Disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota disahkan menjadi undang-undang oleh DPR RI awal Juni lalu membuat beberapa pihak ada yang mendukung tetapi ada juga pihak yang tak mendukung. Tak perlu dibahas pihak mana yang mendukung dan pihak mana yang tak mendukung.
Paling hangat, dan yang ada di depan mata adalah Pilkada DKI dengan Ahok sebagai calon tunggal dan baru ia seorang yang mencalonkan diri melalui jalur independen. Lainnya masih digadang-gadang oleh partai politik dan belum pasti.
Ahok dan Teman Ahok sudah melempar tantangan dan menjawab tantangan. Satu menantang satu juta KTP dan satu lagi menantang untuk ikut jalur independen. Semuanya berjalan hampir mulus, seperti jalan tol ataupun jalur kereta api.
Namanya, perjuangan tentu tidak akan mulus semulus tol dan jalur kereta api. Undang-undang yang baru disahkan mensyaratkan KTP yang dikumpulkan harus diverifikasi oleh  PPS. Sistem yang dipakai sistem sensus. Artinya, KTP dukungan yang selama ini dikumpulkan oleh Teman Ahok harus diverifikasi secara faktual dengan menemui langsung si empunya KTP. Apabila petugas tidak dapat menemui si empunya KTP maka KTP dukungannya akan dinyatakan hangus dalam waktu tiga hari jika Teman Ahok tidak bisa mendatangkan si empunya KTP ke PPS.
Alasan yang beredar, adanya sistem sensus ini adalah untuk menghindari dukungan abal-abal alias orang yang memberikan salinan KTP tidak mendukung si calon atau dukungan ganda. Khusus untuk dukungan ganda sebenarnya sangat mudah mengantisipasinya. Diyakini kalau untuk Teman Ahok pasti punya data digital. Jadi kalau sampai ada dukungan ganda ya agak gimana gitu.
Persoalan selanjutnya adalah, berapa jumlah petugas PPS yang akan dikerahkan untuk memverifikasi KTP secara sensus ini. Kalau Teman Ahok memberikan satu juta KTP, artinya petugas PPS harus memverifikiasi satu juta KTP.
Lalu siapakah yang mengawasi kerja PPS? Apakah betul mereka akan memverifikasi KTP ke alamat yang bersangkutan? Ini juga menjadi satu persoalan.
Diyakini, dalam minggu-minggu ke depan akan seru. Apakah akan ada judicial review ataukah tidak?
Saat ini kita ambil positifnya dulu. Dulu Teman Ahok pun susah payah mengumpulkan dukungan. Sekarang pun diyakini jalan akan makin terjal. Penulis yakin, Teman Ahok sudah punya strategi untuk mengantisipasi ini. Manfaatkanlah teknologi. Lah, tempat-tempat pengumpulan KTP teman AHOK saja terus berjalan hingga mencapai satu juta KTP.
Ada keyakinan, pemberi KTP yang akan diverifikasi faktual secara sensus oleh PPS pun akan dengan sukarela mendatangi PPS ketika mereka sebelumnya tak bisa ditemui oleh petugas PPS. Ingat ya, petugas PPS yang mendatangi terlebih dulu. Asal diberitahu lokasi dan tempat PPS-nya diyakini mereka yang sudah dengan sukarela memberikan dukungan pada Ahok melalui Teman Ahok akan sama antusiasnya untuk ikut verifikasi faktual ini.
Kalo uji wong kito galo, tanggung. Men nak jadike, jadikelah.
Justru dengan verifikasi faktual secara sensus ini akan membuat dan mengeraskan dukungan nyata pemberi KTP pada Ahok. Ahok sebenarnya diuntungkan. Ini dukungan nyata pada Pilkada 2017. Apalagi kalau sampai dari satu juta KTP tersebut ternyata yang berhasil diverifikasi adalah 60 persen sampai 70 persen apalagi kalau lebih.
Ini jelas akan membuat lawan ketar ketir. Jadi, anak muda tetaplah semangat. Jangan menyerah sampai pintu memang benar-benar tertutup. Jangan menyerah sampai kalian bisa menghantarkan Ahok ikut Pilkada DKI 2017. Bekerjalah bersama rakyat. Ayo semangat. Singapura saja didatangi. Apalagi fenomea Ahok dan Teman Ahok sudah masuk di koran The New York Times, US. Ini jadi modal sosial. Bergerak. Bekerja. Bekerja. Bekerja.
Jadi Ahok mesti berterimakasih dengan DPR karena dengan verifikasi faktual, sensus ini, dukungan nyatanya akan terlihat betul atau hanya isapan jempol belaka. Apesnya ya kalau PPS tidak bekerja maksimal. Tapi ingat loh siapa yang membuat undang-undang.
Salam Kompasiana
Salam Politik Sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H