Mohon tunggu...
Oscar Asairo Hogan
Oscar Asairo Hogan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Seseorang yang mempertanyakan berbagai aspek kehidupan....

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Dongeng

9 November 2024   21:17 Diperbarui: 9 November 2024   21:21 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: depositphotos.com

Cerita fiksi sudah menjadi bagian dari peradaban manusia sejak lama. Baik itu sajak, syair, dongeng, romansa, cerpen, novel, maupun fantasi. Semua itu menjadi bagian dari perkembangan peradaban manusia. Fiksi juga dihadirkan untuk alasan yang beragam. Kebanyakan dongeng masa lampau dibuat untuk mendidik anak - anak, karena mereka adalah target audience untuk cerita tersebut. 

Hal ini juga bisa diterapkan terhadap beberapa takhayul dan mitos. Misalnya, “bersiul dapat memanggil setan” dibuat karena bersiul merupakan tindakan yang kurang sopan bagi beberapa orang, sehingga mereka tidak ingin anak - anaknya melakukan hal itu. Atau, “duduk di bantal dapat menimbulkan bisul” – karena bila diduduki, bantal akan kotor. 

Selain mitos dan takhayul, dongeng juga dikarang dengan tujuan yang sama. Dalam dongeng, selalu ada pesan moral yang terkandung. Dengan pesan moral ini, anak - anak yang mendengarnya diharapkan bisa mendalaminya dan menerapkan kebaikan di kehidupan. P

enelitian mengatakan bahwa fase pertumbuhan otak paling penting adalah saat  seorang manusia baru dilahirkan hingga usia lima tahun. Hal ini berkorelasi dengan bagaimana dongeng dibuat untuk anak - anak. Harapannya adalah dalam usia tersebut, anak bisa ditanami nilai - nilai baik melalui pesan yang dikemas dalam bentuk menarik, yaitu dongeng.

Fantasi. Secara definisi, fantasi adalah salah satu genre cerita fiksi dimana penulis menciptakan sebuah dunia imajinatif atau khayalan yang tidak ada di dunia nyata, namun bisa terinspirasi dari dunia nyata dan dimodifikasi. Salah contoh cerita fantasi antara lain adalah The Owl House, sebuah serial animasi karya Dana Terrace yang tayang dari 2020 sampai 2023. 

Dalam seri ini dikisahkan petualangan seorang gadis remaja bernama Luz Noceda yang secara tidak sengaja memasuki dunia lain penuh sihir dan monster. Ini merupakan contoh jenis fantasi dimana penulis memunculkan dunia khayalan namun masih berkorelasi dengan dunia nyata. Fantasi jenis ini biasanya lebih disegani, karena penikmat bisa membayangkan petualangan mereka sendiri dalam cerita tersebut. 

Sumber: Disney
Sumber: Disney

Dalam konteks dongeng, pada umumnya dongeng - dongeng masa lampau (biasanya cerita rakyat atau semacamnya) tidak dikarang dengan maksud yang sama. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, dongeng umumnya dibuat untuk menanamkan moral kepada anak - anak terhadap hal - hal yang bersifat umum. 

Oleh karena itu, cerita dongeng jaman dahulu biasanya lebih sederhana dan dibuat sekadar untuk membuat anak percaya akan suatu hal, atau membuatnya menolak suatu hal. 

Misalnya dongeng tentang mengapa burung gagak berbulu hitam mengajak anak - anak untuk tidak sombong dan sebaliknya menjadi lebih rendah hati. Hal ini dapat dilihat dari isi dongeng tersebut, dimana gagak yang awalnya berwarna dengan sombongnya terbang ke matahari sehingga semua bulunya hangus terbakar, menjadi hitam. 

Tetapi, apakah dongeng ini efektif? Bagaimana dongeng ini berpengaruh terhadap perilaku masyarakat di saat ini? Apakah benar dongeng bisa menanamkan moral baik kepada anak - anak? 

Sayangnya, dongeng dan cerita fantasi yang dibuat untuk mendidik anak - anak terbukti masih kurang efektif. Karena, saat ini masih ada banyak kasus kenakalan remaja yang terjadi di masyarakat. Apakah itu kenakalan remaja? Kenakalan remaja atau Juvenile delinquency merujuk pada tindakan - tindakan oleh remaja yang melanggar nilai norma sosial serta mengganggu ketertiban umum. 

Menurut detik.com, ada dua jenis kenakalan remaja; yaitu kenakalan yang tidak melanggar hukum dan kenakalan yang melanggar hukum. Kenakalan yang tidak melanggar hukum misalnya bolos pelajaran, keluyuran malam - malam, atau kabur dari rumah. Kenakalan yang melanggar hukum tentu lebih buruk, seperti menggunakan obat - obatan terlarang (narkotika), tawuran, ataupun pemerkosaan dan penganiayaan. Apapun bentuk kenakalannya, tetap saja merupakan kenakalan remaja. 

Kenakalan remaja dapat terjadi di mana -  mana. Misalnya, di lingkungan sekolah, di lingkungan rumah, maupun di lingkungan masyarakat. Dalam bulan Oktober yang lalu, detik.com telah meliputi tiga kasus kenakalan remaja. Hal ini menandakan bahwa kenakalan remaja masih rawan terjadi dan ada beberapa kasus yang sangat sedemikian besarnya sampai - sampai diliput di koran besar seperti Detik. 

Salah satu contoh kasusnya adalah bentrokan geng motor yang terjadi di Kampung Haurngambang, Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat pada Sabtu 28 September. Bentrokan ini mengakibatkan hilangnya nyawa MA, salah satu anggota geng motor akibat luka sabetan senjata tajam. 

Bila sampai mengakibatkan korban jiwa, masalah ini berarti sangat serius. Ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus yang terjadi, tentu ada lebih banyak lagi kasus yang tidak diketahui masyarakat umum, kasus yang tak terhitung jumlahnya. 

Melihat hal ini, upaya mengarang dongeng untuk mendidik anak - anak seperti tidak ada hasilnya. Percuma saja anak diceritakan dongeng bila pada ujungnya melakukan tindakan yang tidak terpuji. Apa yang salah? Mengapa hal ini bisa terjadi? Tentu ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. 

Ada banyak hal yang tidak diketahui mengenai latar belakang para pelaku kenakalan ini. Mungkin saja mereka punya masalah pribadi yang mengakibatkan mereka berbuat seperti ini. Namun tetap saja, dongeng yang diceritakan semasa kanak - kanak kurang efektif dalam pendidikan karakter seperti yang dikira. 

Maka apa yang seharusnya dilakukan? Salah satunya mungkin adalah membuat cerita yang lebih menarik. Kebanyakan pelaku perbuatan tersebut adalah generasi milenial, yang lahir di sekitar tahun 2000. Dongeng yang mereka dengar semasa kecil adalah dongeng klasik yang sederhana, contohnya seperti si gagak atau kancil.

 Dapat diduga bahwa dongeng seperti ini kurang memikat dan membosankan. Mungkin inilah yang mengakibatkan mereka melakukan tindakan - tindakan seperti ini, akibat pesan moral pada dongeng yang tidak tersampaikan, karena mereka tidak tertarik mendengarkan dongeng yang membosankan. 

Untungnya, zaman sudah berubah. Dongeng, cerita, film anak - anak sudah dibuat lebih menyenangkan. Tidak lagi membosankan atau “terlalu dibuat - buat”, penulis modern di masa kini umumnya lebih senang membuat cerita yang masih ada kaiatannya dengan dunia nyata. Masih realistis. Zaman sekarang juga ada cerita fantasi yang dibuat untuk anak - anak yang lebih dewasa, remaja. 

Cerita - cerita petualangan seperti The Owl House yang sudah disebutkan sebelumnya menarik dan seru bagi remaja, tapi tetap mengajarkan kebaikan. Bila semakin banyak penulis membuat karya seperti ini, anak - anak akan lebih mau mendengarkan kisah - kisah dengan pesan moral positif seperti ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun