Mohon tunggu...
Ananto W
Ananto W Mohon Tunggu... Administrasi - saya orang tua biasa yang pingin tahu, pingin bahagia (hihiHI)

pernah bekerja di sektor keuangan, ingin tahu banyak hal

Selanjutnya

Tutup

Money

Bank vs Tekfin, Skenario 5 Kategori Bank

5 Mei 2018   07:00 Diperbarui: 5 Mei 2018   07:47 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: slideshare.net

Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan Bank vs Tekfin. 

Revolusi industri 4.0 dikatakan didorong oleh perkembangan dari teknologi informasi komunikasi (TIK). Penggunaan ponsel pintar sekarang ini sudah melampaui penggunaan komputer pribadi. Kebiasaan seseorang untuk memakai ponsel pintar sudah "on the go," diakses setiap saat, hanya diam saat pemiliknya tidur. Generasi yang dikenal sebagai generasi milenial (kelahiran 1981 an sampai 1996 menurut Pew Research Center, tetapi ada yang mendefinisikan generasi 1982 -- 2004 /Strauss dan Howe) dikatakan senantiasa terhubung dengan jaringan. Pengalaman generasi itu dalam bertransaksi ternyata mempengaruhi bank.

Kemampuan tehnologi informasi dalam mengolah dan menganalisis data besar yang dihimpun dari sosial media bisa membentuk profil seseorang. Beberapa contoh menunjukkan bahwa informasi seseorang yang diunggah ke sosial media bisa diintip oleh kecanggihan TIK. Sejedar contoh, seorang pemilik akun di sosial media yang mengaku sebagai pengangguran tidak lama kemudian menerima pesan masuk untuk ikut berjudi secara on-line. Aduh! Seorang pemilik akun yang mengaku penghasilannya besar, akan diberi penawaran apartemen dan barang-barang mewah. Wah! Seorang yang diintip usianya di atas 60 tahun, akan ditawari vitamin. LoL!

Hal itu adalah kenyataan dari kemampuan mesin pengolah data yang bisa membuat profil seseorang. Di AS sudah lama lazim seseorang mempuyai hutang dengan maksud agar namanya tercatat dalam data base. Ia mengisi serangkaian data sehingga komputer akan membuat profil finansialnya. Dengan profil itu pagu pinjaman yang layak baginya akan bisa didesain. Cara itu membuat perusahaan keuangan bisa memberikan pinjaman dengan risiko yang sudah  bisa dikalkulasikan. Perusahaan itu boleh dikatakan melakukan manajemen risiko.

Profil debitur sayangnya tidak mudah dibuat di Indonesia karena identitas tunggal penduduk masih belum berhasil dibentuk. Banyak WNI yang sebenarnya layak mendapatkan kredit, terutama kredit mikro menengah, tetapi perusahaan finansial tidak memiliki profilnya. Maka tanpa profil debitur, sukubunga pinjaman ditetapkan tinggi dan bank meminta jaminan. Di bank ada istilah loan to value 70% atau ada 30% cadangan dari jaminan sebagai bumper apabila pinjaman macet.

Bisa dibayangkan dengan TIK segmen nasabah yang belum mengenal bank (unbank) bisa dilayani. TIK. Pengiriman uang, pembayaran tagihan sekarang ini sudah bukan produk monopoli suatu bank. TIK bisa menembus intermediasi bank lebih dalam dalam pemberian pinjaman. Apabila hal itu berjalan dengan massif, maka fungsi intermediasi bank bisa diambil alih oleh perusahaan Tekfin.

Perebutan nasabah adalah perang di industri keuangan. Teknologi Informasi ternyata juga siap untuk memenangkan perebutan nasabah itu. Seseorang yang memegang ponsel dan nomer ponselnya diberikan ke perusahaan Tekfin yang sudah mempunyai pakem pengolahan data, maka profil orang itu bisa dikenali. Pelacakan aktivitas seseorang melalui ponsel dikatakan bisa mengetahui perilaku orang tersebut. Dalam ilmu perbankan unsur-unsur  dari 5C (pedoman penilaian untuk pinjaman) dapat dikenali melalui ponsel pintar seseorang.

Di dunia maya ada data yang demikian besar. Sekarang ini penggunaan big data dan alogaritma untuk membentuk profil sosial seseorang paling maju dilakukan oleh RRT. Negara raksasa itu mendorong penggunaan pembayaran on line bagi warganya yang sangat besar. Negara itu yang masih berfaham komunis juga masih mengawasi warganya dengan ketat. Tidak heran bila negara itu menerapkan social credit system. Perkembangan luar biasa dari negara itu menyebabkan raksasa teknologi Baidu, Ali Baba dan Tencent (BAT) adalah kerajaan internet di RRT. Di negara Barat dikenal istilah GAFAM (Google, Amazon, Facebook, Apple dan Microsoft). Baik BAT maupun GAFAM itu menjalankan sebagian fungsi bank.

Bagaimana bentuk bank setelah revolusi industri 4.0 yang pastinya menciptakan disrupsi di sektor keuangan. Pada awal Februari lalu BIS (Bank for International Setllements) lebih populer disebut Komite Basel, menerbitkan publikasi "Implications for Fintech Developments for Banks and Bank Supervisors" (https://www.bis.org/bcbs/publ/d431.pdf).

Basel mendefinisikan tekfin sebagai "Inovasi keuangan melalui teknologi yang dapat menghasilkan model bisnis baru, aplikasi, proses, atau produk dengan akibat yang material pada pasar keuangan,institusi dan penyediaan jasa keuangan."

Menurut skenario Komite Basel itu, ada dua bidang yang menjembatani antara penyedia jasa finansial dengan nasabah yaitu penyediaan jasa (produk jasa dan manajemen risiko) serta antarmuka nasabah (customer interface). Fokus dari "persaingan" antara bank dan tekfin ada dalam perebutan nasabah. Berdasarkan skenario yang dibuat, bentuk Bank akan menjadi 5 kategori yaitu :

slideshare.net
slideshare.net
1. Better bank : modernisasi dan digitalisasi pemain inkumben

Dalam skenario ini, bank-bank inkumben mendigitalkan dan memodernisasi diri untuk mempertahankan hubungan dengan nasabah dan jasa inti perbankan, memanfaatkan teknologi yang memungkinkan mereka untuk mengubah model bisnis mereka saat ini.

2. New Bank : penggantian pemain lama oleh bank penantang

Ke depan, menurut skenario bank yang baru, para pemain lama tidak bisa bertahan dalam gelombang disrupsi yang diaktifkan oleh teknologi dan digantikan oleh bank berbasis teknologi baru, seperti neo-bank, atau bank dilembagakan oleh perusahaan bigtech, dengan platform perbankan layanan penuh "built-for-digital". Bank-bank baru menerapkan teknologi canggih untuk menyediakan layanan perbankan dengan cara yang lebih hemat biaya dan inovatif. Pemain baru dapat memperoleh lisensi perbankan di bawah rezim peraturan yang ada dan memiliki hubungan nasabah, atau mereka bisa memiliki mitra perbankan tradisional. Atom Bank, Monzo Bank, Bunq, We Bank, Simple N26 dan Varo Money adalah contoh nama-nama dari neo bank.

