Hukum dipecundangi, putusan Mahkamah Konstitusi tidak dipatuhi. Kata ini mungkin sangat tepat bagi mereka-mereka yang selalu berteriak demi keadilan namun nyatanya takut bersaing di lapangan. Ya, ulaikahum Pansus UU Pemilu, Komisi II DPR RI, dan Kemendagri.
Bagaimana tidak, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan uji materi Pasal 173 ayat (1) dan (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Maka, atas keputusan tersebut, parpol yang telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2014 lalu, tetap dan harus menjalani proses verifikasi faktual untuk lolos sebagai peserta Pemilu 2019 mendatang.
Namun, ironis, putusan ini dikangkangi oleh Komisi II DPR RI, Pansus UU Pemilu dan Kemendagri. Mereka menghapus proses verifikasi faktual dan hanya cukup dengan verifikasi administrasi saja. Secara tidak langsung, mereka tidak mematuhi putusan MK.
Alasan yang mereka ungkapkan ketika menghapus verifikasi faktual, sungguh tak masuk akal. "Dalam Undang-Undang Pemilu Pasal 173 itu hanya ada verifikasi, tidak verifikasi faktual," kata Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 16 Januari 2018. Dikutip dari Tempo.co.
Komisi II DPR, Pansus UU Pemilu dan kemendagri jelas tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Jika memang  keberatan terhadap hasil keputusan uji materi;
Pertama, Apabila dalam UU Pemilu Pasa 173 tidak tercantum kata "verifikasi faktual" - sebagaimana asalan yang mereka ungkapkan - seharusnya mereka juga mengajukan uji materi ke MK, agar tidak terkesan main hakim sendiri, semena-mena dan melawan keputusan MK.
Kedua, adalah 'bullshit' jika mereka menghapus proses verifikasi faktual dengan alasan "keadilan." Kenapa? Karena di sejumlah daerah, proses verifikasi faktual sudah berjalan. Kalau mau adil, penghapusan verifikasi faktual seharusnya dilakukan sebelum parpol baru melakukan uji materi.
Ketiga, verifkikasi faktual dilakukan untuk menciptakan partai yang berkualitas. Partai politik yang bukan hanya hadir di tengah masyarakat 5 tahun sekali saat menjelang pemilu. Menciptakan partai politik yang dekat dengan rakyat dan tahu bagaimaa kondisi rakyat. Bukan partai politik yang hanya manis dengan janji politiknya, tapi setelah itu hilang, dan berjanji kembali di 5 tahun setelahnya.
Keempat, adalah kurang tepat jika mereka mengatakan bahwa proses verifikasi faktual hanya akan memakan waktu lama dan mengganggu persiapan Pemilu 2019. Verifikasi faktual sebenarnya sama sekali tidak membutuhkan waktu lama.
Senin, 15 Januari kemarin, KPU sudah menerjunkan petugasnya untuk melakukan verifikasi faktual terhadap beberapa parpol di berbagai daerah. Jika saja KPU dibiarkan melaksanakan tugasnya, tanpa diganggu dengan kebijakan-kebijakan tidak jelas oleh DPR dan kemendagri, bulan Januari ini, proses verifikasi faktual tersebut kemungkinan akan selesai.
Jadi, yang membuat lama dan mengganggu persiapan pemilu 2019 sebenarnya adalah mereka-mereka yang selalu menentang dan tidak mematuhi keputusan MK. Bukan KPU yang justru taat dan patuh terhadap putusan MK.
Proses verifikasi faktual sebenarnya sama sekali tidak merugikan parpol-parpol lama. Toh, mereka sudah pernah lolos saat pemilu 2014 lalu. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan ditakutkan dari proses verifikasi faktual ini.
Namun, jika mereka terus-menerus melawan keputusan MK, justru akan semakin terlihat dan terkesan bahwa sebenarnya mereka takut bertarung menghadapai parpol-parpol baru di Pemilu 2019 nanti. Selain itu, akan terkesan juga bahwa parpol lama seakan tidak mau menerima kehadiran parpol baru di parlemen.
Atau, jangan-jangan, parpol lama sudah banyak yang kehilangan kader di daerah-daerah?Entahlah__
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H