Mohon tunggu...
Oleh Solihin
Oleh Solihin Mohon Tunggu... profesional -

Menulis beberapa buku untuk remaja, di antaranya Jangan Jadi Bebek (2002); Jangan Nodai Cinta (2003); LOVING You Merit Yuk! (2005); Yes! I am MUSLIM (2007); Jomblo's Diary (2010) dan beberapa buku lainnya | Instruktur Menulis Kreatif di Rumah Gemilang Indonesia [www.rumahgemilang.com] dan Pesantren MEDIA [www.pesantrenmedia.com] | Sekadar berusaha memberikan sedikit pengalaman hidup melalui tulisan. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi siapapun. Boleh juga kunjungi blog saya: http://osolihin.net. | website kepenulisan yang saya kelola: [www.menuliskreatif.com]

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apa yang Kita Kejar?

20 Januari 2014   00:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang punya rencana dan punya tujuan dalam hidupnya. Seharusnya memang seperti itu. Namun adakalanya banyak orang justru tak punya rencana dan tujuan dalam hidupnya. Akibatnya ada dua kemungkinan. Pertama, dia tak bergairah dalam hidupnya, karena tak memiliki tantangan untuk menggapai apa yang seharusnya direncanakan dan menjadi tujuan hidupnya. Kedua, ketiadaan rencana dan tujuan hidup akan membuat orang tak jelas apa yang dikejarnya atau apa yang ingin diraihnya. Meski menikmati kehidupannya, namun hidupnya tak terarah. Cenderung melakukan apa saja sesuai keinginan sesaatnya. Kedua kondisi tersebut sama-sama berisiko, sama bahayanya.

Bagi kita, kaum muslimin, tentunya harus memiliki rencana dalam hidup ini dan sekaligus memiliki tujuan hidup. Rencana yang disusun tertulis akan memberikan dorongan dan tekanan yang kuat agar kita mau mewujudkannya. Sehingga, pencapaian-pencapaian itu akan dipilih dan dipilah sesuai dengan prioritas kepentingannya. Misalnya saja, setelah lulus SMA mau ke mana? Apakah mau melanjutkan kuliah, atau bekerja, atau menikah? Itu semua harus direncanakan. Tak sembarangan menggoreskan rencana jika tak hendak diwujudkan dengan serius. Prioritasnya kita sendiri yang menentukan dan mengukurnya sesuai tujuan hidup yang kita pilih.

Rencana dan tujuan hidup itu harus selaras dan berpola. Tak sembarangan dengan sekadar menuliskan atau membicarakannya berbusa-busa tanpa aksi yang benar dan jelas. Maka, gagal merencanakan sama saja dengan merencanakan kegagalan. Itu sebabnya, jika kita merencanakan dalam hidup ini harus bisa lulus sekolah, lulus kuliah, kemudian bekerja dan juga berkeluarga—maka kita harus menyelaraskan dengan tujuan hidup kita.

Tujuan hidup itu penting. Jika tujuan kita ingin menggapai ridho Allah Ta’ala, dan ini harus dimiliki oleh seorang muslim, maka rencana-rencana tersebut harus diselaraskan dengan tujuan hidup kita. Misalnya, lulus sekolah dan kuliah bukan semata mengantongi nilai, tetapi menjadikan belajar sebagai sarana ibadah dan amal shalih. Jika kemudian dilanjutkan dengan mewujudkan rencana untuk bekerja dan berkeluarga, maka akan menyelaraskan dengan tujuan hidup. Misalnya, bekerja di tempat yang halal, dan menikah untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan penuh rahmah dengan tetap mengharap keridhoan Allah Ta’ala. Itulah pengertian selaras dan berpola antara rencana hidup dan tujuan hidup. Setidaknya menurut saya saya pahami.

Nah, apa sebenarnya yang kita kejar dalam hidup ini? Apakah sudah merencanakannya dengan matang dan berupaya untuk menyelaraskannya dengan tujuan hidup kita? Sebagai muslim, tujuan utama kita adalah mengejar kebahagiaan akhirat dengan tetap menjadikan kebahagiaan dunia sebagai sarana untuk mendukung tujuan utama tersebut. Jika pun kebahagian dunia tak juga didapat dengan layak, tetaplah menjadikan akhirat sebagai tujuan utama dalam kehidupan kita.

Cukuplah, firman Allah Ta’ala ini bisa memberikan arahan yang benar dan jelas dalam merencanakan dan menentukan tujuan hidup kita, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS al-Qashash [28]: 77)

Salam,
O. Solihin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun