Bulir-bulir air itu baru saja turun. Sepertinya itu bulir-bulir yang tertunda semalam. Iya, Memang itu yang tertunda setelah tiupan angin barat menghalaunya pergi jauh dan tak ada satu bulir pun yang kian menetes dari gelapnya langit.
Hujan itu baru saja membasahi tanah yang kering kersang. Meski baru sepagi ini, dia telah memuaskan dahaga tanah yang penuh derita, di mana tak ada satu embun pagi mampu memuaskannya, hanya dia yang mampu memberikan kepuasan itu. Hujan pemuas rindu dari sang pengadakehidupan.
Selepas kerinduan itu usai, makhluk-makhluk paling mulia berdatangan, masing-masing membawa persembahan berupa wewangian, sesajian dan bunga-bungaran yang semerbak indah mempesona. Mereka bersujud di tempat-tempat yang mereka yakini Dewa akan melewati tempat itu, dan tak ada yang tak mungkin, Rahmat akan berlimpah pada hari ini.
Hati sang mahkluk termulia sejatinya merindukan Tuhannya. Siapa yang tahu, jika waktunya tiba dia yang termulia dari setiap ciptaan akan hanyut dalam ribaan sang Dewa. Karena kesanalah dia harus pergi.
Oh.. sungguh Dewa tahu mana yang harus dibuatnya kala umatnya dalam kekersangan hati. Sabda dan irisan-irisan kasih menjadi sumber kepenuhan hati. Seperti hujan dipagi hari memberi kepuasan begitupun, Manusia tahu harus kepada siapakah dia mestinya berbagi kasih dan sukacita.
JPA.024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H