[caption id="attachment_133116" align="alignleft" width="300" caption="Salah satu adegan film "][/caption] AKU menangis hari ini. Tidak sampai mengeluarkan suara memang. Hanya air mataku tiba-tiba melimpah. Menghangatkan kelopakku yang kering akibat kelamaan di depan monitor komputer. Aku merasainya, menikmati sensasi yang luar biasa. Maklum bagiku, menangis adalah sesuatu yang sakral dan sangat istimewa. Terutama setelah aku beranjak dewasa. Apalagi sewaktu kecil pun aku sudah diharamkan menangis. Anak laki-laki pantang menitikkan air mata. Bagitu orang-orang dewasa menasehatiku saat aku meringis kesakitan, jatuh dari pohon jambu. Anak cengeng dan dijauhi teman adalah hukuman bagi anak laki-laki yang suka menangis. Boros air mata adalah aib bagi anak laki-laki. Sehingga saat terpaksa harus menangis, aku harus mencari tempat bersembunyi. Sebuah pantangan waktu kecilku, mengadu kepada bapak saat kalah berkelahi. Sebab saat mengadu, bukannya pembelaan yang aku dapat, tapi murka yang saya terima. Aku berjanji, tidak akan berkelahi. Andai terpaksa melakukannya, apapun aku lakukan untuk menang. Aku bangga tidak menangis. Tapi, aku menangis hari ini. Bukan karena sakit hari dihianati teman atau khusyu' berdoa bersama saat pengajian. Bukan pula ditinggal pacar atau dipecat dari pekerjaan. Aku menangis hari ini, karena seekor anjing dalam film. "Hachikō: A Dog’s Story". Di film itu, aku tak terpukau oleh akting Richard Gere. Aku hanya menangisi kesetiaan anjing kepada sang tuan yang melebihi batas kelaziman. Janjiku, tak akan kuceritakan kepada bapakku, kalau aku mewek gara-gara sebuah film. Kredibilitasku di matanya bisa anjlok kalau hanya karena film aku menangis. Bahkan aku pun tak menitikkan air mata sedikitpun saat menonton "Ratapan Anak Tiri". Aku lolos adegan kakak beradik Netty dan Susi yang dipaksa mengepel, mencuci piring dan makan dengan nasi sisa oleh ibu tirinya yang kejam. Seluruh orang yang menonton tivi hitam putih merek National di rumahku terisak namun aku masih bertahan. Tangisan pilu anak tiri itu tak membuat aku terharu. Tapi hari ini, seekor anjing telah menguras air mataku. Sebegitu mengharubiru-kah film itu? Kalau saat menonton film "Lassie" (2005) dan "Marley and Me" (2009), Anda menangis, 99,9% saya menjamin Anda pun menangis menonton film ini. Saat menonton "Marley and Me" hampir saja air mataku tumpah saat mulai adegan Marley sakit-sakitan dan tidur luar rumah. Saking senengnya, film yang dibintangi Jennifer Aniston itu, file MPEG-nya aku copy ke hard disk komputer dan sesekali masih aku putar. Film "Hachikō: A Dog’s Story" terinspirasi dari kisah nyata seekor anjing bernama Hachikō yang hidup antara 1923-1935 di Jepang. Bahkan untuk mengenang kesetiaan Hachikō, di depan Stasiun Shibuya didirikan sebuah monumen berupa patung anjing. Kisah lengkapnya lihat di sini, http://id.wikipedia.org/wiki/Hachikō. Kisah Hachikō, sebelumnya pernah dibuat film versi di Jepang berjudul "Hachikō Monogatari" yang produksi tahun 1987. Telah banyak yang mengulas film "Hachikō: A Dog’s Story". Antara lain, baca di sini, http://bicarafilm.com/baca/2010/02/13/hachiko-kesetiaan-pengabdian-dan-cinta.html. Simak juga kisahnya di sini, http://oase.kompas.com/read/2010/03/23/03195823/Hachiko..Kisah.Anjing.Setia.Sampai.Mati, atau http://www.kapanlagi.com/a/hachiko-a-dogs-story.html. Di dunia nyata, adakalanya anjing tak setia pada majikannya. Namun manusia lebih banyak tak setia pada anjingnya. Manusia boleh bersedih saat anjing kesayangan mati. Tapi bukan karena anjing itu mati, melainkan karena Anda tak punya anjing lagi. Saat Oik mati diracun dan Bobo hilang tak pernah pulang Anda bahkan terkadang sampai menangis menderu-deru. Sayang, manusia tak pernah setia. Belum kering tanah kuburan anjing itu, Anda telah mendapat penggantinya. Chōky, namanya. Begitulah, manusia sulit bersetia termasuk masalah cinta. Pantas dalam puisi cintanya, Kahlil Gibran menulis, cinta adalah perselingkuhan. Karena setiap kita mencintai seseorang berarti telah menduakan tuhan. Boleh jadi, soal kesetiaan manusia perlu berguru pada seekor anjing. Kisah Ashabul Kahfi adalah kisah otentik tentang kesetiaan seekor anjing yang kisahkan dalam Al Quran. Tidak hanya sembilan tahun seperti Hachikō menunggu majikannya di stasiun. Namun 309 tahun setia menungguo tuannya yang tertidur panjang di dalam gua. Apabila umur Hachikō hingga satu abad, mungkin saja ia juga akan menunggui majikannya sampai mati? (lebay.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H