Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Ikut Kenthir] Nasi Rendang Tegangan Tinggi

25 Mei 2016   13:41 Diperbarui: 25 Mei 2016   13:54 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepasang kekasih yang sedang memadu kasih senang sekali makan nasi rendang. Nasi rendang yang dijual di Restoran Padang. Ada dua tempat restoran padang yang menjadi favorit keduanya. Pertama, di kawasan Jalan Sudirman dan yang kedua di kawasan jalan Kapten A Rivai. Kedua restoran tersebut memiliki ciri khas, satu nasi rendangnya hitam dan selalu diberi kentang tipis goreng dan satunya lagi nasi rendang merah dan selalu diberi kerupuk merah. Kedua restoran ada di Palembang dan kedua kekasih juga orang Palembang.

Kedua restoran, tetap mempertahankan pada bungkusan pertama selalu dengan daun pisang. Sehingga kalau nasi panas dipadu dengan rendang plus kuah dan kemudian ditutup untuk dibawa pulang. Kemudian, dibuka dan dimakan, heeemmmmm ada rasa bau yang sangat kuat. Daun pisang itu menambah sesuatu yang menambah aroma rasa. Langsung ngiler dah. Bagi yang senang pedas, sambal balado langsung menyeruak menusuk hidung. Nyessss.

Bagi yang pernah makan nasi rendang yang dibungkus, pasti tahu aroma yang menyengat dan khas ini. Bagi yang belum pernah silahkan coba. Masuk ke cerita lagi ya.

Sepasang kekasih ini sudah lama tak makan nasi rendang. Dalam perjalanan ke bandara, mereka berdua ingin sekali makan nasi rendang. Tapi keinginan tersebut tak terwujud. Pasalnya, mereka ke bandara sudah mepet.

Sang perempuan pun menelpon sang kekasih: “Cinta biso dak beli nasi rendang. Aku kangen nasi rendang”.

Sang lelaki pun menjawab: “Aduh Yang, dak sempet lagi ini. Waktunyo la mepet. Doa be gek ado rendang di pesawat”.

Sang perempuan: “Cin, dak mungkin lah ado rendang di pesawat. Bau nasi bungkus rendang tu ke mano-mano. Jadi kalo masuk pesawat, kalo la sudah dihadang petugas dak boleh dibawa. Duren be dak boleh dibawa”.

Sang lelaki: “Namonyo doa dan berharap Yang, siapo tahu keinginan kito terwujud. Kan biso jadi cerito ke anak cucung makan nasi rendang pucuk pesawat”.

Keduanya naik LCC. Eh. Singkat cerita. Pesawat mereka terlambat dua jam lebih. Hari sudah menunjukkan pukul 22.30. Perut lapar. Makanan dan minuman yang biasa dipersiapkan karena naik LCC pun ludes. Berharap kue atau makanan dari perusahaan LCC ternyata tak ada. Akhirnya tepat pukul 22.30 penumpang pun dipersilahkan naik.

Sang perempuan: “Cin, kok bau nasi rendang nih”.

Sang lelaki: “Ai Yang. Mungkin idung kau be yang demen nasi rendang jadinyo segalo bau jadi bau rendang galo”.

Setelah duduk di kursi pesawat dan pesawat take off, ternyata bau nasi bungkus rendang malah makin menyengat.

“Alhamdulillah”, kata si perempuan.

Pramugari ternyata memang benar-benar membagikan nasi rendang ke seluruh penumpang pesawat.

"Ai Yang, doa kau terkabul”, kata si lelaki.

Perut lapar ya disikat saja. Makan nasi rendang pakai sendok plastik ya tak joss lah. Langsung saja pakai tangan, walau belum dicuci. Bau pun menyebar di seantero kabin pesawat. Bagi yang tak suka ya tersiksa dengan bau tersebut. Bagi yang senang ya suka-suka dan gembira saja seperti kami. Tapi ternyata apa daya. Bau sambal balado di kabin yang ber- AC sungguh bisa membuat bersin-bersin. Beberapa penumpang terlihat sudah mulai bersin-bersin.

Tangan yang sudah berlepotan dengan rendang dan sambal pun hanya dilap dengan menggunakan tisu kering. Akibatnya ya baunya masih terus menyebar di kabin.

Cerita dipercepat, mereka lalu kawin. Dipercepat lagi, puluhan tahun kemudian, karena keduanya masih hobi makan rendang, akibatnya ya keduanya terkena penyakit yang salah satunya kolesterol. Salah seorang anak mereka ada yang menjadi dokter.

Mereka pun konsul ke sang anak. Sang anak pun memberikan nasehat cukup banyak, salah satunya untuk mengurangi makan rendang. Kedua orangtuanya pun terdiam dan saling senggol, memberi kode untuk ngomong pada anaknya yang dokter.

Akhirnya sang ibu yang mengalah dan ngomong.

“Ia mbak. Ini ayah dan ibu itu susah ninggalin makan rendang. Karena nasi rendang itu banyak kenangannya loh. Kami pernah makan nasi rendang di pesawat. Kalau makan nasi rendang kan yang naik cuma kolesterolnya saja. Tapi sesudahnya itu yang membuat tegangan tinggi. Ayah itu cuma bisa naik kalau makan rendang,” kata sang ibu. 

Sang ayah pun manggung-manggut. 

Sang anak yang dokter cuma bisa kasih resep obat saja dan dak bisa ngomong lagi.

Salam dari Punggung Bukit Barisan Sumatera, Lahat Sumatera Selatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun