[caption caption="(Alex Teixeira, 26, Bergabung dengan Jiangsung Suning dengan banderol 38,4 juta poundsterling, (independent))"][/caption]Sempat digadang-gadang akan bergabung dengan Liverpool, Tidak kurang dari dua jam yang lalu, Shakthar Donetsk (Ukraina), mengonfirmasikan bahwa pemain andalannya Alex Teixeira, 26, akan bergabung dengan klub Liga Super China, Jiangsung Suning, setelah setuju dengan mahar sebesar £ 40 juta (sekitar 760 Milyar rupiah). Ini untuk ketiga kalinya dalam sepekan Liga Super China sudah memecahkan rekor transfer mereka, dimulai dari mendatangkan Ramirez (dari Chelsea) sebesar £ 25 juta, lalu mendatangkan Jackson Martinez (dari Atletico Madrid) senilai £ 32 juta.
Ketiga pemain ini mengikuti jejak Gyan Asamoah, Paulinho, dan Gervinho yang lebih dulu “mendarat” di Liga China. Mengingat angka yang dikeluarkan sangat besar, tak ayal Liga Super China mendadak jadi buah bibir dunia sepakbola. Bahkan kabar terbaru menyebutkan bahwa Yaya Toure (Manchester City) dan John Terry (Chelsea) menjadi target selanjutnya klub asal Liga Super Cina.
Meski belum dirilis dengan pasti, berapa gaji yang akan diterima oleh Teixeira, Martinez maupun Ramirez, pastinya angka tersebut sangatlah besar. Gyan Asamoah, yang bermain di Shanghai digaji £227,000 selama sepekan. Paulinho, yang bermain untuk Guangzhou dibayar £85,000 sepekan, Gervinho yang dibeli oleh Hebei China Fortune dari AS Roma dengan nilai £ 13,5 juta, dibayar £160,000 per minggunya. Dengan bayaran fantastis ini, Liga Super China menjadi salah satu daya tarik terbaru bagi para pesepakbola.
Liga Super China adalah destinasi baru yang menyenangkan bagi para pesepakbola “matang”. Tentunya, level permainan di Liga China tidak seketat di Eropa yang menguras pikiran dan fisik, juga jauh dari pemberitaan media global yang memberikan tekanan tinggi, bahkan dibayar dengan jumlah yang tak sedikit. Meskipun menawarkan uang dalam jumlah yang besar, dan sudah menjadi salah satu destinasi pesepakbola Eropa selain Liga Amerika (LMS), pesona Liga Super Cina sangat berpotensi meredup dalam jangka waktu yang singkat. Kemewahan yang ditawarkan oleh klub-klub Liga Super China yang semata dalam bentuk sejumlah uang adalah faktor yang paling signifikan membuat pesona tersebut hanya menjadi fatamorgana dalam waktu dekat. Berikut beberapa alasan fenomena yang terjadi saat ini sangat berpotensi menjadi fatamorgana pesona Liga Super China.
1. Budaya
Budaya China dan kehidupannya menjadi sebuah tantangan bagi pemain yang sudah lama melintang di Eropa. Hal ini akan sangat memengaruhi tingkat kenyamanan seorang pesepakbola. Berbeda dengan Amerika, yang cenderung memiliki budaya yang mirip dengan Eropa, perbedaan signifikan dengan budaya China menjadi tantangan tersendiri. Terbukti, Didier Drogba, Nicholas Anelka, Robinho, tidak bertahan lama dan menutup karir sepakbolanya di China.
2. Pesona dan Citra Eropa
Sekalipun meninggalkan Eropa, hasrat untuk bermain ke Eropa tidak akan pernah pudar. Tanyakan saja pada Didier Drogba yang rela memotong gajinya, hingga 4 juta euro setahun hanya untuk kembali ke Liga Eropa. Drogba memilih Galatasaray, sebelum akhirnya performa ciamiknya, membawanya kembali ke Chelsea. Mengingat usia Ramirez (28), Gervinho (28), Jackson Martinez (29), Paulinho (27), Teixeira (26), yang masih terbilang mampu untuk bermain di level tertinggi sepakbola, bukan tidak mungkin kelimanya menganggap bahwa petualangan di China hanyalah bersifat sementara.
[caption caption="(Ramirez, 28, masih berpotensi kembali ke Eropa, (metro))"]
Bermain di Liga Super China tentunya berimplikasi pada semakin “hanyut”nya pemberitaan tentang mereka. Hal ini akan mengecilkan peluang mereka untuk tetap bermain untuk Tim Nasional negaranya masing-masing. Kembali ke Eropa menjadi sebuah jalan yang bisa “mengembalikan pemberitaan” tentang mereka. Terkhusus Teixeira, yang sebelumnya diincar oleh Liverpool, akan menjadi pilihan yang logis bila suatu hari nanti dirinya ingin bermain di Level tertinggi sepakbola.
3. Bangkrut?
Well, sekalipun China adalah ekonomi terbesar dunia setelah Amerika, namun bukan berarti Liga Super China lepas dari bayang-bayang kebangkrutan. Dunia sepakbola tidak asing dengan klub yang tiba-tiba menjadi Sugar Daddy, dan menghabiskan banyak uang sebelum berakhir menjadi pesakitan. Nama seperti Malaga (Spanyol), Anzhi (Rusia), dan Monaco (Prancis) sudah mengalaminya terlebih dahulu. Pengeluaran yang besar karena perekrutan sensasional, tidak diikuti dengan pemasukan yang memadai. Dengan nilai 42 juta euro, sebuah klub China bernama Jiangsung membeli seorang pemain bernama Jackson Martinez. Nilai tersebut tentu jauh melebihi dari anggaran yang mereka habiskan untuk membayar gaji pemain local ataupun pemain lain.
Mempertimbangkan bahwa market Liga Super China yang masih dibawah Liga di negara Arab seperti Qatar, UEA, atau Liga Jepang dan Liga Korea, maka pembelian pemain seperti ini tentu merupakan perjudian yang sangat besar. Jika tidak disiasati dengan baik, maka klub-klub Liga Super China bisa mengalami apa yang telah dialami oleh Malaga, Anzi maupun Monaco. Menjual kembali para pemain bintangnya, untuk menutupi biaya operasional yang sangat besar.
Menarik untuk ditunggu bagaimana kelanjutan sensasi yang dilakukan oleh klub Liga Super China.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H