"Duuhhh!! Duitku lagi seret neyh! Bangkrut tau!" Begitu ungkapan hati dan keluhan kita di masa-masa paceklik akhir bulan, yang seringkali kita temui. Ngomong-ngomong soal bangkrut, kata tersebut barangkali bisa mewakili kondisi tersebut. Kita, dari kalangan mahasiswa yang masih single atau bahkan yang sudah berkeluarga pun bisa jadi merasakan kebangkrutan ini.
Ini baru keadaan bangkrut alias "seret" yang biasa kita definisikan. Lalu bagaimana dengan definisi bangkrut yang didengungkan para ulama?
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bertanya, ''Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?'' Mereka (para sahabat) menjawab, ''Orang yang tidak mempunyai uang dan harta.''
Rasulullah SAW menerangkan, ''Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa, dan zakatnya, namun dia dahulu di dunianya telah mencela si fulan, menuduh (berzina) si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan, dan telah memukul orang lain (dengan tidak hak), maka si fulan ini diberikan kepadanya kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya (kepada orang lain), maka kesalahan orang yang dizalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke api neraka.'' (HR Muslim).
Di realita kehidupan yang ada, banyak sekali kita jumpai dan mendengar tentang orang-orang yang lolos dari tuduhan dan jeratan hukum, meski pada dasarnya mereka melakukan kedzaliman tersebut. Contoh kecilnya bila seseorang pernah berhutang namun amat disayangkan, Ia tidak pernah "ngeh" atau ada niatan untuk membayarnya, atau membunuh tanpa alasan yang dibenarkan Allah, praktik-praktik berbau sihir yang mencelakakan orang atau bahkan mengejek orang lain, terang-terangan atau terselubung yang tujuannya bukan untuk ishlah atau pebaikan personal tersebut.
Dzalim pada diri sendiripun bisa terjadi. Bisa kita lihat banyak kasus muda-mudi bahkan anak-anak sekalipun terjerat narkoba, atau sekedar ikut-ikutan teman tanpa sadar ia telah menyakiti mental, fisik dan jiwanya sendiri. Contoh kecilnya ialah terkadang bahkan seringkali kita menyiakan waktu kita untuk hal-hal yang tidak produktif atau hal-hal yang tidak banyak membawa manfaat untuk diri kita, dan melupakan hal yang jelas-jelas membawa barakah dan penyegaran diri seperti ritual membaca al-quran per harinya.
Saat itu, kita sering tidak menyadari bahwa hukum dan keadilan Allah akan ditegakkan di hari kiamat kelak. Yang pada saat itu tidak seorang pun yang dapat membebaskan diri dari kesalahannya selama di dunia, yang dia tak pernah bertobat dan menyesalinya.
Dalam peradilan Allah di hari hisab nanti, hukum akan ditegakkan seadil-adilnya. Kesalahan dan kebaikan sebesar biji beraspun, takkan luput dari perhitungan- Nya, tanpa ada sensor sedikitpun, dan tidak ada seorang manusiapun yang mendapatkan "hak istimewa" untuk terbebas dari hisab tersebut meskipun di kehidupan di dunianya Ia merupakan Presiden negeri ini itu atau punya jabatan ini itu.
Kedzaliman memang sesuatu yang hal yang kita benci namun terkadang kita tak sadar telah melakukannya terhadap orang yang kita benci, dan kepada orang yang kita cintai sekalipun. Oleh karenanya kita sebagai muslim mesti berusaha sekuat daya untuk menghindari perbuatan tersebut dan meminimalisnya. Kedzaliman alias injustice ini tentunya akan berakibat buruk pada diri kita pribadi dan juga pada orang lain.
Maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki diri agar kita terlepas dan keluar dari perbuatan tersebut. Pertama, bertaubat kepada Allah SWT, yang realisasi taubat tersebut harus kita cerminkan dari perbuatan kita, kata-kata kita, dan melaksanakan kewajiban seorang hamba Allah kepada Rabbnya baik dalam ibadahnya, membersihkan aqidahnya dari syirik dan lain sebagainya. Adapun kaitanya dengan muamallah dengan insan yang lain, kita kembali perbaiki dengan cara silaturahmi, meminta maaf dan atau mengembalikan haknya yang barangkali pernah kita rampas.
Ada sabda Rasulullah SAW yang ditujukan kepada umatnya yaitu, ''Barangsiapa yang melakukan perbuatan zalim terhadap saudaranya, maka hendaklah ia meminta dimaafkan sekarang sebelum datang hari yang tidak berlaku pada saat itu emas atau perak. Sebelum diambil darinya kebaikannya untuk membayar kezalimannya terhadap saudaranya, dan jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka dibebankan kepadanya keburukan saudaranya itu kepadanya.'' (HR Bukhari).
Saudara-saudariku, marilah kita bersama-sama mendorong diri kita untuk membebaskan diri dari menzalimi orang lain dan diri kita sendiri, dan juga agar kita dapat memenuhi hak setiap yang mempunyai hak akan haknya. Lakukanlah dari detik ini dengan kontinuitas dan ketekunan diri. Lakukanlah sebelum terlambat. Wallahu 'alam bishwab.
NB: tulisan ini pernah dimuat di Buletin KAIFA-IKPM cabang Pakistan tahun 2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H