(Perspektif Integrasi-Sosial Budaya Sorokin dan Relevansinya Bagi Hidup Manusia)
Oleh: Osti Lamanepa
Pengantar
Masyarakat pada umumnya mengatur dirinya sendiri untuk meraih sasaran-sasaran dan tujuan hidup bersama. Kita juga akan perlu menghadapi persepsi dasar yang dimiliki masyarakat tentang dirinya sendiri, gambaran tentang apa yang dianggap sebagai kehidupan yang punya makna dan bagaimana hal tersebut harus ditempuh (Soedjatmoko,1985: 8) Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat selalu dinamis atau terus berubah seiring perkembangan zaman. Hal ini sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat terutama pola relasi antar individu dalam masyarakat.
Disini saya menyodorkan pemikiran Pitirim Sorokin seorang sosiolog asal Rusia yang melihat perubahan dalam masyarakat dari segi model perubahan integrasi sosial dan budaya. Sorokin mengembangkan model siklus perubahan sosial artinya, dia yakin bahwa tahap-tahap sejarah cenderung berulang dalam kaitannya dengan mentalitas budaya yang dominan, tanpa membayangkan suatu tahap akhir yang final.
Pandangan Sorokin Mengenai Integrasi Sosial dan Budaya
Sorokin memusatkan perhatiannya pada tingkat budaya, dengan menekankan arti, nilai, norma, dan simbol sebagai kunci untuk memahami kenyataan sosio budaya. Namun dia juga menekankan saling ketergantungan antara pola-pola budaya, masyarakat sebagai suatu sistem interaksi, dan kepribadian individual (Lihat Pitirim Sorokin, 1947), di mana perspektif ini dikembangkan secara sistematis.. Tingkat tertinggi integrasi sistem-sistem sosial yang paling mungkin tercapai didasarkan pada seperangkat arti, nilai, norma hukum, yang secara logis dan berarti konsisten satu sama lain dan mengatur interaksi antara kepribadian-kepribadian yang turut serta di dalamnya. Tingkat yang paling rendah dimana kenyataan sosio-budaya dapat dianalisa adalah pada tingkat interaksi yang berarti antara dua orang atau lebih (Doyle Paul Johnson & Robert M.z. Lawang, 1994: 96)
Sorokin menekankan tingkat varibilitas yang tinggi yang diperlihatkannya. Tema-tema budaya dasar mungkin terulang, tetapi pengulangan itu menunjukkan pola-pola yang berubah. Setiap tahap sejarah masyarakat memperlihatkan beberapa unsur yang kembali berulang(artinya, pengulangan tahap yang terdahulu) da nada beberapa daripadanya yang unik.
Sorokin mengacu pada pola-pola perubahan budaya jangka panjang yang bersifat"berulang-berubah" (varyingly recurrent). Dia menjelaskan pola-pola itu demikian:
Karena tidak ada satu kecenderungan linear yang permanen, dan karena arah-arahnya itu berubah, proses-proses sejarah dan sosial terus-menerus mengalami variasi-variasi baru dari tema-tema lama. Dalam pengertian ini, variasi-variasi itu mengandung hal-hal yang tak terduga dan jarang dapat diramalkan keseluruhannya. Dalam pengertian ini, sejarah sebagai suatu keseluruhan tak pernah berulang, dan seluruh proses sejarah mempunyai suatu aspek yang unik dalam tiap saat eksistensinya, suatu aspek yang mungkin dapat diramalkan hanyalah bahwa ia tak-teramalkan (unpredictability).
Penekanan Sorokin pada berulangnya tema-tema dasar dimaksudkan untuk menolak gagasan bahwa perubahan sejarah dapat dilihat sebagai suatu proses linear yang meliputi gerak dalam satu arah saja. Dalam hal ini Sorokin berbeda dari Comte yang percaya akan kemajuan yang mantap dalam perkembangan intelektual manusia. Sorokin lebih suka melihat pendekatannya sebagai suatu perspektif "integralis" daripada mengklasifikasikan karyanya sebagai suatu teori organis.
Tipe-tipe Mentalitas Budaya menurut Sorokin
Kunci untuk memahami suatu supersistem budaya yang terintegrasi adalah mentalitas budaya-nya. Konsep ini mengacu pada pandangan dunia(world view) dasar yang merupakan landasan sistem sosio-budaya. Atas dasar itu, Sorokin menyebutkan tiga mentalitas budaya antaralain:
- Kebudayaan Ideasional
- Tipe ini mempunyai dasar berpikir (premis) bahwa kenyataan akhir itu bersifat nonmaterial, transenden, dan tidak dapat ditangkap dengan indera. Dunia ini dilihat sebagai suatu ilusi, sementara dan tergantung pada dunia transenden atau sebagai aspek kenyataan yang tidak sempurna atau tidak lengkap. Kenyataan akhir merupakan dunia Allah atau suatu konsepsi lainnya mengenai ada yang kekal dan tidak materil. Tingkat ini dibagi dalam beberapa bagian:
- Kebudayaan Ideasional Asketik. Mentalitas ini memperlihatkan suatu ikatan tanggung jawab untuk mengurangi sebanyak mungkin kebutuhan materil manusia supaya mudah diserap dunia transenden.
- Kebudyaan Ideasional Aktif. Selain untuk mengurangi kebutuhan inderawi, tipe ini berusaha mengubah dunia materil supaya selaras dengan dunia transenden.
- Kebudayaan Inderawi
- Tipe ini didasarkan pada pemikiran pokok bahwa dunia materil yang kita alami dengan inderawi kita merupakan satu-satunya kenyataan yang ada. Mentalitas ini dapat dibagi sebagai berikut:
- Kebudayaan Inderawi Aktif. Kebudayaan ini mendorong usaha aktif dan giat untuk meningkatkan sebanyak mungkin pemenuhan kebutuhan materil dengan mengubah dunia fisik ini sedemikian, sehingga menghasilkan sumber-sumber kepuasan dan kesenangan manusia. Mentalitas ini mendasari pertumbuhan teknologi dan kemajuan-kemajuan ilmiah kedokteran.
- Kebudayaan Inderawi Pasif. Mentalitas inderawi pasif meliputi hasrat untuk mengalami kesenangan-kesenangan hidup inderawi setinggi-tingginya. Sorokin menggambarkan pendekatan ini sebagai suatu "eksploitasi parasit". Tipe ini mengejar kenikmatan tanpa memperhitungkan tujuan jangka panjang apapun.
- Kebudayaan Inderawi Sinis. Mentalitas ini memperlihatkan secara mendasar usaha yang bersifat munafik (hipokrit) untuk membenarkan pencapaian tujuan materialistis atau inderawi dengan menunjukan sistem nilai transenden yang pada dasarnya tidak diterimanya.
- Kebudayaan Campuran
- Tipe ini mengandung penegasan terhadap dasar berpikir (premis) mentalitas ideasional dan inderawi. Ada dua tipe dasar yang terdapat dalam mentalitas kebudayaan campuran ini yakni:
- Kebudayaan Idealistis. Kebudayaan ini terdiri dari suatu campuran organis dari mentalitas pengertian-pengertian yang sahih mengenai aspek-aspek tertentu dari kenyataan akhir. Dengan kata lain, dasar berpikir kedua tipe mentalitas itu secara sistematis itu saling berhubungan.
- Kebudayaan Ideasional Tiruan. Tipe ini khususnya didominasi oleh pendekatan inderawi, tetapi unsur-unsur ideasional hidup secara berdampingan dengan yang inderawi, sebagai suatu perspektif yang saling berlawanan.
    Sorokin mengatakan bahwa sistem-sistem budaya dasar itu banyak sekali antaralain: bahasa, filsafat, agama, karya seni, etika, hukum, dan banyak sistem jiplakan teknologi terapan, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Sistem budaya yang jumlahnya banyak ini, ada kesatuan yang lebih banyak lagi yang disebut supersistem budaya. Ini berarti setiap kelompok sosial yang nyata yang terorganisasi atau tidak terorganisasi dibentuk sekitar nilai dan norma-norma yang terkandung dalam budaya yang menjadi hati dan jiwanya.
Analisa Sorokin tentang Siklus-siklus Utama dalam Sejarah Barat
Sorokin berpendapat bahwa mentalitas budaya yang dominan dalam suatu tahap sejarah ditentukan dengan mengidentifikasi tema-tema utama yang mendasar, yang tercermin dalam pelbagai bidang kreativitas budaya dan tindakan manusia lainnya yang penting. Analisa Sorokin pada dasarnya mencakup pengklasifikasian karya-karya budaya atau peristiwa-peristiwa sejarah yang utama menurut macam-macam tipe mentalitas budaya. Sorokin menghitung jumlah bagian-bagian yang diklasifikasi dalam masing-masing kategori dan mencatat perubahan-perubahan yang proporsional dalam kategori-kategori yang dominan itu dari suatu periode ke periode berikutnya. Dalam beberapa kasus hasinya dapat diringkas dalam bentuk tabel dengan pelbagai tahap sejarah yang disajikan dalam periode dua puluh tahunan dari tahun 580 sampai tahun 560 sebelum masehi, dari tahun 1900 sampai tahun 1920 sesudah masehi.
