Mohon tunggu...
Muhammad Abdul Ghaniy Morie
Muhammad Abdul Ghaniy Morie Mohon Tunggu... Guru - magmorie

Selamat membaca

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apa yang sedang Anda Pikirkan

20 Agustus 2022   16:44 Diperbarui: 20 Agustus 2022   17:23 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mendengar kata filsafat, kira-kira apa yang muncul dalam pikiran kita. Ada semacam mentalitas di kalangan umat Islam yang mengesankan filsafat sebagai sesuatu yang rumit, sesuatu yang elit, bahkan sebagian ada yang berkeyakinan bahwa filsafat adalah sesuatu yang haram. Barangkali, sebagai sebuah pendapat, hak setiap orang untuk suka atau tidak suka dengan filsafat. Tetapi manakala kata filsafat ini kita ganti dengan istilah berpikir yang benar, mungkin pendapat kita tentang filsafat akan berubah. 

Pada hakikatnya memang filsafat adalah sebuah disiplin kajian yang mengajarkan kepada kita cara berpikir yang benar. Orang bisa saja mengatakan tidak suka dengan filsafat, tapi tidak mungkin orang tidak menginginkan berpikir dengan cara yang benar.

Filsafat dalam bahasa Yunani philosophia, berarti cinta kebijaksanaan. Yang dimaksud bijak adalah dalam pengertian mampu bernalar dengan baik. Dalam filsafat, ada istilah verifikasi mendauhului otoritas, suatu kebenaran akan bisa diterima bukan karena posisi atau status seseorang, tapi karena jalan pikirannya masuk akal.

Ada sebuah adagium dalam bahasa Arab yang mengatakan الإنسَانُ حَيَوانٌ ناطِق manusia adalah hewan yang berpikir. Itu artinya, berpikir adalah ciri utama manusia, karena itu, jika manusia kehilangan kualifikasi dirinya dalam berpikir, maka dia hanya termasuk pada kategori hayawân atau hanya unsur kehewanannya saja. Dari sinopsis ini sebetulnya dapat kita simpulkan bahwa berfilsafat merupakan bagian dari eksistensi manusia.

Menariknya, cara kerja filsafat sesungguhnya integral dengan ajaran agama. Filsafat yang berbasis pada rasio akal, dan agama yg berbasis pada wahyu dapat ditemukan integrasi yang kuat antara keduanya, bahwa dalam rangka memahami wahyu, manusia dituntut untuk menggunakan akal atau rasionya. Dalam Al-Qur'an sering disinggung, afalâ ta'qilûn, afalâ tatafakkarûn. Melalui wahyu dan akal, seseorang mampu menemukan kebenaran.

Filsafat sesungguhnya mengajarkan manusia untuk memikirkan hidup, tidak hidup begitu saja, tapi mengerti secara masuk akal mengapa,  apa, dan bagaimana semestinya hidup.

Bagi umat Islam, pembicaraan mengenai filsafat hidup telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, bahwa manusia tidak hidup begitu saja, manusia diciptakan untuk hidup serius, dalam firman-Nya dikatakan:
اَفَحَسِبْتُمْ اَنَّمَا خَلَقْنٰكُمْ عَبَثًا وَّاَنَّكُمْ اِلَيْنَا لَا تُرْجَعُوْنَ ١١٥
Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS. Al-Mu’minun/23: 115)

Ayat ini merangsang kita untuk berpikir filsafat. Bahwa Allah SWT menciptakan manusia sebagai ciptaan terbaik, ada amanat dan tujuan  yang harus dijalani. Sudah menjadi sunnatullah, manusia selalu memiliki potensi, itu artinya setiap saat manusia bisa mengubah kondisi hidupnya, karena itu, manusia selalu memiliki kesempatan untuk menata hidupnya. Ayat ini juga mengajak manusia untuk berpikir bahwa suatu saat setiap manusia akan dipanggil kembali oleh Allah SWT ke hadapan-Nya.

Sebagai akhir, ada satu ungkapan yang sering kita dengar seperti ini, unexamined life is not worth living, bisa diartikan bahwa, hidup yang tidak diuji ataupun hidup yang tidak dikaji secara mendalam adalah hidup yang tidak berharga. Dalam Al-Qur'an, orang yang mengkaji hidup secara mendalam atau orang yang memiliki pikiran serius dan mendalam disebut sebagai ulul albâb. Maka bagi setiap manusia, tak terkecuali kita para millennials zaman now, sudah menjadi tanggung jawab untuk sejak sekarang berefleksi tentang hidup masing-masing. Kalau tidak dimulai dari sekarang maka bisa jadi akan terlambat, karena hidup manusia tidak terlalu panjang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun