Jarum jam mulai menunjuk ke angka satu, satu persatu peserta mulai beranjak dari tempatnya menuju ruangan lain. Sementara yang lainnya tetap tak bergeming ditempat masing-masing. Kami berenam; Atik, Aji, Billy, Noel, Iroy dan Luna memebentuk lingkaran kecil diruangtamu Social Movement Institute [SMI]. Dengan kaki bersila dan tangan membolakbalik kertas saya mendengarkan penjelasan Iroy tentang tugas kelompok yang diberikan pada kelompok kami. Ya, kami mendapat tugas praktek jurnalisme investigatif dari SMI tentang Segala hal yang berkaitan dengan BPJS Kesehatan di salah satu Rumah Sakit Islam Jogja. Sementara kelompok lain mendapat tugas yang sama di rumah sakit yang berbeda.
Iroy dengan pembawaannya yang tegas dengan mudah memimpin jalannya brainstrorming sebelum terjun ke lapangan. Sedikit mirip dengannya, Luna pun menimpali perkataan Iroy jika dirasa kurang pas. Berbeda dengan Noel yang komentarnya seringkali membuat kami mau tak mau menyunggingkan senyum tatkala kata-katanya yang polos terucap. Aji yang sudah terkenal vokal sejak awal tetap mempertahankan kevokalannya dalam berdinamika kelompok. Lain pula dengan Billy yang memang memperhatikan kami dalam diam, terkadang segaris senyum terbentuk diwajahnya saat kami sedang berdebat bagaimana kami akan menentukan metode investigasi yang akan kami gunakan.
Ditengah brainstorming kami, saya pun memikirkan apa yang akan saya lakukan pertama kali saat menginjakkan kaki ke rumah sakit itu. Akankah orang yang saya temui ramah? Apakah saya akan diinterogasi satpam? Apakah Kartu Tanda Mahasiswa saya akan diminta sebagai bukti? Terlalu banyak pikiran buruk yang melintas sebelum akhirnya suara Aji menyadarkan saya, “Yuk.”
Agar investigasi kami tidak terlalu mencolok, kami memebagi kelompok kami menjadi kelompok-kelompok kecil. Saya dan Aji akan menemui pihak RS yang berwenang dalam urusan BPJS. Iroy dan Luna mencari data dari keluarga pasien non BPJS. Noel dan Billy meng-handle keluarga pasien pengguna BPJS. Perjalanan kami menuju lokasi ditempuh dengan waktu kurang dari sepuluh menit dengan motor dari Sekretariat SMI di jalan Nitikan. Meski sudah tiga tahun di Jogja, namun baru kali ini saya menginjakkan kaki ke rumah sakit seberang XT Square ini. Masuk kawasan rumah sakit, kami disambut senyuman bapak-bapak tukang parkir, ”Parkirnya sebelah situ mas.”
Banyaknya kendaraan yang terparkir diluar ternyata tak menjamin banyaknya orang yang terlihat didalam ruangan. Saat memasuki lobi rumah sakit, tak banyak antrian maupun orang yang sekedar lewat. Disebelah kanan [pintu masuk terdapat loket kasir, lalu bagian informasi, kemudian tempat khusus pengguna BPJS. Sementara disebelah kiri berderet bangku-bangku antrian].Langkah kaki ini membawa kami berjalan lurus melewati kasir, bagian informasi, bagian BPJS, hingga Satpam yang menjaga pintu masuk menuju kompleks ruangan pasien. Langkah kami terhenti saat melihat denah rumah sakit yang tertempel di salah satu tiang disitu. Ternyata letak bagianBPJS adalah tempat yang berada di lobi tadi. Tak ada bagian lain lagi. Tak menunggu lama, kami berbalik arah menuju lobi dan duduk di deretan bangku antrian terdepan.
Saat kami duduk, datanglah seorang laki-laki yang ditubuhnya dililit jarik bekas gendong anak dan secarik kertas ditangannya. Laki-laki itu duduk dibagian BPJS, pandangan matanya lurus kearah pintu masuk. Perlahan ia menghela nafas berat dan melihat kertas yang ada ditangannya itu. Lalu membelokkan pandangan kearah meja bagian BPJS tepat didepannya. Mimiknya terlihat gugup dan mencuri-curi pandang kearah bagian informasi yang petugasnya komplit. Sementara kursi petugas BPJS tak ada yang menempati. Perlahan ia berdiri dan melangkah ke meja bagian informasi, menanyakan sesuatu yang samar, nyaris tak terdengar. Lalu kembali ke kursi didepan BPJS seperti semula. Hingga beberapa saat lamanya laki-laki ini tetap bergeming. Datang seorang perempuan berseragam biru dengan aksen batik dan sebuah masker menempel diwajahnya. Ternyata bukan petugas kebersihan. Laki-laki ini kembali menunduk memandangi kertasnya.
Kami tak berani bertanya, hanya melihat dari dekat apa yang akan terjadi kemudian. Tak lama, keluarlah dua petugas perempuan menemui laki-laki itu untuk menyerahkan secarik kertas ditangannya. Kemudian petugas tersebut pergi lagi dan meninggalkan laki-laki ini dalam diam. Sempat terbersit dalam pikiran saya untuk protes pada pihak rumah sakit terkait hal ini. Pertanyaan-pertanyaan yang tak terpikir saat di SMI, bermunculan satu per satu dibenak ini. Jam yang semakin sore dan pikiran sedikit larut emosi, kami akhirnya mendatangi bagian informasi tentang dimana bagian yang berwenang menangani pasien pengguna BPJS. “Disebelah persis mbak.” tutur customer service yang kami temui sambil menunjuk kearah kanannya. “Kebetulan kalau minggu memang tutup.” Lanjutnya.
***
Pesan Moral: Pengecekan fakta [fact checking] sangat penting walau banyak diremehkan wartawan. ~modul SMI halaman 3.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H