Data dari tipe ini merupakan suatu dasar analisa abad demi abad mengenai mentalitas budaya yang dominan yang tercermin dalam pelbagai bidang sistem sosio-budaya. Sebagai contoh, Sorokin menganalisa fluktuasi dalam sistem-sistem kebenaran dan pengetahuan setelah ada pembobotan yang memadai untuk mencerminkan tingkat-tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Sorokin mengatakan bahwa:
Kebenaran atas dasar kepercayaan yang dinyatakan dalam rasionalisme keagamaan atau ideasional sampai sekitar tahun 460 sebelum masehi, menurut sistem indikator mencapai sekitar 90% dari semua sistem kebenaran. Hanya sesudah tahun 460 sebelum masehi kebenran inderawi (empirisme) khususnya mulai naik dan bertumbuh dengan fluktuasi kecil. Sewaktu menjadi lemah lagi, tetap rata-rata masih terhitung kuat sampai tahun 20 sebelum masehi dan menurun sampai sekitar tahun 160 sesudah masehi.Â
Waktu mulai hidup lagi dan tetap termasuk tinggi sampai sekitar tahun 480 sesudah masehi. Sesudah tahun itu sangat mundur dan sesudah tahun 540 sesudah masehi hilang dari pemikiran yang tinggi, dan tenggelam oleh munculnya kebenaran kepercayaan Kristiani. Masih tetap tersembunyi sampai sekitar tahun 1100 selama kurang lebih enam abad, lalu muncul lagi dan mulai dengan fluktuasi kecil-kecilan menaik dari abad kedua belas, ketiga belas, dan keempat belas sampai memperoleh pengaruh yang cukup penting sampai abad kelima dan keempat sebelum masehi di Yunani. Dalam abad kelima belas, dan selama enam puluh tahun hilang lagi(1400-1460), lalu muncul lagi dan berkembang dengan pesat dan dengan fluktuasi kecil-kecilan bertumbuh mantap sampai sekarang.
Dominasi yang luar biasa dari sistem kebenaran itu di masa sekarang ini menjelaskan mengapa kita cenderung mengidentifikasikan kebenaran umumnya dengan kebenran inderawi, mengapa kebenaran lainnya muncul di depan kita sebagai takhyul, mengapa kita percaya bahwa sejak sekarang kebenran inderawi dibiarkan terus-menerus bertumbuh sehingga melenyapkan semua sistem kebenaran lainnya untuk selama-lamanya. Mentalitas seperti itu sudah biasa untuk periode ini.
Sumbangan Integrasi Sosial-Budaya Sorokin dan Relevansinya bagi kehidupan kita saat ini
Saya menemukan beberapa sumbangan pemikiran Sorokin bagi kehidupan kita saat ini. Pertama, Sorokin mengajak kita untuk melihat bahwa kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari suatu kebudayaan. Kedua, Sorokin mengajak kita bahwa untuk memahami suatu super-sistem budaya yang terintegrasi adalah mentalitas budaya-nya. Kebudayaan itu sangat kompleks dan berubah kapan saja. Hal in sangat berpengaruh bagi individu-individu yang tinggal didalamnya.Â
Individu-individu bisa saja dibentuk oleh tipe-tipe dasar mentalitas budaya. Tipe-tipe dasar mentalitas budaya ini terwujud dalam wahana-wahana materil yang tak terbilang jumlahnya dan dalam norma-norma sosial yang mengatur perilaku individu. Sejauh sistem sosio-budaya suatu masyarakat bersifat integral, akan ada konsistensi logis. Ini berarti sistem yang membentuk sistem ini mencerminkan mentalitas budaya yang dominan. Meskipun ada himpunan-himpunan budaya atau sosial, Sorokin menekankan kecenderungan sistem sosio-budaya kearah integrasi dalam hubungannya dengan mentalitas budaya yang dominan, yang dinyatakan oleh sistem sosio-budaya itu dalam supersistem sosio-budaya yang besar.
Kesimpulan
Pemikiran Sorokin tentang integrasi sosial-budaya kiranya dapat membantu kita untuk memahami pola tingkah laku individu dan relasinya dalam suatu kebudayaan. Mengingat kebudayaan itu sangat dinamis, maka perlu kita memahami dengan baik perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu kebudayaan. Perlu di ketahui bahwa perubahan suatu sistem sosio-budaya harus dicari dalam sistem itu sendiri, bukan dalam factor-faktor luar, meskipun yang terakhir ini dapat mempercepat atau memperlambat atau membentuk proses perubahan dalam aspek-aspek sekundernya.
Sistem sosio-budaya itu merupakan sistem yang hidup dan berlangsung terus sehingga tidak mungkin untuk tinggal statis. Sebaliknya sistem-sistem it uterus-menerus berubah, karena kemampuan-kemampuan yang terkandung di dalamnya tidak tertutup dan berkembang melalui kegiatan-kegiatan kreatif dari individu-individu di dalamnya.
Daftar Pustaka
- Soedjatmoko. PEMBANGUNAN DAN KEBEBASAN. Jakarta: Anggota IKAPI LP3S, 1985
- Sorokin Pitirim. SOCIETY, CULTURE, AND PERSONALITY. New York: Harper & Row, 1947
- Johnson Paul Doyle & Lawang M.z. Robert. TEORI SOSIOLOGI KLASIK DAN MODERN. Jakarta: PT. Gramedia Utama, 1994
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H