Tulisan ini saya buat bukan untuk menyanggah atau membela salah satu pihak. Saya menulis ini setelah mencoba menempatkan posisi saya jika seandainya saya yang berada di pihak yang terkait dalam tulisan berikut ini.
Belm lama ini, saya melihat sebuah share di akun seorang kawan. Isinya curhat seseorang yang baru saja mengalami kejadian tidak menyenangkan ketika akan check in di terminal 2F atau terminal maskapai Garuda Bandara Soekarno Hatta.
Postingan tersebut berbunyi sebagaimana yang saya copy paste di bawah ini tanpa mengurangi atau menambahkan isi postingan:
"Tragedi n drama pagi ini.. Barang2 kami d bongkar di bandara soekarno hatta terminal 2F, kami dibentak2 sama petugas bandara karena membawa "snow spray".. Dari awal petugas membongkar saya mewanti2 agar merapikan barang2 kami seperti awal lagi karena saya berangkat bersama kakak perempuan dan anak2nya, tidak ada laki2 yg mendampingi kami jadi tidak ada yg bisa membantu kami mengangkatnya.. Petugas2 itu menjawab "iya".. Setelah diambil semua snow spray, barang kami diletakkan begitu saja, tanpa diikat seperti awal lagi.. Kami complaint k petugas2 itu tapi mereka tidak memperdulikan, akhirnya saya foto petugas2 itu, eh itu yg petugas yg bernama "rika" berteriak dan dengan kasar mau mengambil hp saya.. Dan semua petugas keluar dan hanya tertawa saja.. Akhirnya porter yg kami pakai yang merapikan.. Kasian skali bapaknya.. Ati2 barang anda d bongkar d terminal 2F soekarno bandara hatta! Note : dalam situasi itu ponakan saya sedang disuapin kaka perempuan saya, ponakan saya sampe nangis dan muntah2 tapi "petugas-petugas yg luar biasa" itu tidak perduli.. Saya ga tau apakah mereka tidak ditrainning sebelumnya? Atau kepala angkasa pura yg tidak mengontrol anak buahnya secara berkala sampai kejadian2 seperti inj bisa terjadi? Tolong disebar.. Jika anda memiliki partner di kompas tv, metro tv atau kenalan reporter tolong bisa menghubungi saya untuk menindak lanjuti hal ini.. Terima kasih saudara2 ✌🏼"
Postingan itu disertakan gambar foto tiga petugas Aviation Security yang ada di lokasi pada saat kejadian berlangsung.
Saya suka mengobrol dengan banyak orang dari berbagai kalangan dan profesi, karena dengan begitu saya bisa mendapatkan gambaran tentang dunia kerja mereka. Saya menarik kesimpulan bahwa bekerja di bidang pelayanan/jasa adalah profesi yang paling berat. Sebab bidang profesi ini berkaitan cara menghadapi orang/pelanggan/nasabah yang jumlahnya tidak sedikit dan memiliki berbagai karakter dan masalah.
Media massa belakangan ini menjadi tempat curhat paling disukai, terutama Facebook. Menulis di akun pribadi memang lebih mudah ketimbang menulis di tempat lain. Bahasa dan data tidak perlu terlalu banyak diedit dan dipertimbangkan. Selain itu, sudah menjadi sifat manusia bahwa dia senang diperhatikan, ditanggapi dan berbagi.
Sekilas, membaca bagian awal postingan, ada kesan si penulis mengalami ketidakadilan. Dia membuka postingannya dengan kata 'tragedi', yang sudah menjebak pemikiran para pembaca sebelum membaca isi lengkap postingannya. Dua wanita dewasa bepergian berdua dengan para keponakan yang masih kecil, bagasi banyak. Saya bisa membayangkan kerepotannya. Lalu pada saat masuk ke ruang check in (ini adalah kesimpulan saya, melihat foto-foto wujud bagasinya, bahwa bagasi berukuran kardus itu terlalu besar untuk dibawa masuk ke dalam kabin pesawat), petugas aviation security (avsec) mengetahui calon penumpang ini membawa snow spray dan memberitahu si penumpang bahwa mereka dilarang membawa snow spray dalam penerbangan sehingga bagasi mereka harus dibongkar. Sejauh ini tak ada masalah.
Si calon penumpang tidak keberatan snow spraynya diambil dengan syarat petugas membereskan dan merapikan packing bagasi seperti semula. Si petugas mengiyakan.
Nah, masalahnya baru muncul di sini nih. Setelah mengambil snow spray, si petugas tidak membungkus kembali bagasi seperti semula. Si calon penumpang protes. Menurut cerita, protesnya diabaikan dan para petugas yang ada malah menertawakannya. Lalu dia memotret mereka dengan ponselnya, yang sempat mendapat reaksi dari petugas, dan sisanya bisa kita baca dalam postingannya tersebut.
Itu versi dia. Saya katakan versi dia karena kita tidak berada di sana, tidak menyaksikan kejadian itu dengan mata kita sendiri. Kita hanya membaca ceritanya.
Waktu saya buka akun Facebook pada pagi hari berikutnya, postingan itu sudah dishare lebih banyak orang dan sudah masuk menjadi salah satu berita dalam media online Surya Malang. Isinya kurang lebih sama saja, terkesan berita yang dibuat dengan cara copy paste, tidak ada wawancara langsung dengan pihak yang terkait. Di media ini, si penulis postingan pengaduan itu menanggapi komentar-komentar yang rata-rata bernada sama, kecuali komentar terakhir, yang ditulis oleh Vrino Sebastian, seorang karyawan PT Angkasa Pura II (Persero). Berikut saya copy paste komentarnya:
"Mhon maaf sebelum nya para Netizen terhormat, Mungkin kita belum tau Kebenaran nya seperti apa, kita baru mendengar dan melihat dari sebelah sisi. Mungkin bisa saja penumpang mengada2 krna brang bwaan nya tdak boleh dbwa dan dy pun merasa kesal. Tentang melakukan perjalan udara smua nya telah diatur dlm UU Penerbangan No 1 Tahun 2009 pasal 136. Hasil dari forum avsec saya baca, dan rekaman cctv apa yg seperti d tulis mbak itu tdak sesuai kebenaran nya. Mari kita sama mengerti saja tugas teman2 kita AVSEC di lapangan, tugas mereka berat, nyawa mereka taruhan nya, seragam mereka taruhan nya, kesalahan sedikit anak istri mereka taruhan nya, knpa ??? Karna mereka lakukan demi keselamatan orang banyak bukan keselamatan perorangan,. Apa yg terjadi klw mereka melakukan keslahan, banyak sekali yg dirugikan. Pernakah penumpang atw pun teman yg bkrja d bndara menyucapkan terimakasih kepadanya disaat penumpang terbang dan sampai d bandara tujuan dengan selamat dan pekerja yg melakukan kegiatan d bndara dengan selamat smpai pulang ??? Tidak !!! bahkan sedikit pun tidak ada sma sekali, malah yg ada penumpang dan pekerja berfikiran negatif kepada mereka. Padahal penumpang dan teman2 pekerja sudah tau ada regulasi, smua regulasi bukan dr dy teman2 AVSEC, smua dr pemerintah, mereka hanya perpanjangan tangan saja dan yg menerapkan dilapangan, tapi penumpang bahkan teman2 yg pekerja tidak mau mengerti, seakan teman2 AVSEC di lapangan d bilang arogan. mungkin mereka AVSEC telah terlanjur lelah dengan sebagian masyarakat indonesia yg mau menang sendiri, yg gak mau patuh dengan aturan dan hukum. Ada pun kekesalan ataw arogan mereka teman2 AVSEC, dikarenakan sebagian penumpang dan teman2 pekerja karna sebagian penumpangan dan teman2 pekerja mengerti dengan aturan, tapi tidak mau mengerti, karena melihat teman2 AVSEC yg menjalan regulasi hanya seorang SECURITY, mari kita rubah pola pikir dan Pandangan kita demi terciptanya Keamanan dan Keselamatan dlm dunia Penerbangan. Tks wasalam, smga Allah slalu meridhoi AVSEC indonesia, bravo AVSEC, slalu lakukan tugas Mulia Mu, Tuhan brsma kita smua"
[caption caption="Sumber: http://suryamalang.tribunnews.com/2015/12/14/curhat-di-facebook-dibentak-bentak-petugas-bandara-soekarno-hatta?page=3"]
Saya punya kawan yang bekerja sebagai petugas check in maskapai Garuda dan Citilink dan banyak mendengar cerita menarik seputar pekerjaan mereka. Menghadapi orang tidak mudah, seperti yang saya katakan di bagian awal tulisan, karena setiap orang punya karakter dan masalah masing-masing. Pola pikir kita berkata pelanggan adalah raja. Lalu dia lupa bahwa di belakang kalimat itu sebenarnya ada terusannya "...dengan catatan raja juga bisa bekerja sama dengan para pengawalnya." Merasa sudah bayar tiket mahal, lalu tak peduli bahwa dengan membayar tiket, berarti dia setuju dengan isi kontrak yang mengikat sejak dia masuk ke bagian check in sampai pesawat mendarat, yang diwujudkan dalam bentuk selembar tiket. Isi kontrak mencakup hak dan kewajiban penumpang, salah satunya adalah mematuhi larangan membawa barang-barang tertentu.
