Tiga bulan berlalu setelah pernikahan kami, ada kebahagian yang tidak bisa kami bendung karena perubahan yang terjadi pada tubuhku. Â Doni di malam pertama pernikahan kami dengan penuh cinta menerima semua yang ada padaku.Â
Ketulusan dan cinta Doni semakin menyiksaku untuk berkata jujur. Toh sejak kami menikah aku sudah merasakan perubahan pada tubuhku. Bangkai yang kusimpan rapat-rapat akhirnya tercium juga di sela kebahagian yang tengah menyelimuti kami.Â
Doni yang penuh bahagia mengatakan "sebentar lagi aku dipanggil ayah" seketika memelukku dengan air mata. Setelah mendengar pernyataan dokter "selamat, istrimu sudah lima bulan, kenapa baru kesini sekarang?" Jawabannya adalah air mata kami berdua.Â
"Ampuni aku Tuhan, Â aku telah berdosa, izinkan aku untuk memeluk indahnya anugerah-Mu setidaknya satu kali lagi."
Pemberian diri menjadi penyatuan hidup yang tidak dapat dipisahkan dari dahsyatnya hempasan badai dan gelombang. "Aku bersatu dalam dirimu karena adaku dalam kamu." Tak dapat kuingkari yang kau beri dari yang tidak kutaburi, sekalipun menyakitkan dan bahkan membunuhku dari kebahagian yang kupinta.
Aku telah memberi yang dipinta dari kepalsuan hidupku dan itu menyakitkan untuk dikenang. Sembilan bulan berlalu, aku melahirkan seorang putri kecil yang manis. Kebahagaiaan menyelimuti keluarga kecil kami.Â
Kelahiran telah memberi makna baru dalam bahtera hidup kami. Di atas penderitaan dan penyesalan ia bertumbuh menjadi seorang gadis cantik. Tak kusangka, hidup membutuhkan perjuangan panjang, seperti merajut pakaian sobek dalam kegelapan, tak tahu sisi mana yang harus dirajut.Â
Dan adakah segenggam harapan untuk merajut dengan sempurna di kala kegelapan menyelimuti. Aku telah menjadi pelita yang bernyala dari sisa-sisa minyak yang menempel pada dinding-dinding sumbuh, sambil menunggu kepastian yang tak pasti untuk tenggelam bersama gelapnya malam.
Aku, mendapati bertubi-tubi penyesalan dari awal aku mengandung hingga melahirkan. Novemberku masih bersemi dalam balutan kenangan dan air mata. Penyesalan telah kutepis dalam kesunyian. Aku masih memiliki segenggam harapan untuk melihat kebahagiaan anakku.Â
Memberi dari yang tidak ia miliki, mencintai dari yang tidak pernah kucintai, mengasuh dari kebencianku, membesarkan dalam sesal dan penderitaan yang tidak pernah ia ketahui.Â
Aku hanyalah seorang ibu, yang mampu menyusui dari pahitnya kenangan, tanpa kuulurkan tangan untuk meminta dan bahuku untuk bersandar. Aku telah memberi semua dari diriku.