Ketika bicara tentang pengalamannya meninjau wilayah tsunami di Aceh dan Palu serta mendirikan sekolah di tempat-tempat wilayah bencana itu, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (2019 - 2024) Lestari Moerdijat atau Mbak Rerie sedikit terisak menahan tangis. Mata airnya singgah di kelopak matanya. Ini terjadi dalam acara bincang-bincang santai di Jalan Denpasar Raya nomor 12, Jakarta, Sabtu, 27 Januari, 2024.
Rabu pagi (31/1), dalam percakapan lewat telepon, saya tanya pada Mbak Rerie, "Kenapa Menangis?".
"Banyak hal yang tidak bisa saya sampaikan tentang pengalaman saya itu. Tapi juga saya sedih dengan situasi saat ini, realitas di masyarakat negeri ini yang berkaitan dengan masalah politik, sosial, pendidikan, kesehatan, dan lain-lainnya," ujar Rerie.
Ia mengatakan, air matanya keluar bukan hanya karena sedih tapi juga "kejengkelan" atas "kebodohan" yang ada di masyarakat, lembaga legislatif dan pemerintah, berkaitan masalah gerak politik untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di negeri ini.
"Saya juga menangis terharu, karena ketika saya bergerak untuk mendirikan sekolah, pendidikan pertanian, melakukan penggalian benda bersejarah serta menyelenggarakan diskusi rutin di rumah dinas saya, banyak yang membantu, banyak yang datang," ujar Rerie.
Kemudian ia bercerita pengalamannya menghadapi masalah kanker yang terjadi di masyarakat. Banyak kasus kanker yang tidak bisa ditangani Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jumlah rumah sakit atau klinik kanker amat sangat minim hadir di negeri ini.
Tahun 2017, Rerie mendirikan "rumah singgah" untuk kaum perempuan yang terkena kanker payudara di Ungaran, Jawa Tengah.
"Satu kamar bisa menerima pasien dua orang awalnya, tapi kini bertambah, bukan hanya pasien perempuan saja, tapi laki-laki pengidap kanker juga datang," ujarnya.
Masalah kanker bukan hanya yang terkena kanker. Tapi juga menyangkut keluarga atau kerabatnya. "Mereka yang mengantar dari tempat-tempat yang jauh harus menunggu di luar rumah singgah kami yang saya beri nama 'Rumah Singgah Sahabat Lestari'. Para pengantar banyak rela tidur di luar rumah singgah kami," ujar Rerie.
Menurut Rerie yang juga terkena kanker payudara itu, bau aroma kanker pasien bisa tercium jauh dari rumah singgah, ketika penderita dibawa ke Rumah Singgah Sahabat Lestari.
"Pasien kanker yang meninggal juga kami tangani dengan kami antar ke tempat tinggal mereka dengan mobil ambulans. Ada yang kami antar sampai di Ponorogo (Jawa Timur) dan tempat-tempat jauh lainnya," demikian Rerie yang lahir di Surabaya 30 November 1967.
Rerie, politisi dari Partai Nasdem, adalah putri dari seorang ayah, dr Tonny S Moerdijat, dokter spesialis kandungan yang punya perhatian terhadap masalah kanker.
Sang ayah giat memberi pemeriksaan dini secara gratis pada para "tersangka" penderita kanker.
Seorang sahabat Rerie, pakar masalah energi terbarukan, Tri Mumpuni Iskandar, mengatakan kepada saya, hari Minggu (28/1), "Para calon anggota parlemen muda, politisi partai atau pejabat eksekutif negeri ini harus mencari inspirasi dari Rerie. Harus ada yang membuat buku biografi tentang Rerie," ujar Trimumpuni.
Di bawah sebuah artikel berjudul "Perempuan itu Bernama Rerie, Lestari Moerdijat", Tri Mumpuni mengatakan, "Rerie itu politikus anomali". Katanya, aksi politik konkritnya ialah membuka jalan bagi orang-orang kecil menimba ilmu pertanian. Ia membantu orang-orang difabel untuk menimba ilmu berbagai bidang.
Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Utara, Yessy Momongan yang juga hadir dalam pertemuan di Jalan Denpasar Raya 12, mengatakan, Rerie adalah sosok politisi peduli kaum marginal serta kaum perempuan kebutuhan khusus seperti beberapa jenis obat kanker perempuan akhirnya bisa ditanggung BPJS.
"Ia juga aktif membantu kaum disabilitas dan kelompok masyarakat adat," ujar Yessy Momongan yang terkenal menolak perintah KPU RI untuk melakukan manipulasi data calon partai politik dalam tahapan verifikasi partai politik peserta peilihan umum 2024.
Sedangkan Wakil Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Fancy Ransun mengatakan Rerie adalah seorang perempuan istimewa, legislator luar biasa.
"Ia hanya duduk di kursi legislator tapi bertindak konkrit, turun tangan langsung, untuk kaum perempuan tertindas, rakyat kecil yang terkena bencana," ujar Fancy yang saat itu melantunkan lagu untuk Rerie berjudul "Nyandah Mo Balaeng" (Tidak Mau Pindah Ke Lain Hati).
Pengamat politik muda lulusan West Virginia University (Amerika Serikat), Liana Adi Rahmawati atau Lia, bilang Rerie adalah satu-satunya perempuan yang duduk di posisi wakil ketua MPR saat ini.
"Ia salah satu yang mempromosikan Ratu Kalinyamat diangkat sebagai pahlawan nasional," ujar Lia.
Pengamat politik muda juga lulusan West Virginia University (AS), Ika Laili Rahmawati atua Elie, mengusulkan agar para staf-nya Rerie membuat buku tentang sosok Rerie sebagai pejuang bagi perempuan penderita kanker.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H