Penjabaran benda-benda yang tidak boleh dibawa dalam penerbangan bisa dilihat di https://www.tiket2.com/blog/inilah-benda-benda-yang-tidak-boleh-dibawa-ke-pesawat/. Sumber masalah kejadian di atas adalah snow spray. Snow spray adalah termasuk barang aerosol, poin dua dalam situs yang sudah disebutkan di atas.
Sumber masalah kedua adalah efek dari pembongkaran. Si calon penumpang ingin petugas merapikan kembali bagasi yang dibongkar seperti semula. Si petugas, tentu saja, tidak mau melakukannya karena dia harus menangani para calon penumpang berikutnya. Sebenarnya si calon penumpang tak perlu gaduh dengan petugas. Dia hanya tinggal membawa bagasinya di bagian Aerotek untuk wrapping dan diikat. Biayanya tidak sampai Rp. 100.000,00, dan semua orang bisa santai. Atau kalau dia tidak mau mengeluarkan uang ekstra, dia bisa membawa lakban besar di tasnya sebagai antisipasi tindakan pembongkaran.
Sayangnya, yang dia lakukan justru ribut dengan petugas. Ini saja sudah mengganggu ketertiban umum. Di luar negeri, calon penumpang seperti ini bisa diseret ke ruang petugas keamanan bandara. Bisa jadi dia malah dilarang terbang. Petugas keamanan berhak melakukan ini, jika mereka mempertimbangkan bahwa tindakan calon penumpang ini bisa menimbulkan keresahan bagi orang-orang di sekitarnya. Coba saja tonton Ultimate Dubai Airport atau Fox Crime, kita bisa melihat bagaimana petugas bandara negara lain menangani para calon penumpang. Tidak ada toleransi sama sekali. Peraturan adalah peraturan. Pelanggaran akan dikenai hukuman.
Kesalahan kedua yang dilakukan di calon penumpang adalah memotret si petugas yang dianggap telah menghinanya. Kesalahan ketiga adalah menyebarkan potret tersebut di media sosial. Dalam kasus ini adalah Path. Kesalahan ketiga diperparah oleh temannya yang menyebarkan di akun Facebooknya. Dari akun ini, tribunnews mengcopy paste isi akun sebagai bahan berita di situs mereka.
Si calon penumpang jelas merasakan dirugikan dengan tindakan petugas. Tapi melampiaskan kekesalan dengan share di dunia maya juga tidak dibenarkan. Ada undang-undang yang mengaturnya, salah satunya ada UU ITE BAB VII Pasal 27 dan 28 mengenai Perbuatan Yang Dilarang. Memotret petugas tidak apa, sepanjang tidak ada larangan mengambil gambar di tempat tersebut. Tapi untuk apa dipublish ke media sosial? Mau membuat si petugas sadar? Tidak akan. Mau membuat petugas malu? Si petugas tidak melihat isi akun kita kok. Yang melihat foto si petugas juga belum tentu mengenal si petugas secara pribadi. Salah-salah si pengunggah malah kena tuduhan mencemarkan nama baik.
Ada alasan tertentu mengapa kita dilarang mengambil gambar atau memotret di area tertentu. Alasan yang utama pasti terkait dengan keamanan publik. Bandara adalah salah satu gerbang keluar masuk sebuah kota atau negara. Mengingat semakin maraknya tindakan terorisme, mungkin kita harus berpikir seribu kali jika hendak mengambil gambar di dalam bandara. Kita mungkin hanya ingin memamerkan perjalanan kita atau memamerkan interior bandara baru di kota kita. Tapi siapa yang tahu gambar yang kita upload menjadi sumber kelompok teroris untuk mengatur strategi penyerangan dalam bandara? Ngeri sekali, bukan?
Kembali ke persoalan kasus keributan Terminal 2F Bandara Soekarno Hatta di atas. Kita semua tahu kasus Prita Mulyasari dengan RS Omni Internasional Tangerang. Padahal Prita hanya curhat dengan temannya di email dengan menyebutkan secara detil nama orang-orang yang terkait dalam kasus tersebut. Lalu temannya mengunggahnya di media sosial, dengan alasan "berbagi agar orang lain tidak mengalami kejadian yang serupa." Lalu kasus yang belum lama menyangkut Florence Sihombing yang mencaci maki Sultan HB X dan masyarakat Yogyakarta--kasus ringan yang diawali dari kesalahan Florence sendiri, Kalau memakai istilah gaul, saya bilang nih orang udah kadung mokal duluan gara-gara kesalahannya sendiri, keki sendiri, terus dilampiaskan di akun Facebook dan dishare oleh temannya. Lagi-lagi teman yang men-share. Sama juga dengan kasus terminal 2F ini. Si orang yang merasa jadi korban curhat di Path miliknya, lalu oleh temannya yang baik diunggah ke Facebook. Dari situ, dalam sehari lebih dari 52.000 orang menshare cerita tersebut. Termasuk beberapa teman saya sendiri. Yang lebih mengejutkan, salah satu dari teman saya mengaku dia tidak tahu persis isi berita--cuma ikutan share aja. Biasalah--orang tidak peduli detil. Yang penting kata pembuka dan judul saja. Lebih parahnya lagi, tribunnews mengcopy paste isi postingan tanpa minta ijin dan langsung menerbitkannya di situs online mereka.
Waah, fatal sekali. Kalau pihak Angkasa Pura II memutuskan untuk menjalankan hak mereka berdasarkan UU ITE Bab VII Pasal 27-28 itu, saya tidak bisa membayangkan berapa orang yang kena jerat. Si calon penumpang bisa dituntut karena sengaja membawa barang yang masuk dalam daftar larangan. Ah, jangan bilang tidak tahu. Kan bisa mencari tahu, toh sekarang informasi mudah sekali didapat secara online. Sejak dulu aerosol sudah masuk dalam daftar ICAO dan IATA sebagai barang yang dilarang dalam penerbangan dan sampai sekarang belum berubah. Si calon penumpang ini tidak merasa bahwa dia terbang memakai fasilitas komersial, artinya dia bepergian bersama banyak orang, artinya setiap orang punya potensi menjadi pemicu jika ada kejadian error dalam perjalanan yang akan berlangsung. Berapa banyak penumpang Indonesia yang menyadari ini? Sedikit--sangat sedikit, saya yakin. Sebab mindset kita masih menganggap kita sudah membayar tiket, jadi kita punya kebebasan alias suka-suka gue. Aturan gue, dong, mau bawa snow spray, udah mahal tau, belinya. Eeeh, malah diambil. Terus barang diacak-acak petugas lagi, mentang-mentang berseragam, arogan, baru training aja, dipecat baru tau lo. Begitulah kurang lebih nada para komentator postingan ini. Belum termasuk kesalahannya adalah mengupload foto si petugas tanpa sensor, yang artinya dia melanggar privasi si petugas. Belum lagi dia menyebutkan permintaan kenalan stasiun TV, waah, berarti si nona ini betul-betul niat mempermalukan si petugas secara luas di media massa. Tadinya saya heran untuk apa IL yang berjilbab ini beli snow spray, tapi rupanya dia hanya membantu menyebarkan curhat temannya si IOW. Benar-benar teman yang baik IL ini. Sungguh beruntung IOW punya teman baik yang siap membantunya tanpa diminta. Sebagai bonus, sebagian besar komentator mendukungnya.
[caption caption="Sumber: http://suryamalang.tribunnews.com/2015/12/14/curhat-di-facebook-dibentak-bentak-petugas-bandara-soekarno-hatta?page=3"]
Sebelum saya menutup artikel ini, saya mengulangi kembali pernyataan di bagian awal bahwa saya tidak menyanggah atau membela salah satu pihak. Jika ada orang bertanya pada saya "gimana kalo kamu yang ngalamin kejadian ini". Biasalah--ini teknik jitu mendukung dan menutupi rasa malu karena sudah melakukan kesalahan di depan umum dan rasa malu karena sudah menyebarkan keburukannya sendiri. Saya akan menjawab "ooh, kemungkinan tidak akan terjadi, sebab sudah saya antisipasi." Caranya adalah mencari informasi sebanyak mungkin dari berbagai sumber mengenai barang yang dilarang dibawa dalam penerbangan. Jika saya belum yakin, saya akan meniru nasihat orangtua saya--membawa lakban dalam tas saya. Jika barang saya dibongkar, saya bisa membungkusnya kembali tanpa masalah. Lakban tidak termasuk dalam daftar benda yang dilarang dibawa ke kabin. Atau kalau tidak mau repot, saya bawa saja ke bagian wrapping. Cuma butuh Rp 50.000,00 untuk plastic wrapping dan Rp. 15.000,00 untuk tali pengikat.
Syukurlah, sampai sekarang saya belum pernah mengalami masalah seperti ini, baik pada saat melakukan perjalanan di dalam maupun di luar negeri. Baru-baru ini saya terbang dari Yogyakarta membawa sekardus besar benang rajut dan salak pondoh dalam tas plastik. Pada saat pemeriksaan di mesin scan, si petugas sempat menghentikan mesin untuk mengamati isi tas plastik saya. Setelah beberapa detik, dia tersenyum dan berkata, "Salak pondoh." dan memutuskan barang saya lolos pemeriksaan. Saya bercanda dengan membuka sedikit tas itu supaya dia bisa melihat bahwa isinya benar-benar salak, sambil berkata, "Snake fruit, kata orang bule." Dia menyeringai. Saya yakin banyak orang menggerutu jika diperlakukan seperti itu, tapi saya maklum saja karena itu memang tugas seorang avsec, kok. Lagipula salak tampak seperti granat nanas jika dilihat sekilas. Kardus benang rajut saya malah tidak diapa-apakan. Tidak rugi kan memberikan senyum pada petugas. Mereka bekerja melayani calon penumpang begitu banyak, dan butuh energi yang luar biasa besar menghadapi persoalan serta antisipasi kemungkinan yang akan terjadi. Sedikit kerjasama takkan merugikan siapa pun, sebab barangkali suatu saat kita yang berada di posisi mereka, bekerja di bidang jasa, dan kebaikan yang kita berikan pada orang asing pasti akan kembali kepada kita sendiri.
Jika kita masih mengalami kejadian yang tak menyenangkan pada saat berhadapan dengan pelayanan publik, ada prosedur pengaduan yang sesuai jalur hukum. Alangkah baiknya seandainya IOW mencari manager in charge petugas avsec dan melaporkan kejadian tersebut, bukannya curhat di media sosial. Lakukan saja prosedur itu, sabar sedikit, jangan emosi. Semua masalah pasti bisa dibereskan. Sekali masuk ke internet, selamanya akan ada di sana. Kita bisa saja menghapus postingan kita, tapi jangan lupa, kita selalu punya teman baik, dan teman-teman baik ini juga punya teman-teman baik lain, yang siap menyebarluaskan postingan kita dengan alasan 'supaya orang lain tidak mengalami kejadian serupa.'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H