Mohon tunggu...
Osvaldo Dharma
Osvaldo Dharma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Osvaldo Dharma Araujo Da Costa, Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Yogyakarta, Jurusan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Formulasi Kebijakan: Menjamin Masa Depan Generasi Emas di Semarang Tahun 2016

31 Mei 2024   07:31 Diperbarui: 4 Juni 2024   08:23 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memberikan perlindungan yang memadai bagi anak-anak. Apalagi, anak-anak saat ini merupakan lebih dari 30% dari total populasi penduduk Indonesia. . Anak-anak merupakan aset bangsa yang harus dijaga dan dilindungi agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Mereka adalah generasi penerus bangsa yang harus dijamin kesejahteraan dan masa depannya. Salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki permasalahan serius terkait perlindungan anak adalah Kota Semarang, Jawa Tengah. 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sewitra Bagaskara dan Dyah Lituhayu dari Departemen Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, sebagian besar permasalahan yang dihadapi anak-anak di Semarang adalah kekerasan secara psikologis dan fisik. Kota Semarang dicatat sebagai daerah dengan tingkat kekerasan terhadap anak yang tinggi di Jawa Tengah. Berbagai kasus kekerasan, baik secara psikologis maupun fisik, kerap terjadi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Anak-anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan kesempatan untuk tumbuh kembang secara optimal malah harus menghadapi berbagai ancaman dan tindak kekerasan. Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi masa depan anak-anak tersebut, serta bagi pembangunan Kota Semarang secara keseluruhan.

Oleh karena itu, pemerintah Kota Semarang perlu segera mengambil langkah konkret untuk memperkuat sistem perlindungan anak di daerahnya. Salah satu upaya kuncinya adalah melalui perumusan kebijakan perlindungan anak yang komprehensif dan efektif.

Angka kasus kekerasan anak di Semarang terus meningkat dari tahun ke tahun dan tercatat sebagai yang tertinggi di Jawa Tengah. Pada tahun 2015, tercatat sebanyak 298 kasus kekerasan anak di Semarang. Angka ini meningkat tajam menjadi 410 kasus pada tahun 2016. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan mengingat anak-anak memiliki peran dan posisi penting bagi masa depan Kota Semarang. Mereka berhak tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa ancaman kekerasan. Menyikapi persoalan tersebut, pemerintah Kota Semarang akhirnya mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 30 Mei 2016. Perda ini disusun setelah sebelumnya menghadapi berbagai macam hambatan dalam proses perumusannya. Proses formulasi kebijakan ini menarik untuk dikaji lebih dalam.

Formulasi kebijakan merupakan tahap penting dalam siklus kebijakan publik. Pada tahap ini, isu atau masalah publik yang telah teridentifikasi akan dirumuskan menjadi alternatif solusi berupa kebijakan publik. Proses formulasi kebijakan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, parlemen, dan masyarakat. Tujuannya adalah menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran dan dapat diterima oleh semua pihak. Dalam kasus formulasi Perda Perlindungan Anak di Kota Semarang, terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala dalam proses perumusannya. Pertama, adanya miskomunikasi dan kurangnya koordinasi yang efektif antara lembaga legislatif dan eksekutif. Pembagian tugas yang tidak jelas menyebabkan proses finalisasi kebijakan menjadi terlambat.

Kantor DPRD Kota Semarang
Kantor DPRD Kota Semarang

Salah satu contoh kurangnya koordinasi adalah antara Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Semarang selama ini tidak memiliki jadwal tetap untuk melakukan koordinasi dengan Komisi D DPRD Kota Semarang yang membidangi isu perlindungan anak. Akibatnya, proses pembahasan dan pengesahan Perda mengalami beberapa kali penundaan karena tidak ada kesamaan pandangan antara kedua lembaga tersebut. 

Selain itu, kurangnya kepedulian masyarakat Semarang terhadap isu perlindungan anak juga menjadi faktor penghambat. Rendahnya partisipasi publik membuat pemerintah kesulitan dalam merumuskan kebijakan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi warga. Masyarakat umumnya masih menganggap bahwa persoalan perlindungan anak adalah tanggung jawab pemerintah semata. Hal ini tercermin dari minimnya masukan dan saran dari masyarakat saat pemerintah Kota Semarang melakukan konsultasi publik dalam proses perumusan Perda Perlindungan Anak. Partisipasi warga hanya terlihat pada saat pembahasan di tingkat DPRD, itupun hanya dari beberapa organisasi kemasyarakatan terkait. Padahal, pelibatan publik sejak awal proses sangat penting untuk menghasilkan kebijakan yang responsif.

Meskipun demikian, kebijakan perlindungan anak di Kota Semarang akhirnya dapat disahkan pada tahun 2016 setelah sebelumnya menghadapi berbagai macam kendala. Perda ini mengatur mengenai hak-hak anak, peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, serta partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun