Mohon tunggu...
Ondo Supriyanto
Ondo Supriyanto Mohon Tunggu... -

Lahir di lereng Bukit Pati Ayam, Pati. Warga Negara Indonesia biasa. Menyukai membaca, menulis, menonton film, mendengarkan musik, jalan-jalan, memotret dan hal-hal yang menyenangkan. Di atas segalanya, saya juga gandrung pada kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Emang Gampang Jadi Maling?

17 Mei 2011   11:11 Diperbarui: 23 Januari 2017   23:12 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_110209" align="aligncenter" width="680" caption="beginilah kalau pencuri saat beraksi. dicomot dari google.com"][/caption]

MENJADI maling tak cukup hanya bermodal nekat. Fisik yang prima dan keterampilan memadai wajib dimiliki seorang maling profesional. Seperti kecepatan berlari di atas rata-rata, ketajaman penglihatan di tempat gelap, dan kelihaian dalam penyamaran. Semua itu mutlak dimiliki untuk sukses mencuri radio, televisi, ayam, sapi, maupun sepeda motor. 

Singkatnya, menjadi maling perlu persyaratan umum dan khusus yang tidak mudah dipenuhi. Jika seorang pernah gagal mendaftar menjadi polisi, tentara, atau satpam jangan pernah bercita-cita menjadi pencuri profesional. Sebab secara umum syarat menjadi maling harus memiliki kemampuan fisik satu level di atas seorang polisi, tentara, satpam maupun anggota Satpol PP. Kecepatan berlari adalah keterampilan dasar agar tak bonyok dikeroyok. Sebab kalau ketangkap nasip maling bakal malang bukan kepalang. 

Ini pilihan lainnya, diarak tanpa busana, dan lebih tragis lagi dibakar hidup-hidup. Jika memiliki keterampilan lari, jika bosan menjadi maling bisa pensiun dini, tobat, beralih profesi menjadi atlet. Siapa tahu, bisa mengalahkan pelari cepat nasional Suryo Agung Wibowo. 

Dalam buku vademekum permalingan yang sebentar lagi diterbitkan, seorang maling juga wajib memiliki kualitas penglihatan yang baik. Pengidap katarak sangat tidak dianjurkan menjalani profesi ini. Jangan sampai karena penglihatan kabur, tidak bisa membedakan remote televisi dengan telepon seluler. Berita Koran berjudul "Maling Katarak, Remote TV Dikira HP" jelas memalukan korp permalingan profesional.

***

DALAM hati, sejujurnya saya kagum pada seorang maling. Bukan pada sisi kejahatan yang dilakukan, tetapi bagaimanapun menjadi pencuri bukanlah hal mudah. Perlu kerja keras, mulai dari perencanaan, pelaksanaan di lapangan hingga setelah pencurian dilakukan. Saya yakin, mereka berhari-hari mengamati perilaku calon korbannya. Mempelajari kebiasaan penghuni, denah rumah, pintu masuk, tempat menyimpan barang berharga serta jalur melarikan diri. Semua itu harus dipersiapkan dengan detil agar eksekusi berjalan lancar. 

Kampung saya pernah dibuat resah oleh ulah kawanan pencuri. Setiap malam ada saja rumah yang kecurian. Layaknya orang-orang negeri ini yang reaksioner , warga baru giat meroda setelah ada lima rumah kebobolan. Banyak warga yang mengamankan sepeda motornya dengan rantai yang biasa untuk mengikat mesin pompa air di sawah. Adapula yang sampai memasukkan sepeda motor ke kamar tidur. Bahkan ada yang rela tidur di pekarangan, menjaga rajakaya seperti sapi , kambing dan ayam agar tidak menjadi sasaran pencuri. 

Tapi pencuri, tahu mana mereka yang lengah. Sepeda motor milik seorang tetangga hilang saat ditinggal ke masjid. Kejadiannya bulan Ramadhan bahkan menjelang Lebaran. Pada saat berangkat, sepeda motor masih diparkir di ruang tamu.Tetapi sudah tidak lagi berada di tempat saat pemiliknya sampai di rumah sekitar 30 menit kemudian. Ndilalah, biasanya tetangga saya itu naik motor ke masjid, tetapi malam itu dia berjalan kaki. 

Maling adalah orang yang misterius. Pada siang hari bisa jadi dia menjelma seorang petani, pedagang, tukang bengkel motor, tukang service komputer, guru SD, atau wartawan koran kriminal. (profesi yang tak disebut jangan protes). Saat malam hari, mereka beroperasi menjelma menjadi penguasa malam. Maling dan copet sama-sama ingin menguasai barang orang lain. Keduanya tidak menggunakan cara-cara kekerasan saat beraksi, melainkan memanfaatkan kelengahan korban. Bedanya maling beroperasi dan di rumah, pertokoan, atau perantoran. Copet beroperasi di tempat umum seperti terminal, angkutan, stasiun, kereta api, dan pasar. 

Jaman duhulu, konon maling masih memegangi norma-norma. Seperti pantang mencuri di rumah orang miskin, rumah janda tua, atau kotak amal tempat ibadah. Pencopet juga memiliki konsensus hanya mengambil duit dalam dompet. Sedangkan surat-surat penting dikembalikan kepada si empunya. Toh surat-surat semacam KTP, ATM, SIM, STNK, kartu asuransi, atau member rental VCD, tidak bermanfaat bagi pencopet. Pengembalian dilakukan dengan cara dikirim melalui pos ke alamat yang ada di KTP. Dompet yang banyak uang, biaya pengiriman ditanggung copet. Sedangkan yang tidak ada duitnya, biaya pos dibebankan pemilik dompet. Begitu cerita seorang copet yang sudah pensiun dini. 

Maling terkadang punya selera humor yang tinggi. Ini benar-benar terjadi, seorang maling ayam hanya membawa induknya. Sedangkan ayam-ayam yang masih kecil dibiarkan tetap di dalam kadang. Sebelum kabur, pencuri sempat meninggalkan secarik bertuliskan, "Rawat baik-baik anak-anak ayam ini, tiga bulan lagi aku akan kembali."


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun