JUNI, tahun 2023 lalu, Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey, sebagai Ketua Dewan Pimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dan Bendahara Umum PDI Perjuangan, memutuskan agar ratusan anggota partainya naik kapal selama enam hari lima malam pergi ke Jakarta untuk menghadiri acara bulan Bung Karno.
Perjalanan laut ratusan orang Minahasa atau Manado dipimpin oleh Wakil Gubernur Sulut Steven Kandou.
Dalam tulisan ini saya tidak ingin membahas perjalanan ini dari pandangan politik partai. Saya lebih melihat peristiwa budaya orang-orang Indonesia di negeri kepulauan yang punya laut lebih luas dari daratan. Orang Indonesia punya keakraban dengan laut. Punya budaya bahari.
Ada sebuah lagu lama yang sering terdengar tahun 1960-an. Liriknya kira kira begini. Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudera, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa.....
Pernah ada orang di negeri ini berseru setengah berkoar pongah, "Kita sudah lama memunggungi laut...".
Juga pernah ada seruan negeri ini akan menjadi pusat poros kelautan dunia. Kapal-kapal akan hilir mudik dari Sabang hingga Merauke.
Saya bilang seruan ini hanyalah omong kosong, bila yang menyerukan tidak pernah bergaul dengan laut. Artinya dia tukang tipu jika tidak pernah mabuk laut karena naik kapal jarak jauh di negeri Nusantara yang dianugerahi lautan luas ini.
Kesungguhan kata-kata orang itu akan teruji bila tidak pernah menghayati laut dengan cara naik kapal mengarungi lautan lepas. Tidak hanya cuci muka dengan air laut di pantai. Dia harus pernah naik kapal selama beberapa hari dan diombang-ambingkan gelombang laut.
Kemudian pernah memandang air laut di atas kapal yang sedang melaju di tengah lautan luas Nusantara ini. Tidak hanya cari wangsit di atas gunung atau di Pasar Klewer.