Cinta walah kata itu selalu bergema di anak-anak remaja. Bahkan anak-anak SD kelas 4 atau 5 pun sudah ada yang tertarik satu sama lain. Entah ketertarikan macam apa. Paling tidak mereka sudah saling  ledek ketika jam istirahat, kalau si A  ngeliatin kamu  tuh.  Atau,  ah si B rambut kepang kudanya bagus sekali.
Tertarik dengan lawan jenis itu,  ya normal. Yang  nggak normal  ya yang tertarik dengan sesama jenis. Ketertarikan ini dalam konteks suka saja belum masuk ke dalam urusan seksual dan cinta yang rumit bin ribet.
Seorang teman beberapa tahun lalu, yang maju membawakan materi dalam sebuah pendidikan seks alias kesehatan reproduksi di sebuah sekolah malah membuat tegang anak-anak. Kenapa karena bahasanya sangat ilmiah dan tak dimengerti oleh anak-anak yang masih mengenakan celana pendek atau rok berwarna biru. Mereka bingung tiba-tiba disuguhi materi yang mereka sendiri tak mengenalinya secara demikian.
Pesan tak sampai. Demikianlah kesimpulan si teman. Masih punya waktu sekitar 18 jam sebelum kelas lainnya diberi materi mengenai pendidikan seks. Dari diskusi kecil lalu semuanya harus diubah. Diubah berdasarkan bahasa gaul mereka. Diubah dalam konteks orang dewasa menjadi anak berseragam biru.
Dibuatlah permainan kentang.  Wak  wak  wak.  Akupun yakin aku nggak sanggup untuk mengenali kentang milikku. Apalagi kalau kentang yang dikembalikan diaduk dan tak ada tanda spesifik yang aku buat. Anak-anak itupun sebagian dengan PD-nya mengakui kalau kentang yang kembali mereka pegang adalah miliknya. Sebagian lain malah  nggak berani mengakuinya karena ciri-ciri spesifik yang mereka hafal bukan seperti yang pertama kali mereka mendapatkan kentang.
Pesan yang ingin disampaikan sebenarnya sederhana. Bahwa mereka adalah pribadi yang unik. Mereka berbeda satu sama lain. Keunikan itu anugerah yang sudah diberikan pada manusia yang terlahir di dunia ini.  Nggak mungkin  kan waktu mau lahir mau milih jadi anak konglomerat, atau waktu mau lahir mau milih jadi anak presiden, atau milih jadi anak profesor dibandingkan jadi anak pemulung.
Anak-anak pun jadi  ngeh. Suasana menjadi cair. Tertawa satu sama lain. Unsur kepercayaan satu sama lain terbangun demikian pula kepercayaan anak-anak pada pemateri. Tidak ada yang lebih pintar ataupun lebih bodoh. Kami waktu itu belajar satu sama lain. Anak-anak dengan bahasa mereka bertanya dan dijawab pun dengan bahasa mereka.
Pemateri memang harus berwawasan luas. Tak bisa aku bilang aku ahli. Anak akan menjadi manut-manut nggak ngerti. Pesan jelas tak sampai. Justru, pemateri harus belajar pada anak-anak dan mengarahkan mereka. Pemateri tak bisa menjadi hakim yang memutuskan salah dan benar.
Kebetulan pemateri yang pernah diberi kesempatan sewaktu kuliah magang di Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) Unsri dan pernah pula magang di PPK UGM mengetahui sedikit banyak mengenai kehamilan di luar nikah, kontrasepsi dan juga permasalahan remaja. PPK Unsri sendiri pada waktu itu banyak bekerjasama dengan BKKBN baik dalam penelitian maupun dalam penyuluhan mengenai KB yang berkaitan dengan seks remaja dan kehamilan beresiko tinggi.
Istilah kecelakaan, mimpi basah,  first  kiss,  french  kiss,  cinta pada pandangan pertama, nembak, deklarasi, kencan alias janjian pertama,  back  street,  cerita porno, video porno, makan bareng merupakan pertanyaan-pertanyaan yang masih teringat ditanyakan oleh anak-anak seragam biru. Pertanyaan membanjir karena sudah terjalin saling percaya antara pemateri dan anak-anak. Apalagi ada cenderamata lucu-lucu yang diberikan pada anak-anak yang dinilai oleh anak-anak sendiri apakah layak diberi cenderamata atau tidak.
Pesan yang ingin disampaikan adalah  one  way  ticket. Cinta remaja bisa berbahaya dan bisa menggagalkan cita-cita mereka.
Informasi mengenai sperma yang jumlahnya jutaan memburu satu sel telur dan dalam waktu kurang dari 72 jam bila terjadi pertemuan maka terjadilah malapetaka. Bukan cinta. Bukan cita. Bukan bahagia. Itulah kecelakaan. Namanya celaka  ya musibah yang akan membuat dua remaja yang bercinta mesti menanggung beban yang belum waktunya ditanggung.
Alat kontrasepsi yang dijual bebas seperti kondom pun tak bisa menjamin keamanan remaja bercinta. Silahkan baca keterangannya. Silahkan baca cara penggunaannya. Tidak ada jaminan.
Remaja-remaja yang sehat, remaja-remaja yang memahami kesehatan reproduksi akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang menempatkan cinta dan seksualitas tidak hanya sebagai kreasi tetapi juga rekreasi yang sehat dan membahagiakan.  Tag  Line BKKBN  GenRe, generasi berencana semestinya lebih membumi di kalangan remaja awal sehingga permasalahan kesehatan reproduksi tidak menjadi beban negara.
Kehamilan remaja, penyebaran HIV AIDS, kematian mamah muda, perceraian, bayi-bayi yang dilahirkan oleh orangtua yang tak siap dapat menjadi beban keluarga besar dari kedua belah pihak, remaja yang putus sekolah, remaja yang gagal meraih cita-cita merupakan rentetan dari generasi yang tak berencana dalam kesehatan reproduksi. Sekarang saatnya menjadi remaja yang berencana. GenRe.
Don’t  judge  teenager. Beri gambaran. Beri mereka pengetahuan. Beri mereka kesempatan mengenal kesehatan reproduksi. Sudah itu persilahkan mereka memilih jalannya. Buat mereka bertanggungjawab atas pilihannya.  Only  one  ticket.  No  way  back.
No  Love,  No  Sex,  No  Gaul. Nggak juga, kalau sudah mengenal kesehatan reproduksi.
Salam GenRe
Salam Kompasiana
Salam KOMPAL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H