Mohon tunggu...
Fatimah Ali
Fatimah Ali Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mendambakan perjalanan keliling dunia dengan seekor kucing peliharaan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengumpulan dan Penyusunan Al-Quran

9 Oktober 2023   23:37 Diperbarui: 9 Oktober 2023   23:44 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok pribadi diolah melalui canva

AL-Quran merupakan kitab suci bagi umat Islam yang diyakini sebagai wahyu ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama lebih dari dua puluh tahun. Kehadirannya memiliki makna mendalam dalam kehidupan umat Islam. Al-Quran membimbing umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, moral, dan spiritual. Salah satu aspek yang menjadi perdebatan dan penelitian yang berkelanjutan dalam dunia Islam adalah kodifikasi Al-Quran. Ini merujuk pada upaya untuk mengatur dan menyusun teks suci ini dalam bentuk tertentu, dengan tujuan untuk memudahkan pemahaman, penghafalan, dan penggunaan lebih luas dalam konteks sosial dan agama.

Artikel ini akan menguraikan lebih lanjut perkembangan kodifikasi Al-Quran. Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang kodifikasi Al-Quran, dapat memperoleh wawasan yang lebih baik tentang bagaimana Al-Quran terus menjadi pijakan utama bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan mereka.

  •  Pada masa Nabi Muhammad Saw.

Pengumpulan Al-Quran telah dimulai sejak zaman Rasulullah saw., yaitu dari awal pertama kali Al-Quran di turunkan dengan wahyu melalui perantara malaikat Jibril. Setiap Rasulullah saw. menerima wahyu, ia langsung mengumpulkan para sahabat lalu membacakan, dan mengajarkan Al-Quran. Ada dua cara dalam pengumpulan dan penyatuan Al-Quran, pengumpulan Al-Quran dalam penghafalan dan penulisan.

Pertama, pengumpulan Al-Quran dalam penghafalan digunakan di masa Rasulullah ketika masih hidup. Pengumpulan dalam masa ini lebih dominan pada hafalan, karena kondisi ummi masyarakat ketika Al-Quran diturunkan, sebagaimana terkandung dalam firman Allah Swt., yang berbunyi:

"Dialah yang mengutus  kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah (As Sunnah) dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (Q.S Al-Jumu'ah: 2)

Masyarakat arab sejak dulu, mempunyai daya hafal yang kuat. Walaupun budaya tulis menulis bisa dikatakan rendah, tidak berarti mereka sama sekali tidak mengetahui budaya tulis. Keadaan ini mereka gunakan untuk menulis berita-berita, syair-syair, dan silsilah-silsilah dengan catatan di dalam hati. Ini terjadi karena mayoritas dari mereka adalah ummi.

Salah satu keistimewaan dari seorang ummi adalah mempunyai daya hafal yang cepat dan kuat. Mereka terbiasa menghafalkan syair dengan jumlah banyak. Maka sangat tidak mengherankan apabila banyak dari sahabat nabi yang hafal Al-Quran pada masa ini. Setidaknya tercantum tujuh nama orang yang sering disebut sebagai hafiz Al-Quran, yaitu: Abdullah bin Mas'ud, Salim bin Ma'qal, Mu'az bin Jabal, Ubay bin Ka'b, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darqa'.

Kedua, pengumpulan Al-Quran melalui tulisan di masa Rasulullah. Tidak berhenti pada hafalan, pengumpulan pada periode ini juga menggunakan tulisan. Alat yang digunakan untuk menulis pun masih sederhana seperti: 'usub (pelepah kurma), likhaf (batu halus berwarna putih), riqa' (kulit), aktaf (tulang unta), dan aqtab (bantalan kayu yang biasa dipasang di atas punggung unta). Beberapa sahabat yang diangkat untuk menulis Al-Quran, di antaranya: Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan, dan Ubai bin Ka'ab.

Az-Zarkasi berkata, "Al-Quran tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisan dilakukan ketika Al-Quran sudah turun semua, yaitu ketika wafatnya Rasulullah. Pada masa itu, Al-Quran telah sempurna dihafal oleh para sahabat dan lengkap tertulis di pelepah, kulit, batu, dan lain-lain. Ini merupakan masa awal penulisan atau kodifikasi yang terjadi pada zaman nabi saw.

  • Penulisan dan Pembukuan pada masa Khulafa ar-Rasyidin

Setahun pasca wafatnya rasul, banyak dari penghafal Al-Quran yang gugur dalam pertempuran, diakibatkan adanya peperangan Yamamah pada tahun 12 H, peperangan ini terjadi karena adanya sebagian orang Arab yang murtad.  Dikhawatirkan Al-Quran akan hilang dari ingatan umat, khalifah pertama, Abu Bakar yang sudah didesak oleh Sayyidina Umar bin Khattab, mulai mengumpulkan ulang Al-Quran. Pada awalnya, Sayyidina Abu Bakar menolak usulan Sayyidina Umar, menurut beliau akan melakukan hal yang tidak pernah di masa Rasullah saw. Sayyidina Abu Bakar juga mempunyai alasan mengapa menolak penulisan Al-Quran, beliau khawatir jika Al-Quran di tulis minat menghafal dan menghayati Al-Quran akan berkurang. Beliau juga mengatakan kepada Sayyidina Umar "mengapa aku mengerjakan sesuatu yang tidak pernah di lakukan oleh nabi", kemudian Sayyidina Umar menjelaskan hal-hal positif yang akan di dapatkan demi terjaganya kelestarian Al-Quran.

Khalifah Abu bakar kemudian memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf. Zaid bin Tsabit sangat berhati-hati, ia mulai menulis Al-Quran berlandaskan pada hafalan yang ada di dalam hati, serta menelusuri catatan dari penulis-penulis yang di perintahkan oleh Rasullah saw. Setelah selesai menulis ia menyerahkan lembaran-lembaran tersebut kepada Sayyidina Abu Bakar.

Pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, terjadi perluasan wilayah Islam di luar Jazirah Arab sehingga menyebabkan umat Islam tidak hanya orang yang berbangsa arab saja. Kondisi ini tentunya menyebabkan dampak positif dan negatif, karena mereka bukan asli bangsa arab sehingga ketika membaca Al-Quran mereka mengalami kesusahan, hal ini menyebabkan perbedaan pembacaan Al-Quran dari setiap daerah dan terjadinya perselisihan.

Sahabat yang pertama kali menanggapi masalah ini adalah Huzaifah bin Yaman, ia menyadarinya saat perang di daerah Armenia dan Azerbajian dengan penduduk Irak, lalu ia menyarankan kepada Sayyidina Utsman bin Affan untuk membuat aturan baru terkait dengan cara pembacaan Al-Quran yang akan di jadikan pedoman. Masalah ini membuat Sayyidina Utsman bin Affan dan para sahabat sepakat untuk menyalin lembaran-lembaran pertama yang ada pada Sayyidina Abu bakar, serta menyatukan lembaran-lembaran tersebut hingga berbentuk mushaf. Utsman bin Affan, khalifah ketiga, kemudian mengirim utusan kepada Hafshah, untuk meminjam lembaran-lembaran Sayyidina Abu bakar yang ada padanya. Hafshah adalah anak dari Khalifah Umar bin Khattab, sebelum Sayyidina Umar meninggal, beliau mewariskan lembaran-lembaran yang dikumpulkan Sayyidina Abu Bakar kepada Hafshah. Setelah mendapatkan peminjaman mushaf ia memanggil Zaid bin Tsabit, 'Abd Allah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash, dan 'abd al-Rahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin mushaf yang di kumpulkan Sayyidina Abu Bakar.

Setelah selesai menyalinnya dalam bentuk beberapa mushaf, Sayyidina Utsman mengembalikannya lagi kepada Hafshah, selanjutnya ia mengirimkan mushaf-mushaf tersebut ke setiap wilayah dan memerintahkan agar semua Al-Quran atau mushaf lainnya di bakar. Perintah pembakaran mushaf itu dilakukan untuk tidak menghilangkan kesucian Al-Quran, karena jika mushaf-mushaf yang sebelumnya tetap di pakai akan jadi masalah baru.

Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib ia melakukan penyempurnaan pada Mushaf Utsmani yang sudah tersebar luas. Penyempurnaan ini di lakukan karena banyaknya orang non-arab masuk Islam, yang mana dialek mereka berbeda dengan orang arab asli. Kondisi tersebut merupakan timbulnya gagasan untuk mempermudah bacaan Al-Quran, supaya terhindar dari kecacatan dalam bacaan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib melakukan penyempurnaan Mushaf Utsmani dengan alat bantu baca yang berupa titik, tanda baca, serta garis pada huruf (nuqath al-I'jam) dan harakat (nuqath al-I'rab) yang lazim kita temukan  di Al-Quran pada masa kini.

Pada awalnya perbaikan Mushaf Utsmani hanya berupa penggunaan titik sebagai tanda untuk tanda baca pada fathah, kasrah, dan dhammah. Setelah itu terjadi perubahan penentuan harakat dengan memberi tanda garis di atas huruf untuk fathah, garis di bawah huruf untuk kasrah, memberi tanda waw kecil di atas huruf yang berharakat dhammah, dan begitu juga setiap huruf mati yang akan di berikan tanda sukun. 

Tugas Mata Kuliah Ulumul Quran

Nama Kelompok 5: Fatimah Ali dan Salsa Nabila Oktaviani

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun