Keenam calon ini berusaha  untuk memperebutkan kursi kepemimpinan negeri cengkeh, kelapa, kopra, pala, milu (jagung) di ujung utara Sulawesi yang berbatasan dengan Filipina dan Sabah (Malaysia) tersebut.
Sambil memandang kota Manado dan lautnya serta sekali-sekali saya melirik patung Imam Bonjol saya tersenyum ketika membaca beberapa kalimat dalam buku ini yang mengatakan Olly Dondokambey dan Steven Kandouw (OD-SK) telah menyulap negeri ini menjadi negeri turisme, negeri yang banyak punya jalan tol atau jalan raya, banyak punya bendung air, banyak hotel, banyak rumah sakit, punya banyak penerbangan, negeri yang sering  atau banyak kali dikunjungi para tokoh nasional.
Olly disebut sebagai pesulap, artinya bisa membuat yang tidak ada menjadi ada. Ini tentu bukan berarti mengada-ada.
Buku ini juga mengulangi banyak kata yang sudah digaungkan dalam buku-buku tentang Olly Dondokambey sebelum ini, Sulut adalah gerbang atau bibir Pasifik (bukan bibir perempuan Manado yang sering disandingkan dengan bubur Manado atau tinutuan dan Bunaken atau jalan raya pantai Manado, Boulevard).
Seperti yang banyak dikatakan (direkomendasikan) oleh para pengamat tentang Sulawesi Utara akhir-akhir ini, buku ini juga merekomendasikan agar para pemimpin di Sulut mendatang melanjutkan apa yang telah dilakukan Olly Dondokambey - Steven Kandouw (ODSK).
Maka buku ini diberi judul Legacy Sang Pesulap Dari Pasifik. Kosa kata "merah" adalah warna simbol partai PDI Perjuangan. Di dalam partai itu OLLY Dondokambey duduk sebagai bendahara umum Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan dan Ketua Dewan Pimpinan PDI Perjuangan Sulut.
Buku ini nampak ingin menghindari munculnya kesan sebagai alat kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Sulut, maka tidak menyebut (atau sedikit sekali menuliskan) nama Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Denny Tuejeh yang dicalonkan sebagai pendamping Steven Kandouw untuk memenangkan pemilihan gubernur Sulut yang kini berlangsung.