga jurus kesepuluh.

Akhirnya Sampun Sepuh pun meminta pada Banua untuk menentukan pemenangnya. “Terserah mau kau apakan kedua pendekar itu. Harus ada pemenangnya,” kata Sampun Sepuh.

Banua pun mengumumkan akan melakukan uji konsentrasi pada kedua pendekar yang akan menjadi ketua kelompok Padepokan Bukit Tunjuk di musim ini. “Olah fisik kanuragan sudah. Sekarang tinggal olah konsentrasi dan logika saja,” kata Banua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun