Mohon tunggu...
Daniel Oslanto
Daniel Oslanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Rasanya lebih sulit berganti klub kesayangan ketimbang berganti pasangan (Anekdot Sepakbola Eropa) - 190314

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Inzaghi Dipecat, Romantisme Milan dan Legenda Di Ujung Jalan

16 Juni 2015   18:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   05:58 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Resmi : Inzaghi Dipecat

Romantisme Milan dan Legenda Di Ujung Jalan

 

Tidak ada yang meragukan Inzaghi sebagai salah satu legenda hidup yang memberikan banyak kontribusi bagi klub asal Italia, AC. Milan. Sepanjang berkarir 11 tahun di Milan (sejak 2001 hingga 2012), Inzaghi memberikan berbagai gelar prestisius bagi Milan baik di kancah nasional maupun di kancah Internasional. Tidak hanya bagi Milan, Inzaghi juga turut serta dalam Timnas Italia yang menjadi kampium Piala Dunia 2006 di Jerman. Sederet prestasi dan kecintaannya ke Milan semakin nyata saat sehabis gantung sepatu, Inzaghi ditunjuk untuk melatih tim akademi Allievi Milan. Prestasi yang cukup bagus mengantarnya ke kursi pelatih primavera Milan, yang dihuni para youngster muda Milan. Cukup ahli dalam mengembangkan bakat muda, membuat Inzaghi bertahan hanya semusim, dan dipromosikan untuk melatih Milan di musim 2014/2015. Inzaghi menerima tonggak kepelatihan dari Clarence Seedorf, yang dipecat oleh Milan. Memiliki masa waktu mulai dari pramusim hingga musim 2014/2015 berakhir sebanyak 372 hari, Inzaghi memimpin 40 partai Milan, dengan presentasi, 14 kemenangan, 13 seri, dan 13 berakhir kekalahan. Ini adalah tim terburuk Milan sejak 2000/2001.

          

Berakhirnya kisah Inzaghi dan Milan bukanlah sebuah berita baru. Rumor yang berkembang sudah berlangsung hampir sejak awal tahun lalu, dimana Milan mengalami sebuah fase yang “mengerikan” untuk sebuah klub dengan status salah satu “Tersukses di Eropa dan Dunia”. Pada akhir musim, Inzaghi membawa Milan berada di posisi ke-10 klasemen Serie-A, untuk kedua kalinya secara beruntun gagal masuk ke kompetisi Eropa musim depan. Sehabis musim, Mihajlovic yang merupakan pelatih Sampdoria, dikabarkan menjadi kandidat pengganti dirinya, setelah beberapa nama tenar seperti Ancelotti, Klopp, dan Emery yang digosipkan mengganti dirinya berakhir ditelan waktu. Dan pada Intinya, siapapun nama yang diapungkan, itu adalah sebuah sinyal romantisme Inzaghi dan Milan telah sampai di ujung jalan. Kabar beredar mengatakan bahwa Milan akan membayar kompensasi sebesar € 600.000,- kepada Inzaghi untuk mundur secara baik-baik, mengingat bila Milan memecatnya, Milan akan mengeluarkan biaya untuk membayar gajinya selama sisa kontraknya (1 musim lagi, sekitar € 1,600.000). Inzaghi yang menolak, Milan yang terus berusaha meyakinkan dia membawa babak baru dalam kisah ini. Tak ingin berlarut-larut, Milan akhirnya memecat Inzaghi. Romantisme di ujung jalan berakhir sudah.

