"Kamu sedang apa?"Â
"Ayo, kita makan di restoran itu,"
"Nggak dulu deh, gue lagi males!"
"Aok lah kitak mang nak ke mane?"
"Kula mboten masuk amerga lara,"
Lima kalimat di atas hanyalah beberapa contoh dari keragaman bahasa di Indonesia. Negara Indonesia memiliki 718 bahasa daerah per tahun 2022 dan satu bahasa nasional yaitu Bahasa Indonesia. Â Sebagai bahasa nasional, semestinya Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling umum kita gunakan sehari-hari. Namun, tidak terhindarkan bahwa dalam era globalisasi seperti sekarang, penggunaan Bahasa Inggris oleh masyarakat Indonesia perlahan-lahan menjadi lebih umum digunakan dibandingkan Bahasa Indonesia.
Globalisasi sendiri berarti 'proses masuknya ke ruang lingkup dunia'. Globalisasi dapat diartikan secara umum sebagai hilangnya batas-batas antar negara dan dunia seakan melebur menjadi satu. Kita sudah merasakan efek-efek dari globalisasi di sekitar kita, seperti berita perang Ukraina dan Russia yang dengan cepat diketahui oleh seluruh dunia lewat media sosial dan televisi. Dalam penyebaran berita global, bahasa yang digunakan adalah Bahasa Inggris atau biasa disebut bahasa internasional.
Sejak abad 20, Bahasa Inggris telah menjadi bahasa global yang menjadi "bahasa global, bahasa sains, bahasa internet, bahasa bisnis internasional, bahasa diplomasi yang tidak terhindarkan, dan meninggalkan logat lokal yang hancur, bahasa lokal yang dilupakan, dan sastra lokal yang hancur." (Souad, 2019).
Kita tidak bisa lari dari Bahasa Inggris. Dengan adanya konsumsi budaya barat dalam bentuk media hiburan yang menjadi populer di Indonesia, seperti serial Euphoria, Strangers Things, Wandavision, serta munculnya istilah 'mixed Indonesian' dalam media sosial dan komunikasi kehidupan sehari-hari, membuat sebagian besar orang secara tanpa sadar lebih sering menggunakan Bahasa Inggris dan lebih mudah memahami sesuatu apabila tertulis dalam Bahasa Inggris.
Tidak hanya dalam bidang sosial dan hiburan, bahkan dalam bidang akademisi pendidikan terutama tingkat pendidikan tinggi, bahasa yang umum digunakan Bahasa Inggris. Pada hamper seluruh kampus perguruan tinggi di Indonesia menggunakan sumber bacaan atau sumber penelitian yang menggunakan Bahasa Inggris yang ditulis oleh penulis dari negara Barat, atau yang menggunakan Bahasa Inggris yang ditulis oleh penulis dari Indonesia.
Bahkan di kebanyakan perpustakaan perguruan tinggi, rak kategori ilmu pengetahuan dipenuhi oleh jurnal-jurnal Bahasa Inggris atau jurnal-jurnal terjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Laman-laman e-resources di internet, seperti Scopus, JSTOR, Google Scholar, ProQuest, ScienceDirect, didominasi oleh jurnal-jurnal yang ditulis dengan Bahasa Inggris, dibanding bahasa lainnya.
Coba kita berpikir sejenak tentang seberapa dominan Bahasa Inggris dalam ranah akademik.
Pada tahun 2015, Adam Huttner-Koros menulis artikel mengenai bias yang dimiliki Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional sains. Ia menulis tentang bagaimana laporan hasil riset sains dan akademik yang ditulis menggunakan bahasa nasional di negara-negara yang tidak menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa nasional, seperti Jerman, Prancis, dan Spanyol, kalah saing oleh laporan hasil riset yang menggunakan Bahasa Inggris. Laporan hasil riset dengan Bahasa Inggris lebih populer dan lebih sering digunakan.
Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rovira, Loposeza, dan Codina pada tahun 2021, mereka menemukan bahwa sistem pencarian dengan multibahasa (ejaan yang sama dalam bahasa yang berbeda) dengan filter relevansi yang dimiliki oleh Google Scholar, lebih sering memunculkan dokumen dalam Bahasa Inggris sebagai posisi atas dan menaruh dokumen yang ditulis dengan bahasa lain di posisi yang lebih bawah. 94% dokumen yang ditulis dalam bahasa selain Bahasa Inggris lebih sulit ditemukan dalam jenis pencarian yang sama. Hanya 0,2% dari dokumen-dokumen tersebut yang dapat ditemukan dalam posisi dua puluh teratas.
Bahasa Inggris sebagai jembatan komunikasi dan ilmu bisa disebut sebagai suatu hal yang wajar, karena Bahasa Inggris adalah bahasa global untuk saat ini. Namun, salah satu hal yang sering terlupakan dalam bahasan Bahasa Inggris menjadi bahasa internasional yang digunakan sehari-hari, terutama dalam bidang akademik, adalah terjadinya kesenjangan ilmu antara orang yang mampu menyerap Bahasa Inggris dan yang tidak. Â Â
Jurnal internasional yang menggunakan Bahasa Inggris dianggap sebagai high-status dan dapat diakses di e-resources tertentu atau di tempat-tempat eksklusif tertentu saja. Jurnal yang ditulis dengan Bahasa Inggris seakan merupakan sumber penelitian paling akurat. Maka dari itu, para penulis jurnal yang ingin karya tulisnya dikenal, dibaca, dan diakui sebagai hasil penelitian yang akurat, berlomba-lomba untuk bersusah payah menyusun jurnal mereka dengan pola linguistik Bahasa Inggris. Padahal, apabila kita memakai pola linguistik Bahasa Inggris, artinya kita memakai pola pikir Barat dalam menganalisa. Ini semua seperti paradoks yang menciptakan kesenjangan kuasa dan ilmu dalam lingkungan akademik. (Doowy-Rybiska, 2020)
Tentu kita semua pernah mengalami betapa sulitnya memahami sebuah buku bacaan yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris. Apalagi, bagi mahasiswa yang harus membaca buku bacaan mata kuliah yang menggunakan Bahasa Indonesia yang terasa 'janggal' ketika dibaca. Hal ini hanyalah satu contoh kecil dari bagaimana Bahasa Inggris yang mendominasi dunia akademik menimbulkan kesenjangan ilmu, yang secara sadar atau tidak, tercipta di kalangan masyarakat.
Perlu diakui, bahwa sulit untuk mencari jurnal atau sumber bacaan akademik dengan Bahasa Indonesia yang lengkap dan akurat. Namun, bukan berarti para peneliti dan penulis di Indonesia tidak mampu menulis tulisan akademik yang apik serta layak. Dan, bukan tindakan yang tepat pula apabila kita menyalahkan para peneliti dan penulis di Indonesia yang menulis jurnal dengan Bahasa Inggris.
Untuk mengubah sistem ini, tidaklah mudah karena Bahasa Inggris berkaitan erat dengan globalisasi saat ini. Salah satu upaya kecil yang bisa dilakukan adalah mengutamakan penerbitan jurnal dengan Bahasa Indonesia terlebih dahulu, lalu setelah itu dilakukan penerbitan jurnal dengan versi terjemahan Bahasa Inggris. Upaya ini mungkin tetap tidak akan berhasil dalam sistem akademik internasional, namun bisa menciptakan sistem akademik Indonesia yang lebih baik
Penting untuk diingat oleh masyarakat Indonesia untuk menghargai bahasanya sendiri dan tidak terbawa arus westernisasi yang membuat budaya, bahasa, dan pemikiran kita sebagai bangsa Indonesia tergerus oleh jaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H