Mohon tunggu...
Dwi Kurnia Wibowo
Dwi Kurnia Wibowo Mohon Tunggu... Freelancer - Laki-laki

Lahir di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serikat Para Pengecut

2 September 2020   13:18 Diperbarui: 2 September 2020   17:04 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Oke-oke Bos saya segera meluncur ke sana,” kata Beno sambil berjalan ke luar rumah. Pagi itu langsung pergi entah ke mana sehabis menerima telepon dari orang yang sering dipanggilnya bos. Beno berangkat dengan tergesa-gesa, tidak sempat pamit sama orang di rumahnya. Grek!  Gerbang rumahnya yang macet ditutup Beno dengan sedikit agak memaksa.

Tinggal di kampung harusnya kegiatan sosial sangat diutamakankan, berbeda dengan Beno yang hanya mengurusi urusannya sendiri. Beno tidak akrab dengan tetangga-tetangganya, anggapnya semua bisa diatasi sendiri. Urusan perut sudah tidak menjadi beban, tinggal bertingkah semaunya saja.

Rumahnya saja disulap jadi ladang usaha dengan segala cara. Rumah warisan dari almarhum Babehnya sekarang sudah direnovasi seperti istana tempat karantina TKW. Beno yang berbadan agak gempal itu sering memanfaatkan apa saja yang bisa mendatangkan uang. Tante-tante nan kaya yang sering ditinggal suaminya kerja adalah sasaran empuk Beno. Banyak yang dibawa ke rumah untuk menjalin kerja sama untuk membantu renovasi rumahnya.

Tetangga rumahnya sudah banyak yang mengetahui sepak terjang usaha Beno. Sudah meluas pula beritanya hingga ke luar kampung. Akan tetapi semua yang mengetahui kebanyakan diam saja. Beno itu sering ngancam orang pakai golok kalau ada yang ikut campur urusannya. Jadi banyak yang tidak berani sama goloknya Beno.

“Wah ngapain saya nglawan bocah edan” celetuk Mbah Seto. Mbah Seto rumahnya tepat di samping rumah Beno. Usia boleh uzur tapi mental Mbah Seto tidak pernah kendur. Ya mungkin kalau kalah masih ada anaknya yang di kesatuan baju doreng. Beno waktu renovasi rumahnya menggunakan halaman rumah Mbah Seto tanpa izin. Buat menaruh bahan matrial sampai ngecor juga diolah di halaman Mbah Seto. Mbah Seto yang jengkel langsung bilang ke tukang bangunannya, “ini harus dibersihkan. Semua!” Tukang bangunan jadi kerja dua kali, mengerok tumpahan adukan semen yang berceceran di halaman rumah Mbah Seto.

Beno yang dengar cerita itu dari Mboknya langsung marah seketika. “Mana orangnya, biar saya pecahin batok kepalanya” suara Beno sangat melengking. “Ya kalau mau pecahin kepala saya sini turun” sahut Mbah Seto yang sedang berdiri di halaman rumahnya. Akan tetapi itu cuma gertakan sambel, Beno tidak punya nyali setinggi suaranya.

“Ben, barang dari mana ini ?” tanya Roy kakaknya Beno. “Biasa dari si Bos, lumayan lah bisa buat makan kalau laku” terang Beno. Mobil plat Tegal hasil sitaan dari orang yang tidak kuat angsuran itu dibawa pulang oleh Beno. Beno menjual dengan harga yang murah karena surat kendaraan saja cuma STNK. Dijual dengan harga yang sangat murah dan tidak masuk akal untuk mobil keluaran tahun 2016 itu.

Jaringan usaha yang dijalani Beno sudah berlangsung sejak dirinya memutuskan untuk menikahi janda beranak dua. Kerja sama dengan tante-tante nan kaya diakhiri secara sepihak karena memang tidak ada perjanjian apa pun. Beno beralih ke usaha jual-beli kendaraan dengan modal semurah-murahnya. Beno seperti ular yang bisa melesat dan sembunyi dari apa yang pernah dilakukan. Termasuk pernah menjalin kerja sama waktu renovasi rumah dengan tante-tante nan kaya ditutupinya dengan rapi. Istrinya tidak tahu, menurut anak juragan pemilik kebon kelapa itu suaminya pekerja keras usaha jual-beli mobil bekas.

Hasil yang didapat dengan mudah biasanya habis tanpa arah. Beno dari usahanya itu sering mendapat hasil yang lumayan untuk kelasnya warga yang tinggal kampung. Buat senang-senang setiap hari liburan dan makan-makan. Belanja produk yang sekiranya bisa dipamerkan. Ekspansi untuk relasi dalam usaha menjaring modal dilakukan dengan cara yang sangat bodon. Kenali, dekati, eksploitasi dan setelah tidak menguntungkan tinggal pergi.

Para oknum dari jajaran baju cokelat memang tidak mau mengambil risiko memasukkan mobil sitaan ke garasi rumahnya. Walaupun sudah dilelang sama tim penagih angsuran kalau ada apa-apa jabatan dan pekerjaannya akan terancam. Dengan bangga dan menepuk dada, Beno gonta-ganti pakai mobil hasil sitaan. Padahal garasi saja tidak punya, solusi terakhir adalah parkir liar di halaman rumah orang. Sekali lagi, apa saja dan siapa saja yang menguntungkan, sikat!

Bermodal pernah juara lomba balap motor trail sebelum dipecat bosnya. Beno dengan gagah tampil ikut serta rombongan motor trail yang suka melanglang buana ke hutan-hutan melewati area ladang warga. Kegiatan yang hanya menimbulkan kerusakan jalan ke ladang dan tatanan alam, khususnya ekosistem hutan. Jelas itu mengganggu hewan-hewan yang ada di sana, merusak hutan dengan membuka jalur tanpa pertimbangan apa pun. Dasar paham yang dipakai adalah dasar yang direkayasa menurut kesenangan semata. Bukan organisasi tapi berserikat mentang-mentang pada punya wewenang kerja di jajaran baju cokelat. Cocok sekali dengan Beno hanya beda di bidang pekerjaan dan status sosial saja. Orang hukum yang seharusnya mengawal hukum malah bermain dengan peraturan hukum.

Bosnya dulu Bu Rina punya suami Bule Amerika tidak bisa Bahasa Indonesia. Suatu hari disuruh suaminya Bu Rina, Beno malah ngata-ngatain karena disuruh diluar pekerjaannya yaitu supir tembaknya Bu Rina. Sudah enak-enak sampai disuruh ikut nemenin Adiknya Bu Rina balap motor trail, sampai motor saja diberi inventaris untuk nemenin Adiknya Bu Rina ikut balap motor trail. Tanpa pikir panjang, Bu Rina yang kebetulan mendengar Beno ngata-ngatain suaminya langsung memecat secara tidak hormat. Tanpa pesangon dan tidak diuruskan jam sosteknya.

Beno menganggap semua yang dicapainya adalah sah dan tidak masalah. Termasuk sebelum menikah juga mentang-mentang kenal sama oknum dari jajaran baju cokelat, Beno juga berwirausaha jual-beli minuman bersuplemen tinggi. Beno menjual aneka minuman keras berbagai varian rasa. Itu sangat meresahkan warga di kampung, Beno menjual kepada siapa saja yang membeli. Beno tidak peduli yang penting bisa setoran ke bos. Bocah-bocah SMP yang masih belia hingga orang dewasa yang sudah beranak-cucu sudah sering mampir untuk mencicipinya.

Anggapan Beno itu akan berlangsung selamanya. Intinya dalam kamus hidup Beno apa saja dan siapa saja yang menguntungkan, sikat! Mentang-mentang kenal oknum dari jajaran baju cokelat, memfungsikan dirinya menjadi pelapor. Supaya aman sejahtera jaringan usahanya, tidak segan melakukan propaganda dan lapor untuk menyerang orang-orang yang mengganggu usahanya.

Tidak mudah mengusut tuntas selama masih ada oknum yang memelihara orang seperti Beno. Para pencetak aturan juga tidak begitu antusias memerjuangkan keadilan. Banyak membuat tapi apakah dengan sadar hukum. Hukum di negeri ini tegak atau tidak harusnya jadi bahan evaluasi yang mendalam sebelum para bidan hukum mensesar peraturan. Atau hanya akan digunakan para penjahat pemain peraturan saja.

“Ini gimana Pak kalau tugu pembatas jalan dibobol buat jalan masuk ke garasi pribadi?” tanya Andi. “Wah harusnya tidak boleh itu, itu kan ada gorong-gorong memotong jalan. Harusnya tugu pembatas itu tidak dihilangkan supaya orang yang lewat jalan ini tahu ada gorong-gorong di bawah memotong jalan ini” jawab Pak Ros mantan Ketua BPD dengan serius. Beno sangat lancang membobol tugu pembatas jalan untuk akses motor ke garasi pribadinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun