Mohon tunggu...
Oris mawati Bestari waruwu
Oris mawati Bestari waruwu Mohon Tunggu... Arsitek - Mahasiswa

Fotografer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Kehilangan Seorang Ibu

3 Oktober 2023   22:33 Diperbarui: 3 Oktober 2023   22:36 2019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bernama Besta umur saya sekarang 18 tahun. Sejak mama masih hidup saya seorang anak bungsu yang sering di manja oleh mama. Biasanya pekerjaan yang saya lakukan ketika mama masih ada yaitu menyuci piring dan menyapu, bahkan kadang saya tidak melakukan nya. Saya dulu sering sekali membantah jika mama dan kakak saya sering menyuruh aku apapun, apalagi jika saya di suruh ke kebun itu adalah hal yang sangat saya tidak ingin lakukan. Tetapi terkadang saya juga merasa kasihan ketika mama pergi kekebun sendirian, ya terpaksa saya harus menemani mama.

Singkat cerita saat saya kelas X SMK saya kehilangan seorang ibu, ibu saya sakit darah tinggi, dengan tekanan darah sampe 300. Saat itu pagi-pagi saya bangun dan menuju kedapur, karena orang kakak sibuk ntah kenapa saya berpikir untuk membantu mama memasak, saya bertanya sama mama apa lauk pagi itu. 

Tetapi mama tidak menjawab ku, mama cuman bisa diam sambil minum obat yang biasa mama minum. Karena mama tidak meresponku saya langsung balik ke kamar dan ingin mengerjakan tugas sekolah saya, tetapi disaat saya sedang mengambil buku tiba-tiba mama memanggil aku dan aku langsung pergi lihat mama di kamar. Lalu saya melihat mama terbaring di ranjang dan tidak bisa ngomong apapun, lalu saya memanggil kakak dan bapak, kata terakhir yang keluar dari mama saat itu "panggil bapak sulung". Bapak sulung kami ini juga yang sering ngasih obat kami disaat kami sakit. Lalu kami semua mencari obat saat itu, berusaha memanggil perawat untuk ke rumah. Ketika keluarga besar kami semua terkumpul dan perawat juga memeriksa mama. Setelah di periksa, perawat berkata bahwa tidak ada yang bisa kita lakukan lagi kecuali kekuatan doa. Kami udah berusaha untuk memberikan mama obat, tetapi tak ada tanda-tanda kesembuhan.

Pas jam 09:05 tanggal 08 februari 2021 mama menghembuskan nafas terakhir nya. Disaat itu juga saya sangat merasa kehilangan, saya tidak punya tujuan kedepan. Seiring berjalannya waktu setelah kepergian mama banyak cobaan yang dihadapi, bahkan prestasi di sekolah semakin menurun. Tetapi hari semakin hari saya hanya bisa berdoa agar Tuhan selalu bersama dengan saya, apapun pergumulan dalam hidup ku semuanya kuserahkan kepada Tuhan.

Setelah kepergian mama banyak perubahan dalam kehidupan aku, saya tamat SMK dan tidak bisa melanjutkan ke Perguruan tinggi saat itu. Selama setahun saya menganggur dan hanya bisa melakukan pekerjaan rumah, saya juga tidak di ijinkan untuk mencari pekerjaan di sebrang di karenakan tidak ada yang menemani, dan memasak untuk bapak dan abang ku di rumah. Saya juga tidak bisa melanjutkan ke jenjang Perguruan tinggi dikarena ekonomi keluarga tidak mendukung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun