Keindahan tampaknya berurusan dengan obyeknya, atau itu yang dilihat, diraba, dipikirkan, dinilai, artinya obyek itu yang kepadanya akal budi dan atau kapasitas sensibilis kita melakukan aktivitas. Maksudnya sesuatu itu tampak indah, karena sesuatu sebagai objek menampilkan keindahan. Di lain pihak, keindahan juga tampaknya berhubungan dengan kapasitas sensimental atau sensibilis dan intelektualitas subyek dalam memandang, melihat, dan memberi nilai ((Armada Riyanto. Diktat Metafisika, hlm, 52-53).
.
.
Dari pernyataan ini, Armada Riyanto mau mengatakan kepada kita bahwa keindahan selalu merujuk pada subyek dan objek. Saya sangat setuju bahwa benar apa yang dikatakan Armada Riyanto bahwa keindahan tidak dapat dilepas-pisahkan dari relasi subjek dan objek. Objektif selalu menunjuk atau korespondensi dengan objeknya. Sementara yang kedua mengatakan kebenaran menjadi milik subjek.
Aku memiliki karakter subjektif, tidak pernah objektif. Sebab aku adalah subjek kehadiran. Aku adalah tuan sekaligus pemilik keseluruhan aktivitas manusia. Aku subjektif adalah fondasi segala bentuk kehadiran manusia dengan kekayaan relasi dalam hidup. Aku subjektif juga adalah sumber pengetahuan (Armada Riyanto, 2018: 207-208)
Fondasi yang menjadi penghubung seseorang untuk mengenal sesuatu adalah pengalaman manusia sebagai subjek itu sendiri. Armada riyanto menekankan salah satu hal yang sangat menarik bahwa subjektivitas juga terarah pada kedalaman. Subjektivitas mengandaikan kedalaman relasional antara dirinya dengan pengalamannya. Problem transendental keindahan, pertama-tama bukan soal subjektivitas dan objektivitas saja, melainkan transendensi keindahan menunjuk pada refleksi mengenai kodrat atau natura itu sendiri. Dalam refleksi metafisis kita mengenai keindahan, keindahan adalah transenden. Artinya, keindahan mengatasi partikularitas baik keindahan subjektivitas maupun objektivitas. Indah, cantik, berarti itu yang diingini. Indah berarti memikat, menyukakan hati, menyenangkan. Keindahan dalam dirinya sendiri jelas merupakan itu yang sempurna. Keindahan dalam dirinya sendiri tidak bisa dipahami kecuali itu yang menunjuk pada sang keindahan pertama yang stabil, aktual.
Armada Riyanto menegaskan bahwa keindahan tak bisa dibayangkan tanpa ada. Juga sebaliknya, ada sejauh ada tidak bisa dipikirkan kecuali menampilkan keindahan itu sendiri. Jika keindahan meninggalkan ada, atau ada dilucuti dari keindahan, ada kehilangan esensinya. Dan hal ini tidak bisa dibayangkan. Apa yang ada dikehendaki, diminati, diingini justru karena esensinya yang merupakan keindahan itu sendiri. Sebaliknya keindahan itu dicintai, dikasihi, diingini karena ada itu sendiri. Aktivitas menginginkan berarti aktivitas tindakan atau gerakan meraih, mengejar, menggapai. Menginginkan berarti menuju kesuatu tujuan. Ada sebagai keindahan yang memiliki karakteristik yang diingini, dengan demikian sekaligus tujuan. Dalam aspek tertentu keindahan menyentuh pada aspek appetitive yakni kerinduan manusia akan kebaikan. Keindahan adalah objek keinginan atau kehendak manusia yang menjanjikan kepuasan, kelegaan, kegembiraan, kekaguman, ketersimaan. Keindahan dan kebaikan merupakan objek keinginan manusia. Keindahan atau kecantikan merupakan objek dari aktivitas mengingini. Jelas bahwa keindahan mengindikasikan realitas-realitas yang proporsional, serasi dalam ukurannya yang seimbang.
Aktivitas mengingini bukan merupakan tindakan tunggal. Artinya mengingini berarti melibatkan fakultas rasa atau yang dilakukan oleh instrument sensibilis kita dan fakultas kognitif atau yang memberikan pertimbangan atau usul-usul penilaian atas apa yang dicerap oleh instrumen sensibilis kita.
Kecemerlangan yang menjadi karakteristik keindahan atau kecantikan lahir atau hadir dari forma esensial dari segala apa yang ada. Artinya kecemerlangan itu konkret, bukan gelap. Itu tampak dari forma esensialnya dari wujudnya yang nyata yang menjadi inti sari dari kehadirannya. Wujudnya yang cemerlang dan mempesona ini bukan muncul dari dirinya sendiri sebagai demikian, melainkan merupakan partisipasi dari Forma Ilahi yaitu Allah itu sendiri sebagai keindahan sejati.
Jika Allah adalah Sang Keindahan itu sendiri, tentu saja keindahan Allah merupakan totalitas dari apa yang bisa kita lukiskan menegenai keindahan. Keindahan ini tidak sama sekali berurusan dengan apa yang fisik, apa yang bisa kita nikmati oleh instrumen sensibilis kita, tetapi juga bukan soal apa yang bisa ditawarkan oleh rangka keindahan akal budi kita. Keindahan Allah melibatkan keseluruhan dari diri kita untuk dengan rendah hati menikmati dan mensyukurinya.
Menarik bahwa disini Armada Riyanto menunjukan bahwa segala apa yang ada, sejauh ada adalah indah atau cantik bukan karena dia dapat dilihat, didengar, diraba, dinikmati, melainkan melulu karena berpartisipasi dalam Sang Keindahan sejati yaitu Allah sendiri yang karenanya Ia penuh dengan kecemerlangan. Allah menjadi pusat keindahan karena Allah itu Sang Kebenaran, sedangkan manusia adalah pencari dan pencinta kebenaran (Armada Riyanto, 2017: 113). Karakteristik keindahan yaitu kecemerlangan dan proposionalitas membuatnya dikenal atau diketahui dan dapat disimpulkan oleh intelek manusia. Karena hanya akal budi manusia yang sanggup menangkap kecemerlangan dan proposionalitas.