Hampir 1 tahun berlalu sejak pembelajaran daring dilakukan. Akhirnya, 20 Januari 2020, kami bisa sekolah kembali dengan bertatap muka. Walaupun pembelajaran dilaksanakan dengan sistem shift, aku cukup bersemangat untuk menemui teman-temanku secara langsung.
Sesampainya aku di sekolah, aku langsung menuju ke tempat duduk yang sudah ditentukan. Awalnya, aku tidak berbicara dengan siapa-siapa karena masih terasa canggung. Setelah beberapa saat, salah seorang dari temanku memperkenalkan dirinya.
Ia berkata, "halo, aku Aya, kamu Lya, kan?" Sembari tersenyum menatapku. Aku membalas senyumannya dan mengangguk. Kemudian, ia mengajakku berkenalan dengan teman-teman yang lainnya.
Ketika bel berbunyi, wali kelasku memasuki ruangan dan memperkenalkan dirinya. "Selamat pagi ananda semua. Perkenalkan, nama Ibu Fani. Semoga kita bisa akrab ya," ucapnya. Setelah itu, Bu Fani meminta kami memperkenalkan diri masing-masing.
Kami menjalani hari-hari di sekolah seperti biasa. Tibalah saatnya memasuki bulan puasa. Kami melakukan pembelajaran daring kembali selama sebulan karena kasus COVID-19 yang meningkat.
Setelah 1 bulan berlalu, kami disekolahkan secara tatap muka selama seminggu sebelum diadakannya ujian kenaikan kelas. Seperti kata peribahasa selangkas betik berbuah. Tak terasa, kami sudah naik tingkat ke kelas VIII.
Libur kenaikan kelas pun tiba. Selama 2 minggu, aku melakukan hal yang membosankan berulang kali. Bangun di pagi hari, membereskan kamar, menolong ibuku, bermain HP, bermain dengan adikku, kemudian tidur kembali.
Di Minggu sore, sehari sebelum sekolah dimulai, aku melihat sebuah notifikasi yang mengatakan bahwa aku telah dimasukkan ke dalam grup kelas VIII J. "Wah, ga ngira bakal masuk ke kelas VIII J," ucapku dalam hati.
Setelah beberapa saat, aku melihat pesan Bu Tia yang memperkenalkan dirinya sebagai wali kelas VIII J. Kemudian, beliau meminta kepada siswa yang sudah tergabung dalam grup untuk menambahkan teman-teman yang lainnya sembari mengirimkan absen kelas. Aku dan teman-teman lainnya menuruti perintah Bu Tia.
Aku masih kegirangan, karena setelah sekian lama akhirnya aku mengetahui siapa saja teman-teman sekelasnya.
Di sore harinya, Nao, teman kelas VII-ku, yang juga siswa kelas VIIIJ, menyarankan untuk membuat grup yang isinya hanya siswa siswi kelas VIIIJ saja. Aku menyetujuinya, dengan alasan supaya kami dapat lebih mengenal satu sama lain.