Mohon tunggu...
Daniel Oslanto
Daniel Oslanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Rasanya lebih sulit berganti klub kesayangan ketimbang berganti pasangan (Anekdot Sepakbola Eropa) - 190314

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Menelisik Keputusan Menpora untuk PSSI

21 April 2015   10:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:51 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Keputusan Menpora membekukan PSSI, menyalahi statuta FIFA? (credit : Kompas)"][/caption]

Kondisi sepakbola nasional menuju titik nadir terkelam. Menpora mengeluarkan Surat Keterangan (SK) yang menyatakan bahwa segala tindak tanduk PSSI baik berupa keputusan maupun kegiatan tidak sah, pada tanggal 17 April 2015. La Nyalla Mattalitti (LNM), ketua umum PSSI yang terpilih dalam kongres PSSI sehari setelah SK pembekuan PSSI dikeluarkan, bersikeras bahwa Menpora telah melakukan abuse of power (penyalahgunaan wewenang). Dan untuk kesekian kalinya, PSSI mencari pembenaran diri dengan berlindung di bawah hukum FIFA, terutama pasal 13 yang berbunyi :

1. Members have the following obligations:

(g) to manage their affairs independently and ensure that their own affairs are not influenced by any third parties;

Bila disederhanakan dalam bahasa Indonesia, maka Pasal 13 ayat 1 Hukum FIFA adalah setiap anggota memiliki kewajiban untuk mengatur urusan masing-masing secara independen dan tidak dipengaruhi oleh pihak ketiga.

Yang dilakukan oleh Menpora saat ini adalah tidak memberikan izin dan legalitas terhadap organisasi bernama PSSI. Sebagai pemerintah yang menjalankan hukum dan perundang-undangan di Indonesia, Menpora berhak untuk mengambil tindakan sanksi bagi organisasi yang tidak menaati hukum di Indonesia, yang dalam hal ini, PSSI masih “ngotot berseteru dengan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI)” yang menjadi perwakilan pemerintah dalam kasus pengelolaan Liga Indonesia.

Secara implisit, Menpora tidak melanggar Hukum FIFA Pasal 13 ayat 1G. Menpora tidak “mengganggu urusan internal PSSI”, mulai dari mengintervensi PSSI terkait masalah kongres maupun para pemangku jabatan di PSSI. Menpora hanya tidak mengakui PSSI sebagai sebuah organisasi yang legal karena dianggap tidak mengindahkan peraturan dan himbauan Kemenpora. Itu sebabnya, ancaman sanksi FIFA memang membayangi Indonesia, namun hingga saat ini FIFA belum memberikan komentar resmi apapun terkait pembekuan PSSI oleh Menpora, CMIIW.

Apapun ceritanya, sikap PSSI yang tidak mengindahkan BOPI hanyalah puncak dari berbagai kekesalan pemerintah terhadap PSSI. Hal ini karena PSSI sendiri memiliki begitu banyak “catatan hitam” dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai sebuah lembaga yang kerap berlindung dibawah Hukum FIFA pasal 13 ayat 1G, PSSI tidak pernah menjadi organisasi yang transparan terkait masalah organisasi maupun masalah yang berhubungan dengan anggaran organisasi. Padahal PSSI mendapatkan anggaran dari Kemenpora setiap tahunnya. Tidak berhenti sampai disitu. Pengelolaan Liga yang benaung dibawah kekuasaan PSSI terkesan amburadul. Bagaimana tidak, PSSI dengan seenak jidatnya mengganti Liga Super Indonesia (LSI) menjadi QNB League, hanya satu hari sebelum liga bergulir.Jauh sebelumnya, Indonesia menjadi pembicaraan Internasional setelah kasus “sepakbola gajah” di pertandingan PSS Sleman vs PSIS Semarang. Dari sisi klub, wacana klub LSI menjadi klub profesional hanyalah pepesan kosong hingga saat ini sejak digulirkan tahun 2004. Banyak klub LSI masih menggunakan bantuan dari “pemda”, “pemkot” yang tidak lain adalah pemerintah, untuk menjalankan operasional klub. Hal ini semakin lengkap dengan prestasi timnas yang nirgelar dari tahun ke tahun, hingga peringkat FIFA milik Indonesia yang berada di bawah Timor Leste, sebuah negara kecil dengan sepakbola yang dipandang sebelah mata di ASEAN.

Bila sepakbola Indonesia dihukum FIFA, apakah Indonesia tidak bisa bermain sepakbola? Tidak juga. Karena Sepakbola tidak diakui FIFA, bukan berarti Indonesia tidak bisa memiliki Liga Sepakbola sendiri. Sepakbola tetaplah bisa dimainkan, Indonesia tetap bisa memiliki LSI meski tidak diakui dunia Internasional. Bukankah selama ini yang menikmati sepakbola Indonesia hanyalah rakyat Indonesia saja? Bila begitu, kenapa harus ngotot sepakbola harus diakui dunia internasional, bila yang menikmati hanya rakyat Indonesia? Disinilah sisi yang menggelitik dari kengototoan LNM dkk, yang selalu berlindung di bawah hukum FIFA untuk keputusan kemenpora.

Sekedar tambahan, Hinca Panjaitan, Ketua Komdis PSSI, yang pada kongres PSSI 18 April kemaren terpilih menjadi salah satu wakil ketua PSSI, pernah berujar di salah satu program TV, “ Sepakbola adalah Milik FIFA, bukan Milik Rakyat Indonesia.” Semoga dengan pembekuan PSSI, FIFA menghukum Indonesia, dan Pemerintah membuktikan bahwa LSI tetap bisa digulirkan meski tidak diakui dunia. Membuktikan bahwa sepakbola itu milih seluruh penikmat sepakbola.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun