Mohon tunggu...
Daniel Oslanto
Daniel Oslanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Rasanya lebih sulit berganti klub kesayangan ketimbang berganti pasangan (Anekdot Sepakbola Eropa) - 190314

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Pesan "Brazil" untuk Indonesia

12 Juni 2014   21:14 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:02 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesan "Brazil" Untuk Indonesia

[caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="Logo Piala Dunia Brazil 2014 (Blogspot)"][/caption] Stop! Berhenti sejenak untuk beretorika mengenai siapa Capres dan Cawapres yang akan memimpin bangsa ini. Alihkan sejenak perhatian hari ini. Brazil sudah bersolek untuk menyambut 32 negara yang berasal dari berbagai belahan bumi. Apa kabar Brazil? Ya, mulai menghitung Jam menuju pembukaan Piala 2014 di Brazil. Semua mata tertuju pada Sao Paulo, sebuah kota di Brazil yang akan menjadi venue dari pembukaan pesta paling akbar dunia sepakbola. Seberapa besarkan dampak Piala Dunia bagi seluruh penduduk Bumi? Hmm, Rusia bisa mengalihkan sedikit atensinya yang sedang berseteru dengan Ukraina untuk mendukung pahlawannya, Akinfeev dkk. Saatnya kita menikmati sajian terakbar sepakbola, dimana sang raja sepakbola, Brazil akan memulai kampanyenya untuk meraih gelar ke-6 Piala Dunia. Tim dari Eropa berambisi untuk merebut kesempatan untuk mencatatkan diri sebagai tim pertama yang meraih Piala Dunia di kawasan Amerika Selatan. Pesta terakbar ini memang bukan menjadi milik semua orang. Tanyakan saja itu pada Zlatan Ibrahimovic atau Gareth Bale. Keduanya sebagai sosok pemain yang fenomenal di dalam dunia sepakbola tidak dapat berpartisipasi di dalam ajang empat tahunan ini. Di belakang mereka, kisah lebih miris telah antri. Adalah Marco Reus dan Ricardo Montolivo yang menjadi pelakon utama. Reus dan Montolivo dipastikan tidak bisa bermain untuk Jerman dan Italia di saat-saat terakhir, atau dua minggu sebelum pagelaran Piala Dunia Brazil. Setelah berjuang dua tahun lebih bersama timnas, mempertahankan performa ciamik bersama klub, sebuah benturan dalam laga persahabatan dua minggu menjelang Piala Dunia harus mengubur impian mereka. Beralih sejenak ke timnas Spanyol. Tentu masih segar dalam ingatan para pecinta sepakbola bagaimana panas dan tingginya tensi sebuah laga Barcelona vs Real Madrid atau yang disebut dengan El Classico. Tak jarang terjadi pertengkaran antar pemain di atas lapangan, yang menjadi santapan nikmat para media untuk berita headline keesokan harinya. Spanyol memiliki kekuatan utama dari pemain kedua klub. Iniesta, Xavi, Busquet, Pique akan melupakan rivalitas nya dengan Sergio Ramos, Xabi Alonso, dan Iker Casillas, untuk bahu membahu mempertahankan Piala Dunia, membawa kebanggaan bagi negeri Matador, Spanyol. Apa yang lebih menyenangkan daripada tampil di lapangan dalam laga akbar Piala Dunia bagi seorang pesepakbola tak terkenal? Rasanya tidak ada. Bila Ibrahimovic dan Bale belum berkesempatan untuk mendapatkannya, seharusnya keduanya akan iri melihat para pemain Honduras atau pemain Iran. Sekalipun dianggap menjadi tim paling lemah di Piala Dunia, para pemain yang tak terkenal ini setidaknya pernah merasakan atmosfer kebanggaan disaksikan oleh milyaran pasang mata di seluruh dunia. Tidak jauh berbeda cerita dengan para pemain muda. Piala Dunia menjadi ajang “caper” bagi para pemain muda. Nama seperti Bentaleb (Algeria/Tottenham), Januzaj (Belgia/MU), Draxler (Jerman/Schalke), Stefan de Frij (Belanda/Feyenoord), Felipe Gutierrez (Chile/ Twente), Quintero (Colombia/ Porto), dan Granit Xhaka (Swiss/Monchengladbach) siap menujukkan kemampuan mereka untuk menarik perhatian dunia. Terlepas dari sejuta rasa mengenai Piala Dunia, sekali lagi sepakbola memperlihatkan bahwa olahraga yang baik akan menampilkan kompetisi yang baik pula. Diatas semua kemeriahan dan kemegahan Piala Dunia, terselip sebuah harapan untuk menjadikan sepakbola sebagai alat mengampanyekan semangat berkompetisi secara sehat dan penuh integritas. Perang urat syaraf sebelum laga, adu komentar di media, tubrukan, perselisihan dan adu mulut di dalam lapangan, semuanya akan berakhir ketika wasit meniup peluit panjang. Para pemain saling bersalaman, bertukar kostum, berpelukan, pelatih saling berjabat tangan, dan tidak ada yang tersisa untuk dibawa ke luar lapangan, hanya hasil dari sebuah pertandingan sepakbola. Ini adalah pesan Brazil untuk Indonesia. Berkompetisilah secara sehat dan penuh integritas. Saya adalah satu dari segelintir orang yang gerah dengan berbagai kampanye negatif dan kampanye hitam yang terjadi saat ini, mulai dari kedai kopi hingga media sosial. Piala Dunia bak menjadi oase ditengah kegerahan mendengar dan melihat berbagai caci maki antar pendukung super fanatik dari kedua calon Presiden RI. Andai saja kita bisa meniru semangat piala dunia, berkompetisi secara sehat untuk menjadi yang terbaik, mungkin kita tidak hanya bertindak sebagai pelaku saja, tapi kita juga menikmati kampanye, pemilu dan hasilnya. Daniel Oslanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun