2. Ajari anak kita untuk "berani" terhadap orang asing.
Dalam sebuah kesempatan saya membawa anak-anak saya untuk berenang di sebuah kolam renang di sini. Pada saat anak bungsu saya sedang menikmati berenang (sebenarnya yang tepat adalah berkubang he..he..) di sebuah kolam renang yang dangkal, tiba-tiba didatangi seorang anak bule yang bermaksud mengusirnya untuk keluar dari kolam renang. Eh, tiba-tiba anak saya keluar dari kolam renang dan lari ke bundanya. Tahu kalau anak kami dinakali oleh anak bule itu, bundanya langsung mendekati sambil memelototi anak bule itu yang kemudian takut juga he..he...
Sejak itulah kami mendidik (tepatnya memprovokasi he..he..) anak-anak kami supaya mereka berani melawan kalau haknya diganggu oleh anak-anak bule itu. Kalau perlu berani membalas membentak he...he..
Kita memang bangsa yang ramah, apalagi terhadap orang asing. Sifat inilah yang membuat kita dijajah oleh bangsa asing selama sekian abad. Kita harus mengimbangi sifat peramah ini dengan sifat petarung. Berani "berkelahi" dengan mereka kalau memang dibutuhkan. Masih ingatkah Anda bahwa Soekarno muda berani memacari seorang gadis Belanda yang dia taksir walau untuk itu dia harus diusir dan dikata-katai oleh orangtuanya ?!
3. Perkenalkan anak kita dengan Bahasa Inggris sedini mungkin.
Selama saya bekerja dengan orang-orang asing, (walau saya tidak setuju) dalam beberapa kasus kemampuan Bahasa Inggris terkadang lebih penting dibandingkan kecerdasan atau ketrampilan. Kalau Anda cerdas, pintar dan trampil tapi ngomong Bahasa Inggrisnya patah-patah, kesannya kita ini kok nggak kompeten di hadapan orang-orang bule itu. Tapi kalau Bahasa Inggris Anda bagus, cas cis cus Anda terkadang bisa menutupi kebodohan dan kedangkalan otak Anda he..he...Itulah yang terkadang membuat saya gregetan (atau sirik ya he..he..) kalau melihat dalam sebuah rapat ada insinyur yang ngomong nyerocos saja dalam bahasa asing padahal yang diomongin itu nggak benar sama sekali he..he...
Karena itulah mumpung ada rejeki saya mengajak anak saya untuk mengambil les Bahasa Inggris sejak mereka masih kecil bahkan saat belum TK. Logika saya, untuk Bahasa Indonesia atau Bahasa Jawa mereka bisa belajar di rumah dengan ayah dan bundanya, kalau matematika mereka toh nanti akan bisa juga tapi kalau bahasa asing lebih baik mengenal sejak sedini mungkin. Dan hasilnya lumayanlah, anak-anak sudah mulai agak pede kalau ngomong dengan orang bule yang ditemui, walau kadang saya senyum sendiri karena grammar-nya nggak karuan. Tapi nggak apa-apa, demi bersaing dan menguasai orang asing, mereka harus bisa menguasai bahasa asing tanpa melupakan Bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya.
Sun Tzu bilang kalau kita mau menguasai musuh kita, kita juga harus memiliki kemampuan seperti bahkan melebihi musuh kita
Mungkin sobat-sobat pembaca bisa berbagi dengan kita semua cara-cara lain untuk menghilangkan mental inlander anak-anak kita. Silakan !
Semoga Indonesia masa depan lebih memiliki martabat dan harga diri di tangan anak-anak cucu kita.
Referensi:
In His Image, dr Paul Brand & Philip Yancey, 2001.
Ilustrasi foto:
1. http://www.airliners.net/photo/Untitled/Hawker-Hurricane-Mk12/1094121/L/&tbl=&photo_nr=0&sok=&sort=&prev_id=&next_id=1094120
2. http://www.precisionnutrition.com/research-review-why-golden-girls-need-to-hit-the-iron
3. http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/28/03070029/mencari.tontonan.sehat.bagi.anak
(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 5 April 2010)