Dalam ngobrol politik dengan Bamsoet itu, Fahri antara lain menyebut kabinet pemerintahan sekarang ini masih seperti "kabinet pesta". Padahal menghadapi masa pandemi ini diperlukan "kabinet perang".Â
Kembali ke buku Bamsoet. Membaca buku Bamsoet terasa menarik bila kita rajin mengumpulkan cuplikan-cuplikan kata-kata atau kalimat menggelitik, mencubit, menonjok atau mengecam. Mari kita lihat dan cuplik kalimat-kalimat itu.
Artikel pembuka buku ini berjudul Menyoal Perlilaku Oknum Elite Partai Golkar dan Pilkada 2020. Beberapa kalimat penutup artikel berbunyi seperti ini:
"Kalau PDIP sudah bicara tentang target untuk dua agenda politik ke depan, lantas apa yang menjadi ambisi Partai Golkar dalam Pilkada 2020 dan Pemiu 2024? Lalu, sesuai Undang-undang, Presiden Joko Widodo tidak bisa maju lagi dalam pemilihan presiden (Pilpres) berikutnya. PDIP tentu tidak diam. Menuju Pemilu 2024, PDIP pasti mulai bekerja mencari figur yang akan mengganti sekaligus, melanjutkan kepemimpinan Joko Widodo. Adakah keberanian dan kemampuan Partai Golkar untuk menyiapkan dan mengajukan calon presiden pada Pilpres berikutna ?". Artikel ini pernah dimuat Koran Sindo 13 Agustus 2019.
Di bawah artikel berjudul Kepemimpinan yang Mengkerdilkan Golkar, (halaman 17 dan pernah dimatKoran Sindo 9 September 2019), Bamsoet antara lain menuliskan, ....Dengan perilaku kepemimpinan seperti itu , Golkar seperti sedang dikemas menjadi partai yang minimalis. Ambisi atau target tak perlu besar. Cukup menjadi pertai pendukung pemerintah lalu berharap belas kasih dari Presiden untuk mendapatkan jatah menteri...".
"Kalau keadaan seperti sekarang ini dibiarkan, bukan tidak mungkin kebesaran Partai Golkar akan sirna di Pilkada 2020. Artinya jika DPP Golkar tidak signifikan dalam mereson urgensi tentang persiapan Pilkada 2020, pengerdilan Partai Golkar sedang berproses. Mau tak mau, kepemimpinan yang lemah da kekanak-kanakan seperti sekarang ini harus dihentikan." (halaman 19).
Masih banyak kutipan-kutipan menggelitik dan mencubit dalam buku ini, tapi sebagai contoh cukup segeitu dulu, supaya jangan bikin telinga panas, sakit hati dan meradang sementara pihak.
Buku ini terbagi dua masa, yakni masa menjelang covid-19 dan masa pandemi covid-19 melanda negeri ini. Persoalan covid-19 ditulis sampai Oktober 2020 lalu, satu bulan lalu.
Beberapa kutipan perlu dikemukakan di sini. "Jika pembatasan sosial terjaga secara konsisten , patut diyakini, Indonesia tidak akan menjadi episentrum pandemi Covid-19. Sekali lagi, peran semua kepala daerah dan partisipasi masyarakat menjadi faktor kunci. Zero pasien," demikian Bamsoet.
Menurut Bamsoet, kepatuhan pada protokol kesehatan sebaiknya jangan ditawar-tawar (hal 302). "....Masih adanya kelompok-kelompok masyarakat yang belum mematuhi protokol kesehatan menjadi dilema," ujarnya di halaman 303.
"Kalau pelanggaran protokol kesehatan masih marak sebagaimana terlihat terlihat pada sejumlah kota di Pulau Jawa, itu berarti pemerintah daerah masih gagal .....," tegas Bamsoet masih di halaman 303.
Dalam Epilog buku ini, mencatat krisis kesehatan dan krisis ekonomi dalam waktu bersamaan tidak boleh terjadi. "Karena itu menyelesaikan krisis kesehatan akibat Pandemi Covid -19 sekarang ini menjadi prasyarat, bahkan harga mati.........," kata Bamsoet.