 

Jangan Salahkan Milan

Corriere Dello Sport pernah mengabarkan seusai pertandingan Milan vs Torino musim ini, yang berakhir dengan kemenangan 2-1 untuk Torino, terjadi sebuah friksi di dalam bus tim Milan. Inzaghi yang begitu marah dengan penampilan anak asuhnya, mengatakan bahwa mereka tidak memahami makna dari kaus merah-hitam (Jersey Milan-red). Mereka tidak pantas menggunakannya. Tidak terima dengan ucapan Inzaghi, seorang pemain berceletuk: “Kami memang tidak pantas menggunakan kostum ini, tetapi anda juga tidak pantas melatih tim sebesar ini.” Sebuah rumor ini, terlepas benar atau tidak, adalah sebuah bukti nyata bahwa Inzaghi sendiri tidak mampu untuk mengontrol ruang ganti pemainnya sendiri. Inzaghi diberikan kesempatan selama semusim untuk memperbaiki Milan, yang diperlihatkan oleh Inzaghi sendiri adalah betapa “mediokernya” tim sekelas Milan.

Bilamana Inzaghi memang memiliki jiwa tanggung jawab yang tinggi, sudah seharusnya Inzaghi meninggalkan Milan, seperti yang dituliskan dalam Tesisnya di kursus kepelatihan FICG, yang berjudul “UNA MENTALITA’ PER “ESSERE” VICENTI” atau dalam bahasa Indonesia kira-kira berarti : Sebuah Mental Menjadi Pemenang”. Dalam tesisnya, Inzaghi mengatakan Seorang pelatih harus memiliki kultur, mengetahui batasan, memahami lingkup aktivitas yang ditanganinya. Untuk mengetahuinya seorang pelatih harus tahu untuk menerjemahkan pengetahuan dan budaya ke dalam latihan. Inzaghi juga menambahkan bahwa keberuntungan itu tidak ada di dunia ini. “Keberuntungan” yang diyakini oleh dia adalah pengembangan kemampuan dan hubungan ke titik paling maksimum. Berkaca dari dua hal yang didapatkan dalam bab pertama tesis Inzaghi, seharusnya yang ditemukan dalam Milan adalah tim yang harmonis dan memiliki ruang ganti yang solid. Namun, itu tidak terlihat di lebih dari setengah musim Milan, yang penuh dengan drama dan kekecwaan dari para fansnya. Inzaghi, sebagai seorang pelatih harus paham kegagalannya dalam mengimplementasikan apa yang ditulisnya. Jauh sebelum musim berakhir, Inzaghi seharusnya “mundur” secara terhormat.

Namun yang terjadi adalah Inzaghi tetap bertahan dan bertahan. Entah sedang meyakini bahwa masih ada secercah harapan untuk bangkit, atau sedang mempertahankan pundi-pundi uang yang bisa didapatkannya dari pemecatan dirinya, entahlah. Yang pasti, Milan melalui Galliani sudah datang dengan cara yang “baik”, untuk mengakhiri romantisme diantara dirinya dan Milan. Inzaghi menolak, dan Milan harus membayar kompensasi sebesar gajinya selama semusim. Bagi sebagian pihak, itu adalah hal yang wajar. Inzaghi tetap harus mempertahankan pendapatannya. Tetapi, dia tidak menyadari apa yang telah dilakukannya untuk Milan. Milan memecat Seedorf dan membayar kompensasi untuk mengakomodasi dirinya menjadi pelatih Milan. Milan ditengah kesulitan keuangan tetap berusaha mendatangkan pemain yang pastinya mampu membawa Milan tidak sekedar duduk di posisi 10 di akhir klasemen Serie-A. Apakah ini yang disebut dengan Cinta? Apakah ini yang disebut dengan romantisme abadi? Bila harus jujur, Inzaghi telah melukai Milan, terlepas alotnya persoalan terminasi kontrak antara dirinya dan Milan. Seedorf tidak seberuntung Inzaghi, apalagi Leonardo. Namun, keduanya memberikan hasil yang lebih baik untuk Milan. Seorang pelatih sejati, akan mempertanggung jawabkan kinerjanya, bukan mencari-cari celah untuk mempertahankan kepentingan pribadinya di atas kepentingan klub yang memberinya pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun