Menonton bola di liga-liga Eropa di stasiun TV memang enak. Mata dimanja oleh teknologi yang bisa melihat tayangan super lambat, bisa melihat jarak tembak dari titik bola mati ke gawang, bisa melihat persentase posisi bola. Pokoknya dimanja serba bisa. Jadinya ya enak menontonnya. Apalagi rumputnya seperti karpet.
Stadion megah, penontonnya juga tertib. Kalaupun menyanyi dan memberikan dukungan seperti layaknya ada pemimpin yang ngaturnya. Jadi layaknya koor. Kok banyak nya nya nyanya. He he he.
Ini tulisan bukan mau membandingkan stadion di Indonesia dengan di Eropa. Jelas jauuuuhhhh. Apalagi kalau toiletnya dan ruang gantinya. Hi hi hi. Dana pemeliharaan mereka juga, bakal bikin decak kagum. Bagai bumi dan langit bila dibandingkan dengan Stadion Gelora Serame, Kabupaten Lahat. Mimpi kalau bisa seperti stadion-stadion di Eropa. Mimpinya ditebalkan, dimiringkan, dan digarisbawahi.
Stadion Gelora Serame yang dirintis secara serame (rame-rame, gotong royong) oleh Bupati Lahat Kafrawi Rahim (1988-1993) dilanjutkan oleh Bupati Saifudin Aswari Riva’I (2008-2018). Rumput stadion yang tak terawat dan tidak rata diperbaiki. Rumput pun dicari dari berbagai tempat di Lahat. Pupuk alami, tahi ayam pun ditebar sebanyak dua truk. Sekitar setahun baru terlihat hasilnya. Rumput tumbuh subur.
Alam menjadi teman apalagi hujan. Lapangan yang tidak rata menjadi terlihat setelah hujan karena genangan air terlihat. Daerah genangan air, langsung dicangkuli, diberi pasir dan tanah, di atasnya diberi rumput lagi. Begitulah proses sederhananya. Kalau kemarau, mobil pemadam kebakaran dimintai bantuannya untuk menyemprot rumput stadion agar tidak kekeringan lalu mati.
Saifudin Aswari yang akrab dipanggil Kak Wari ini pun membuat kebijakan agar Stadion Gelora Serame hanya dipakai untuk kegiatan besar. “Boleh main di sini untuk yang besar-besar saja. Harus izin dulu. Karena rumputnya itu susah memeliharanya. Lapangan lainnya kita akan perbaiki pelan-pelan,” kata Wari.
Demikian pembukaan. Lalu mimpi apalagi yang muncul, Kepala Dispora Lahat, Sahabadi yang hobi nonton bola, menjelang HUT Lahat ke-147 perayaan ke-18 mengobrol dengan Sulardi. Sulardi adalah penjaga stadion yang sekaligus pula koordinator 3 temannya dalam memelihara rumput stadion.
“Bisa dak, kita buat lapangan rumput yang cak di stadion Eropa itu,” kata Sahabadi pada Sulardi. Sulardi yang juga hobi bola dan nonton bola ini pun tersenyum, lalu berkata, “Dak cukup, Pak, luas tanah dan juga mungkin duitnyo dak katek,” kata Sulardi polos.
Sahabadi yang tahu Sulardi salah menanggapi topik langsung tertawa ngakak. “Kito cuma nak buat semacam tulisan bae di rumput. Seperti di Eropa kan, rumputnya cak karpet. Bahkan cak kue lapis. Rapi,” kata Sahabadi.
Ah, oh gitu. Mimpi itu pun coba diwujudkan. Rumputnya yang memang tak sama jenisnya jadinya terlihat ada yang tebal dan ada yang tipis. Warnanya juga ada yang terang hijau, ada juga yang muda hijau. Dicoba pake tali dan kemudian dipotong pake gunting rumput agak kurang pas. Dengan pemotong rumput sederhana dan bantuan sedikit cat akhirnya terwujudlah mimpi tersebut. Hasilnya lets check it dot.