Dagelan Manchester United
Moyes Adalah Moyes, Tidak Akan Pernah Menjadi Ferguson
MU Tertatih di Liga Inggris. Sebagai juara bertahan, MU seharusnya mendapatkan posisi yang lebih baik ketimbang berada di posisi ketujuh, terpaut sebelas poin dengan pemuncak klasemen. Secara matematis, peluang MU mempertahankan gelar juara musim ini memang ada, namun mengingat ketatnya persaingan di papan atas, rasanya sulit sekali melihat MU akan berjaya di akhir musim. Moyes, suksesor dari Sir Alex Ferguson, belum mampu mengangkat MU ke kasta yang sesuai dengan tim tersukses di Inggris ini. Apakah benar Moyes adalah Manager yang tepat untuk MU? Apakah yang menjadi persoalan MU di musim ini? Cedera, transfer pemain yang tidak sesuai? Atau hal lain?
Well, persoalan paling pelik MU adalah Ferguson. Sir Alex Ferguson meninggalkan bayangan yang sangat besar bagi suksesornya, David Moyes. Ya, dengan sederet prestasi yang membawanya menjadi Manager paling sukses dalam sepanjang sejarah sepakbola, Fergie tentunya meninggalkan beban kepada Moyes, seorang pelatih yang memiliki nihil latar belakang melatih tim besar. Ketika Moyes gagal melakukan startnya dengan baik musim ini, Publik Mancunian dan segenap fans MU berkilah bahwa Fergie, panggilan akrab Ferguson juga mengalami tiga tahun momen sulit dan penuh pergumulan bersama dengan MU. Sayangnya, Moyes adalah Moyes, dan Fergie adalah Fergie. Ada beberapa perbedaan diantara keduanya.
[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="(Kesuksesan Sir Alex Ferguson di MU meninggalkan bayangan besar bagi Moyes. Credit : Foxsport Australia)"][/caption] Secara historikal, Fergie mulai menuai hasil beberapa tahun setelah dia bekerja keras membangun tim. Ada yang cukup menarik dari hal ini. Harus saya akui, Fergie adalah seorang pelatih berkelas. Sebelum melatih MU, dia membawa sebuah perubahan penting bagi klub yang dilatihnya, termasuk Aberdeen, hingga tim Scotlandia itu berhasil menjadi salah satu tim yang diperhitungkan di liga domestik maupun di kawasan Eropa. Fergie menerapkan disiplin dan metode latihan yang baik sehingga bisa meraih sukses yang tahan lama dan stabil. Oleh karena itu, Fergie selalu mendapat dukungan dari Board meskipun gagal di awal-awal kepelatihannya bersama MU. Moyes sendiri datang dengan cerita berbeda. Moyes membangun Everton dengan sangat baik, dan Scottish Connection membawanya kepada MU. Yap, sedikit banyak kehadiran Moyes dipengaruhi oleh Fergie, bukan para Board yang menginginkan nama lebih beken seperti Jose Mourinho yang awalnya santer dikabarkan menggantikan Fergie.
Lanjut ke tingkat disiplin dan ketegasan. Moyes kalah telak dibandingkan Fergie. Bila Fergie masih bermain di MU, jangan harapkan melihat Rooney masih tampil di Theathre of Dreams. Fergie percaya seorang pemain tidak akan pernah lebih besar dari pelatihnya, dan keduanya tidak akan pernah lebih besar dari klub itu sendiri. Fergie selalu mengingatkan kepada setiap anak didiknya untuk bekerja keras dan disiplin, menaati semua peraturannya, atau segera angkat kaki dari hadapannya. Korbannya sudah banyak, mulai dari Paul Ince, Peter Schmeichel, Roy Keane, Rud van Nistelroy, Jaap Stam, David Beckham dan Gabriel Heinze pernah merasakan ketegasan seorang Ferguson yang berujung pada penjualan mereka. Moyes? Ya, Rooney yang mulai membuat masalah baru setelah persoalan kontrak, tidak ingin bermain sesuai skema yang diminta Moyes, sebagai gelandang serang, telah menimbulkan intrik tersendiri bagi keduanya. Moyes tetap tidak setegas Fergie dengan melepas Rooney dari Manchester United. Di zaman Fergie juga, tiada yang berani bertingkah atau show-up ke media seperti yang dilakukan oleh Chris Smalling dengan pose Bomb Suicidernya, atau Anderson dengan sikap indisiplinernya.
[caption id="" align="aligncenter" width="634" caption="(Tertangkap media dengan kostum pembom bunuh diri ala Smalling tidak akan terjadi di Era Fergie. Cerdit : Dailymail)"]
Beranjak ke masalah taktik dan strategi. MU semasa ditangani oleh Ferguson dikenal dengan dua hal, Hairdryer treatment dan Fergie Time. Hairdryer treatement adalah sebuah istilah untuk sikap Fergie yang marah habis-habisan kepada pemainnya di ruang ganti, baik secara tim maupun personal langsung si pemain. Tak ayal semprotan pedas Fergie ini membuat pemain memperlihatkan permainan yang lebih baik dan seringkali hal ini mujarab. Fergie time adalah waktu dimana anak asuh Ferguson akan meningkatkan intensitas serangan untuk meraih gol kemenangan, dan ini biasa dilakukan menjelang laga berakhir. Dua ciri khas Ferguson ini nyaris tidak terlihat lagi di MU saat ini. Sekali lagi, Moyes adalah Moyes, tidak akan pernah menjadi Ferguson.
[caption id="" align="aligncenter" width="663" caption="(Hairdryer Treatment memang menjadi ciri khas di Era Ferguson. Credit : Bursabet)"]
Beranjak ke masalah transfer dan profesionalitas. Harus diakui, Moyes justru kehilangan tajinya setelah bergabung bersama MU. Dengan dana melimpah dan besar, Moyes terkesan enggan melakukan seperti yang dilakukannya di Everton, merekrut pemain murah, mentah, berkualitas. Fergie sendiri tidak lupa untuk melakukan “perjudian” di hampir setiap musimnya. Bisa jadi memasukkan pemain muda ke tim utama, atau membeli pemain antah berantah yang mempunyai effort bagi tim. Ole Gunnar Soksjaer, Peter Schmeichel, dan Javier “Chicharito” Hernandez adalah contohnya. Bahkan isu yang lebih parah, Moyes terkena isu membawa persoalan pribadi dengan Wilfried Zaha, sehingga tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi pemain muda ini. Padahal Fergie begitu yakin dengan kemampuannya, dan harga 15 juta pounds untuk seorang pemain muda jelas menggambarkan sebenarnya kualitas pemain ini. Di sisi lain, Ferguson sendiri nyaris tidak pernah langsung pergi mengamati pemain, kecuali seperti yang dilakukannya saat memantau De Gea bersama mantan pelatih kiper MU, Erick Steele. Moyes? Moyes melakukan penerbangan ke Sardinia, Italia untuk menyaksikan laga Cagliari melawan Juventus, kemudian terbang ke Paris menyaksikan laga PSG versus Bordeaux pekan lalu. Well, apakah MU dalam keadaan begitu genting untuk melakukan transfer pemain di musim dingin ini, hingga para “mata-mata” MU tidak bisa meng-handle urusan memantau pemain? Hanya Moyes yang tahu. Sekali lagi Moyes adalah Moyes, tidak akan pernah menjadi Fergie.
[caption id="" align="aligncenter" width="615" caption=" (Moyes, melakukan perjalanan ke memantau langsung buruan MU ke Italia dan Prancis. Pertanda United membutuhkan bintang baru? Credit : Mirror (UK))"]
Di era sepakbola modern yang sudah bertransformasi, bukan lagi sekedar hiburan namun juga menjadi industri, mobilitas menjadi kebutuhan yang penting. Para fans MU boleh berharap kisah Indah Ferguson terulang bersama Moyes, namun tetaplah yang menjadi catatan bahwa keduanya mengalami masa, tantangan, dan tuntutan yang berbeda. Saya percaya, menatap masa lalu yang indah memang menyenangkan, namun terlalu lama bernostalgia membuat kita lupa akan masa sekarang.
Saatnya untuk mencoba realistis, Moyes adalah Moyes, takkan pernah menjadi Fergie. Bangkit segera, Manchester United. Glory Glory Manchester United.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H