Sebuah permenungan Dari W. E. Hulme, dan pandangan FilosofisÂ
   tentang Hakikat Hidup saat manusia di landa Kesepian dan Kematian
   Oleh: Osti Lamanepa, Mahasiswa Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang
Manusia pada dasarnya adalah makluk sosial. Namun demikian tidak berarti bahwa dengan berelasi dengan orang lain manusia selalu bahagia dalam hidup.Â
Orang yang suka berelasi dengan orang lain, suka bergaul dengan banyak orang, dan melibatkan diri dalam keramaian belum tentu merasa senang dan terhibur dalam situasi seperti itu.Â
Demikian halnya orang suka menyendiri belum tentu menikmati saat ia sendirian saja. Dalam bukunya Sickness unto Death, Soren Kierkegaard mencemooh orang yang takut tinggal sendiri. Ia menulis demikian:
"Dalam pola pergaulan sosial yang semakin ramai dewasa ini, orang merasa begitu ngeri bila harus tinggal sendirian. Mereka tidak tahu bagaiamana menggunakan waktu yang sepi, selain memandangnya sebagai hukuman bagi tindakan yang jahat".
Kesepian dan keterasingan seringkali membuat kita merasa terkungkung bagaikan dalam penjara. Keheningan merupakan suatu sarana yang paling baik bagi kita agar kita dapat keluar dari cengkeraman rasa sepi.Â
Sarana yang paling dianjurkan saat hening dan sendirian yakni meditasi. Dewasa ini, meditasi bukanlah barang isengan melainkan suatu kebutuhan rohani yang dirasakan manfaatnya oleh kebanyakan orang, baik dewasa maupun kaum muda untuk menemukan suatu keheningan yang berdaya-cipta.Â
Beberapa cara bersemedi (bermeditasi) yang dikembangkan di dunia Timur berpusat pada sesuatu yang konkrit, seperti kata-kata mantra, cara bernapas dan lain sebagainya
 Cara itu digunakan sebagai sarana untuk memasuki alam-bawah-sadar. Semua cara atau teknik seperti itu dimaksudkan sebagai bantuan bagi orang yang tengah melakukan meditasi, agar dapat mendengarkan suara batinnya dan merasakan kerinduan serta gejolak jiwanya yang paling halus.