Hidup manusia terjadi oleh karena adanya penggabungan sel menjadi satu kesatuan. Dari penyatuan tersebut manusia kemudian mengenal siapa dirinya dan apa yang ada di luar dirinya. Inilah momentum yang dikenal dengan istilah "awarenesss"(kesadaran). Berangkat dari istilah awareness (kesadaran) maka, kita diantar kepada suatu pemikiran yang sederhana tentang reflektif dan fiksi.
 Reflektif  terdiri dari dua kata ref-reference (petunjuk) dan lektif  (memilih/pilihan). Sebagaimana hidup manusia adalah penyatuan, dengan demikian "kata" pun dapat digabungkan untuk mencapai indeks bahasa yang hidup. Singkat kata, reflektif adalah kemampuan seseorang memilih karakter dirinya sebagai petunjuk untuk dihidupi sesuai dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan demi satu tujuan atau visi di masa yang akan datang.
  Kata yang sama kemudian digunakan untuk menjelaskan objek perumpamaan, di mana objek ini akan mengambil peran dalam kehidupan seseorang.
       Problem Kertas PutihÂ
 "jadikanlah dirimu seperti kertas putih". Kata-kata ini sudah biasa didengar oleh kebanyakan  orang dan bahkan maknanyapun telah familiar. Salah satu makna yang sangat biasa adalah kesediaan. Kesediaan diri untuk menerima dan terlibat dengan apa yang ada di depan mata kita. Mata melihat, mulut berbicara dan otak berpikir kemudian menggerakan seluruh diri untuk bertindak. Ini merupakan ciri biologis manusia yang tidak terdapat pada kertas.
 Kertas hanyalah sebuah material biasa (lunak),  dia tidak akan pernah berubah nama menjadi plastik, besi, aluminium ataupun material lain. Kertas hanya akan dibentuk menjadi aneka macam bentuk lain yang unik dan indah  lewat setiap ide yang keluar dari pikiran seperti; perahu, bunga, daun, dan bentuk lainnya. Sekalipun demikian ia akan tetap disebut perahu kertas, bunga kertas, daun kertas dan berbagai sebutan atau nama lain dari keberadaannya. Namun dibalik itu dia tetap menjadi yang utama dan pokok dari keindahan itu sendiri (kertas).
Dengan melihat citra kertas, banyak sekali pertanyaan yang bermunculan. Salah satu di antara sekian banyak pertanyaan adalah mengapa manusia ingin membentuk dirinya (sikap) seperti sebuah kertas? Sedangkan bagi manusia, kertas tidak memiliki arti apa-apa. Dia hanyalah benda mati yang lunak dapat hancur ataupun dihancurkan kapanpun. Bila kotor, berdebu, sobek dapat dibuang kapanpun dan di manapun. Akankah manusia ingin seperti itu? Sepertinya tidak ada manusia yang ingin dirinya dibentuk seperti sebuah kertas. Setiap orang akan memukul dahinya sebagai tanda penyesalan ketika ia sampai pada kesimpulan yang demikian. Dengan kata lain keabsuran terhadap makna kertas berhenti di sini.
Kertas Putih dan Aktualisasi Diri di Hadapan Visioner
Dalam setiap kehidupan, kita sering mengambil makna dari berbagai benda yang ada disekitar kehidupannya, seperti halnya kertas. Setiap makna yang diambil hanyalah bagian positif dari benda, untuk mempertajam imajinasi dari pikiran. Manusia selalu menggambarkan diri seperti sebuah kertas putih yang siap dicoret dengan tinta-tinta kehidupan.Â
Dengan maksud lain sebagai sebuah sikap kerendahan hati kita, untuk dibentuk menjadi apapun. Sehingga kelak apa yang telah kita terima akan menjadi asupan pengetahuan kehidupan kita selanjutnya. Namun kita tidak pernah berbikir bahwa kita sering mengabsurkan keberadaan kita, sebagai seorang manusia yang berintelek. Sebagaimana kita mengabsurkan makna dari kertas di atas. Keabsuran kertas di atas merupakan sisi negatif yang tampak dari kertas itu sendiri.
 Kita sering terlihat kuat, tegar, kekar seakan kita mampu membentuk diri kita sedemikian mungkin untuk menjadi baik dengan menggunakan logika berpikir kita. Sungguh merupakan sebuah dimensi yang tampak dari keberadaan kita sebagai seorang manusia. Tetapi kita tidak pernah sampai kepada tujuan tersebut. Persoalan seperti ini kerap terjadi karena kita tidak pernah tahu akan apa yang harus kita buat. Rasionalitas kita terus berjalan, nalar kita terus mengukir berbagai ide di dalam kepala kita. Tetapi tidak ada satupun yang nampak dipermukaan kita. Salah satu nasihat yang mungkin dapat menyadarkan kita adalah kita tidak pernah mengendapkan apa yang kita pikirkan dan kita rasakan untuk menjadi satu bagian dari sikap kita yang utuh. Sehingga dapat membuat kita bertindak dan berbuah untuk setiap orang.
Ada sekian banyak orang menjadi kepala daerah dan membuat tanda hitam di atas putih sebagai suatu janji dan persetujuan dengan segala program yang akan ia jalani. Tetapi yang terjadi hanyalah kepalsuan. Sebuah kertas kembali menjadi yang utama akan perjanjian tetapi kita yang membuat janji menjadi yang terbelakang dari keberadaan yang sesungguhnya. Kita selalu bergerak kemanapun, sesuai keinginan kita. Kita selalu berbicara sesuai dengan keinginan kita dan kita selalu berpikir sesuai dengan setiap motivasi hidup kita. Tetapi kita jarang sekali untuk menepati apa yang telah kita setujui, kita ucapkan dan kita pikirkan.Â
Sangat benar jika ada orang yang mengatakan, suara yang keluar akan bertebaran bebas di udara dan tidak dapat ditarik pulang. Tetapi apa yang tertulis akan tetap tertulis dan akan terus dilihat dengan keadaan yang demikian. Sebuah janji akan menjadi absurd bila hanya dikatakan, tetapi akan menjadi nyata ketika janji itu dibuat kemudian ditulis diatas kertas putih yang adalah diri kita sendiri. Sehingga tidak dapat dihapus oleh siapapun.
Kertas putih yang dimksud adalah kebersihan dari diri kita (jiwa dan raga). Kita tidak perlu mencontohi sebuah kertas sebab kita adalah manusia dua dimensi badan dan jiwa. Kita memiliki kekuatan tetapi di satu sisi kitapun memiliki kelemahan. Kita dapat bangkit di saat kita terjatuh tetapi tidak dengan kertas. Kita adalah sebuah kertas yang tidak memiliki garis batas. Kita akan terus digunakan sampai Sang pembatas itu datang mengambil kita. Oleh sebab itu, sebelum Sang pembatas datang menghampiri kita, hendaknya kita mengisi hidup kita dengan apa yang baik dan benar yang bukan noda dan borok-borok kehidupan kita. Biarkanlah hidup kita menjadi lukisan indah yang terbentuk untuk menghiasi indah dan kelamnya dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H