3. Distributed bank : fragmentasi layanan keuangan di antara perusahaan tekfin khusus dan bank inkumben

Dalam skenario bank terdistribusi, layanan keuangan menjadi semakin modular, tapi bank inkumben bisa meraup cukup ceruk untuk bertahan hidup. Jasa keuangan bisa disediakan oleh para bank inkumben atau penyedia layanan keuangan lainnya, apakah tekfin atau bigtech, yang bisa "plug and play" pada antar muka nasabah digital, yang mungkin dimiliki oleh salah satu pemain di pasar. Sejumlah besar bisnis baru muncul untuk menyediakan layanan khusus tanpa berusaha menjadi bank ritel atau bank universal -- mereka berfokus pada penyediaan layanan khusus (niche). Bisnis ini mungkin memilih untuk tidak bersaing menguasai seluruh hubungan nasabah. Bank dan pemain lainnya bersaing untuk memiliki hubungan nasabah serta menyediakan layanan perbankan inti.

4. Relegated bank : bank inkumben menjadi penyedia layanan umum (commoditised service provider) dan hubungan dengan nasabah dimiliki oleh perantara baru

Dalam skenario ini bank terdegradasi, bank inkumben menjadi penyedia layanan umum dan menyerahkan hubungan nasabah langsung kepada penyedia jasa keuangan lainnya, seperti perusahaan tekfin dan bigtech. Perusahaan tekfin dan bigtech menggunakan platform front-end nasabah untuk menawarkan berbagai layanan keuangan dari beragam penyedia layanan. Mereka menggunakan bank-bank inkumben untuk mendapatkan lisensi perbankan mereka dalam menyediakan layanan perbankan umum seperti pinjaman, penghimpunan dana dan aktivitas perbankan lainnya. Bank yang terdegradasi mungkin atau mungkin tidak mempunyai risiko di neracanya atas kegiatan ini, tergantung kontraknya dengan perusahaan tekfin.

5. Disintermediated bank : Bank menjadi tidak relevan saat nasabah berinteraksi secara langsung dengan penyedia jasa keuangan individu

  • Bank inkumben tidak lagi menjadi pemain penting dalam skenario bank tidak menjadi perantara, karena kebutuhan untuk perantara dalam neraca keuangan atau untuk hubungan pihak ketiga yang terpercaya hilang. Bank tergusur dari transaksi keuangan nasabah dengan platform dan teknologi yang lebih gesit, yang menjamin pencocokan langsung nasabah akhir sesuai dengan kebutuhan finansial mereka (meminjam, melakukan pembayaran, menambah modal dll).
  • Dalam skenario ini, nasabah mungkin memiliki keputusan langsung dalam memilih layanan dan penyedia jasa, daripada mencari layanan semacam itu melalui perantaraan bank. Namun, nasabah juga bertanggung jawab langsung dalam transaksinya, sehingga meningkatkan risiko yang dihadapi. Dalam ranah pinjaman peer-to-peer (P2P), misalnya, nasabah individual dapat dianggap sebagai pemberi pinjaman (yang berpotensi mengambil risiko kredit) dan peminjam (yang mungkin menghadapi peningkatan risiko kesalahan keputusan/conduct risk dari pemberi pinjaman yang tidak ada regulasinya dan mungkin tidak mendapat nasihat keuangan atau dukungan finansial jika terjadi kesulitan keuangan).
  • Skenario suram yang terakhir ini dipandang oleh Komite Basel masih jauh akan terjadi.

Sekarang ini OJK dan BI saling bekerja sama untuk menyikapi tekfin yang bisa menyebabkan disrupsi bagi industri keuangan. OJK sudah lama memelopori Laku Pandai (layanan keuangan tanpa kantor) dan mendorong berkembangnya inklusi keuangan BI juga membentuk sandbox yaitu memberi fasilitas kepada tekfin terdaftar untuk melakukan uji coba bersama dengan regulator untuk mempelajari produk dan jasa keuangan dan merancang regulasi yang tepat. Penggunaan TIK di masa depan bisa memberikan banyak manfaat dalam bentuk kecepatan transaksi dan efisiensi biaya. Namun ancaman cyber, pencucian uang, perlindungan nasabah, penyalahgunaan data pribadi dan disrupsi terhadap  bank inkumben juga ada di depan mata.

Disrupsi akan terjadi semoga manfaatnya bisa dirasakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun