Mohon tunggu...
Fatimah Ali
Fatimah Ali Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mendambakan perjalanan keliling dunia dengan seekor kucing peliharaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sumpah Pemuda dalam Balutan Milenial

29 Oktober 2023   13:22 Diperbarui: 29 Oktober 2023   13:34 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok pribadi diolah melalui canva

Sejak pagi buta, hiruk pikuk kota telah membangunkanku. Aroma kopi premium dan bunyi playlist favoritku sudah menjadi sahabat setia untuk memulai hari. Tidak terasa, matahari terbit dengan semangatnya, menyinari jalan-jalan Kota Metropolis. Hari itu bukan hari biasa. Ini adalah Hari Sumpah Pemuda, hari di mana semangat juang pemuda-pemudi di Nusantara dirayakan.

Di tengah kepenatan menjalani rutinitas keseharian, aku, Raihan, seorang mahasiswa yang sedang menjalani semester akhir, mengalami pagi yang berbeda. Terbiasa dengan kehidupan urban, aku melangkah ke kampus dengan rasa penasaran yang cukup besar. Kampus terlihat berbeda, dipenuhi bendera merah putih, dan dekorasi kemerdekaan yang bikin semangat.

Hari itu, bukan hanya soal seremonial dan pidato yang bikin mengantuk, tapi kampus penuh dengan kegiatan yang benar-benar bikin hati meleleh. Dari lomba-lomba kreatif, talkshow inspiratif, hingga bazaar makanan khas Nusantara yang menggugah selera.

Ketika berkeliling kampus, aku bertemu dengan Salsa, temanku sejak SMA yang kini menjadi aktivis sosial. Dengan energi yang memancar, dia mengajakku untuk bergabung dalam sebuah proyek komunitas.

"Raihan, hari ini kita membagikan semangat Sumpah Pemuda dengan memberikan bantuan kepada anak-anak di panti asuhan. Kita akan adakan sesuatu yang mereka tak lupakan!" ucap Salsa dengan penuh semangat.

Aku tak bisa menolak ajakan Salsa, terutama karena kami selalu berbagi semangat yang sama terhadap kemanusiaan. Kami pun bersiap-siap dengan balutan kaos bergenre vintage yang memang sudah kami siapkan khusus untuk momen spesial ini.

Di panti asuhan, kami disambut oleh senyum-senyum ceria anak-anak di sana. Mereka begitu antusias, tak sabar menunggu apa yang akan kami lakukan. Musik berhentilah berdentum, dan terlihat seorang bocah cilik yang bernama Bima. Wajah polosnya terlihat cerah, dia menceritakan keinginannya untuk bisa menjadi seorang dokter kelak.

"Ayo, kita adakan mini workshop sederhana. Mari kita lihat bakat-bakat kalian! Ada yang suka melukis? Atau lebih suka menyanyi?" ajak Salsa.

Ternyata anak-anak di sana punya talenta yang luar biasa! Ada yang suka melukis, ada yang jago dalam bernyanyi, bahkan ada yang mahir dalam membuat cerita-cerita kecil. Kami berusaha menggali bakat mereka, memberikan semangat dan dorongan agar mereka terus mengejar impian masing-masing.

Saat itu, aku teringat pada semangat para pemuda zaman dahulu yang menorehkan Sumpah Pemuda. Mereka bersemangat untuk memajukan bangsa, dan di sini, di tengah kebahagiaan anak-anak panti asuhan, semangat itu masih hidup, mengalir dalam setiap mimpi mereka.

Setelah hari yang penuh makna di panti asuhan, Salsa dan aku melanjutkan perjalanan kami. Kami berjalan-jalan di taman kota yang dipenuhi dengan mural-mural indah yang menggambarkan semangat perjuangan para pemuda.

"Raihan, tahukah kamu, semangat Sumpah Pemuda tak hanya tentang teks sejarah yang kita hafal di sekolah. Ini tentang semangat untuk menginspirasi, membantu sesama, dan terus berjuang untuk impian kita. Setiap orang, di mana pun mereka berada, bisa jadi agen perubahan," kata Salsa sambil menunjuk salah satu mural yang menggambarkan pemuda-pemudi berjuang bersama.

Kami melanjutkan perjalanan kami dengan penuh semangat. Sambil menikmati sore yang cerah, kami berbagi cerita, mimpi, dan harapan kami. Momen itu begitu berharga karena kami bisa merasakan getaran semangat dan optimisme yang sama seperti semangat Sumpah Pemuda dulu.

Malam itu, di akhir hari yang istimewa itu, kami berdua duduk di atas atap gedung tua di pinggiran kota, memandangi langit yang dipenuhi bintang. Terdengar suara gemuruh petasan di kejauhan, menandakan bahwa perayaan Sumpah Pemuda masih berlangsung.

"Dulu mereka berjuang untuk kemerdekaan, dan sekarang, kita punya tanggung jawab untuk memajukan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Bersama-sama, Rai. Bersama-sama kita bisa mewujudkan mimpi-mimpi kita, seperti mereka dulu," ucap Salsa sambil menatap bintang.

Bersama Salsa, aku merenungkan betapa berharganya semangat Sumpah Pemuda, bukan hanya sebagai hari bersejarah, tapi sebagai semangat untuk terus berjuang, berkarya, dan berbagi kepada sesama. Semangat itu adalah milik kita semua, generasi milenial yang punya mimpi besar untuk masa depan bangsa.

Malam itu, di bawah langit yang berkilau, kami berjanji untuk terus menjaga semangat Sumpah Pemuda, bukan hanya di satu hari spesial, tapi dalam setiap langkah kehidupan kami. Dan pada akhirnya, di antara gemerlap bintang, kami menemukan arti sejati dari Sumpah Pemuda, semangat untuk terus berjuang, berkreasi, dan memberikan yang terbaik bagi bangsa ini. Semangat itu, abadi, layaknya bintang yang tak pernah redup bersinar.

**THE END**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun