Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hantu Pohon Pisang

30 Juni 2016   10:05 Diperbarui: 30 Juni 2016   10:24 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamis malam Jumat, usai Sholat Maghrib di rumah masing-masing, Aku, Ade dan Bri pun berjalan lenggang kangkung melewati lorong. Entah membaca buku cerita hantu di mana, Ade mengungkapkan kalau malam Jumat apalagi Jumat kliwon hantu-hantu serem keluar bergentayangan menakuti manusia. “Bakar kemenyan be hari Jumat Kliwon. Itu yang aku baca dibuku mistik,” kata Ade.

Aku tak tahu apa maksud Ade menceritakan cerita hantu Jumat Kliwon, padahal sebenarnya Ade dan Aku serta Bri sebenarnya sama takutnya.

Usai mengaji, aku yang mendapat giliran lebih dulu dan selesai lebih dulu lalu menunggu Ade dan Bri selesai. Aku iseng melihat kalender di sudut ruangan Tante Ridwan. Malam ini ternyata hari Jumat dan dalam penanggalan Jawa masuk Kliwon. Jantungku berdetak kencang. Bulu roma ku langsung naik.

Aku keluar rumah duluan menunggu di halaman. Keringat dingin pun keluar. Ade dan Bri yang selesai langsung kuhampiri. “De, Bri, ini Jumat Kliwon. Aku tadi lihat kalender  punyo  Tante,” kataku. Ade yang tadi sore terlihat gagah, samar kulihat wajahnya memucat. Dengan suara bergetar dia berkata, “kito  pelan-pelan  be. Jalannya sambil  baco  Ayat Qursy. Kan  takut hantu dan setannya dengan Ayat Qursy”.

Kami pun memberanikan diri dan baru sekitar 75 meter dekat dengan kami terjerembab waktu itu, tiba-tiba berkelebatlah bayangan putih. Tidak hanya sekali tetapi beberapa kali melayang dan naik turun. Kami pun serempak berteriak, “hantuuuuu”. Bri langsung terjatuh, demikian pula Ade yang langsung lemas teduduk. Aku yang tetap konsentrasi akhirnya memilih balik kanan ke rumah Tante Ridwan.

“Ada hantu,” teriakku. Tante Ridwan pun langsung keluar dan dengan masih menggunakan sarung dia berlari dan melihat Ade dan Bri menangis ketakutan. Tante bak film silat dengan ringannya melompati pagar setinggi satu setengah meter itu dan menerobos ke pohon-pohon pisang.

Hanya dalam hitungan detik, terdengar suara mengaduh dan minta ampun. Tidak hanya satu tetapi dua orang sepertinya ikut mengaduh dan minta ampun.

Orang kampung pun ramai keluar dan mengarah ke sumber Ade dan Bri yang menangis dan aku yang ikut-ikutan menangis.

“Ini nih hantunya. Jamil sama Dues,” kata Tante. Pak Kepala Kampung yang juga datang lalu menenangkan massa yang ingin ikut memukuli Jamil dan Dues karena menakut-nakuti anak kecil. Jamil dan Dues adalah penjaga kebun, mereka pun berjanji tak akan menakuti lagi anak-anak yang mengaji.

Pulang ke rumah, Aku, Ade dan Bri diantar warga kampung dan dijelaskan duduk persoalannya kepada orangtua kami masing-masing. Waktu ke kamar mandi, aku merasa ada yang aneh. Celanaku basah. Aduh aku ngompol ternyata saking takutnya.

Sejak saat itu tersiar kabar di kampung kalau Tante Ridwan selain pandai mengaji juga jago silat. Terbukti pagar setinggi satu setengah meter dilompatinya dengan ringan. Jamil dan Dues yang menakuti anak-anak yang mengaji pun diselesaikan satu jurus. Hantu putih yang ternyata mukena terbang di pohon pisang sudah tak ada lagi. Mukena itu terbang dibantu dengan tali pancing yang diikatkan di antara pohon dan daun pisang lalu ditarik-tarik oleh Jamil dan Dues sehingga seakan-akan ada hantu terbang di malam gulita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun