Mohon tunggu...
Orchidamoty
Orchidamoty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Mataram

Halo, saya Orchidamoty merupakan mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Mataram yang mengambil konsentrasi pada ekonomi perencanaan pembangunan wilayah pada jenjang sarjana dan ekonomi sumberdaya manusia dan lingkungan pada jenjang master. Saya memiliki ketertarikan besar pada isu-isu lingkungan dan perubahan iklim, pendidikan dan kesetaraan gender serta isu-isu ekonomi dan ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Measuring Indonesia's Commitment on Blue Economy

9 Desember 2023   12:28 Diperbarui: 9 Desember 2023   13:04 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia berstatus sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia telah melakukan pemetaan atau penyusunan Roadmap Blue Economy sebagai acuan kinerja di sektor maritim untuk jangka waktu 25 tahun kedepan. Meneruskan estafet kepemimpinan ASEAN dari negara Kamboja pada tahun 2023 (Kominfo, 2023), Indonesia menunjukan komitmen dalam memaksimalkan potensi ekonomi biru yang terlihat melalui beragam startegi dan kebijakan termasuk dengan adanya ASEAN Blue Economy Framework. Bahkan jika ASEAN serius mengoptimalkan potensi Blue Economy, maka ASEAN akan mampu menjadi World Manufacturing Center dan meningkatkan efisiensi secara signifikan melalui supply chain yang terintegrasi dengan baik sehingga mampu menjadikan laut sebagai A Sea of Cooperation. ASEAN menghasilkan rata-rata US$ 1,5 Trilliun/tahun dan diprediksi mampu membuka lebih dari 40 juta lapangan kerja hingga di 2030 melalui kegiatan Fisihing, Ship Breaking Industry, Sea Shipping, Sea Trade, Renewable Energy (Blue Carbon), dan Wisata Bahari. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan kerjasama dan kolaborasi lintas sektor, serta komitmen yang kuat dari masing-masing negara. Komitmen tersebut juga mengantarkan Sakti Wahyu Trenggono selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagai  tokoh penggagas ekonomi biru oleh Detikcom  Awards 2023 melalui kategori The Best Leader for Developing Blue Economy Startegy.   

Sebagaimana Papua memandang lautan sebagai Ibu, maka Blue Economy juga memandang lautan tidak hanya dalam konsep perekonomian, namun juga harus diperhatikan keberlanjutannya. Indonesia tentu memainkan peranan yang sangat startegis dalam menyongsong keberhasilan ekonomi biru terutama dengan komposisi luas Indonesia yang 77% didominasi oleh wilayah laut dan perairan, namun kondisi tersebut juga dibarengi oleh fakta bahwa kontribusi sektor maritim Indonesia hanya berkisar pada angka 7,6% (KOMPAS TV, 2021). Ditunjang dengan fakta bahwa Indonesia merupakan negara penyerap karbon nomor tiga di dunia dengan adanya Mangrove, Mikroalga, Phytoplankton, Lamun, dan tumbuhan-tumbuhan lain yang berkontribusi besar dalam menyerap karbon dan mampu menghasilkan laba melalui carbon trading. Sehingga perluasan lahan rehabilitasi Mangrove, Lamun, dan Terumbu Karang merupakan salah satu startegi yang dirancang untuk keberlanjutan sektor maritim Indonesia.

Beragam regulasi terkait dengan Penangkapan Ikan Terukur berbasis Kuota dan Zonasi (Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023), lalu peraturan terkait Harga Acuan Ikan (KemenKP 21 Tahun 2023), KemenKP Nomor 14 tahun 2021, KemenKP Nomor 28 Tahun 2021 dan KemenKP Nomor 15 tahun 2022 serta serangkaian aturan turunan lainnya merupakan Upaya melindungi wilayah maritim Indonesia baik dari segi ekonomi, lingkungan maupun sosio-kultur. Kontribusi sektor maritim dalam membuka lebih dari tujuh juta lapangan perkejaan melalui pariwisata bahari dan aktivitas maritim merupakan bagian besar yang mampu menyumbang perbaikan perekonomian Indonesia.   Strategi untuk memperhatikan keberlanjutan tersebut sebagaimana dipaparkan oleh Hendra Yusran (PLT Staf Ahli Bidang Ekososbud KKP) meliputi; Perluasan Lahan Konservasi, Penangkapan Ikan Terukur Berbasis Kuota, Budidaya Perikanan, Pengelolaan Pulau Kecil dan Kawasan Pesisir, serta Pengelolaan Sampah Laut. Namun dalam memperoleh manfaat maksimal melalui ekonomi biru, juga tidak lepas dari beragam tantangan. IUU (Illegal, Irregulated, and Unreported) Fishing Indonesia menempati urutan ke-20 dari 152 negera dan bahkan sebanyak 12,5% angka kemiskinan berada di wilayah pesisir. Tantangan lain yang juga dihadapi adalah perubahan iklim dan geofisika yang secara lebih lanjut dijelaskan oleh Agus Sari (CEO Landscape Indonesia) sebagai kondisi yang menyebabkan tingkat keasaman air laut tinggi dan ikan-ikan berpindah dari perairan Indonesia. Salah satu yang dapat menyebabkan kondisi ini adalah aktivitas manusia terutama terkait dengan pembuangan sampah atau limbah ke laut.

Masalah sampah merupakan hal yang sangat krusial untuk diatasi, terutama apabila kita melihat fakta bahwa Indonesia merupakan negara penghasil sampah laut terbesar kedua di dunia. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Panjaitan, menyatakan bahwa dalam komitmen Indonesia dalam menangani masalah sampah terutama sampah laut dapat dilihat melalui kinerja Indonesia selama empat tahun terakhir yang mampu menurunkan jumlah sampah plastik sebesar 39%  sesuai dengan data yang dirilis oleh United Nation menjelang KTT Archipelago and Island States (AIS) yang dihadiri oleh 51 negara di Bali pada Oktober 2023 lalu. Indonesia banyak memproses sampah di darat sebagai sumber energi listrik dan telah melakukan replanting atau penanaman kembali Mangrove pada lahan seluas 600.000 Ha. Investasi pada pengelolaan limbah juga haruslah diperhatikan hingga pada pengelolaan sampah terintegrasi. Upaya ini dapat dilakukan melalui beragam regulasi seperti, setiap kapal harus mempunyai sistem pengelolaan sampah terpadu, bahkan kapal diatas 30 GT harus dilengkapi dengan Vessel Monitoring System, sehingga aktivitas kapal dapat dipantau melalui Command Center.

Salah satu pantai di Indonesia yang tidak pernah lepas dari permasalahan sampah atau Pantai Loang Baloq yang terletak di Kota Mataram, Indonesia. Kawasan ini cukup rentan dengan permasalah sampah selain karena lokasi yang dekat dari pusat kota sehingga hampir setiap hari selalu ramai oleh aktivitas wisata bahari, pantai Loang Baloq yang juga dijadikan salah satu lokasi bagi aktivitas keagamaan juga turut menunjang tingginya jumlah sampah di pantai tersebut. Keberadaan sungai yang membawa sampah dari aktivitas masyarakat sekitar sungai di wilayah kota dan sekitarnya juga bermuara di pantai tersebut sehingga turut  memperparah kondisi di Loang Baloq, hal ini juga tidak dibarengi oleh kesadaran masyarakat atas perannya dalam menjaga lingkungan secara kolektif, padahal apabila ingin diperhatikan secara lebih jauh, maka Pantai Loang Baloq berpotensi besar meraih beragam penghargaan terutama dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI). Namun bagaimanapun, bagi orang-orang yang mengandalkan penghidupan dari wilayah ini, keberlanjutan destinasi wisata Loang Baloq merupakan gambaran masa depan yang baik dan cerah terutama dengan pengelolaan kawasan pesisir yang terintegrasi dengan baik.

 Kurangnya investasi pada sumberdaya atau tenaga kerja pada sektor Blue Economy dan tidak adanya kepedulian yang cukup terhadap permasalahan sampah laut merupakan penyebab utama mengapa masalah polusi dan sampah laut belum mampu teratasi hingga saat ini. Pengembangan teknologi merupakan salah satu cara terampuh untuk menghasilkan langkah yang lebih berarti dalam pengelolaan ekosistem laut yang lebih baik. Sehingga masalah terkait dengan carbon trading dan Ocean Ecosystem Services harus diperhatikan secara lebih teliti agar masalah-masalah lingkungan dapat teratasi, biodiversitas tetap terjaga dan aktivitas ekonomi masyarakat dapat lebih efisien dan berkontribusi lebih besar bagi perekonomian setiap negara terutama negara yang bergantung pada sektor maritim. Pendanaan melalui APBN, kemitraan dan filantropi untuk mewujudkan pengelolaan  ekosistem laut dan lahan konservasi yang lebih baik tentu akan sangat berpengaruh dalam mendorong keberhasilan implementasi blue economy.

_____________________________

Orchidamoty

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mataram, 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun