Mohon tunggu...
Hardi Baktiantoro
Hardi Baktiantoro Mohon Tunggu... -

Hardi Baktiantoro adalah penggila fotografi yang memiliki obsesi untuk membela tanah air Indonesia melalui penyelamatan orangutan dan hutan Kalimantan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sehari Semalam Bersama Pejabat

27 Oktober 2013   11:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:58 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rumah adat Jawa, besar, kuno dan memiliki nilai sejarah. Ada 2 set gamelan dan beragam senjata tradisional seperti keris dan tombak. Konon sisa perang Diponegoro pada tahun 1800an. Saya merasa sangat beruntung karena diijinkan untuk memakai rumah itu secara gratis sebagai kantor dan tempat tinggal di Yogya. Halamannya luas. Bagiku, ini adalah sebuah kemewahan.

Di dalam rumah itu ada sebuah kamar tidur yang cukup besar, yang muat untuk dipakai tidur sampai 8 orang. Ranjang dan kasur sengaja pakai “spring bed”. Selain karena tidak mampu membeli ranjang kuno, rasanya spring bed bisa diterima oleh semua orang semua umur. Sarung bantal dan sprei warnanya putih agar sesuai dengan standar hotel dan terpantau kebersihannya. Kamar tidur tidak berAC, udara cukup segar dengan 2 buah jendela besar. Para relawan dan tamu senang menginap di sini. Banyak juga tamu warga negara asing yang ketagihan untuk datang dan menginap di sini. Kami juga membangun sebuah kamar mandi yang lumayan baik. Air ditampung dalam sebuah gentong besar, terasa lebih segar dibanding bak mandi biasa. WC memakai system kloset duduk agar orang - orang asing yang tidak biasa jongkok bisa memakainya dengan nyaman.

Memang, kami mengupayakan agar rumah itu nyaman bangi semua orang dari beragam latar belakang yang berbeda. Ada internet berkecepatan tinggi, ada sofa, ada meja kursi bagi yang suka udara luar, ada juga meja dan kursi anak yang cocok untuk usia 4 - 6 tahun. Kopi, teh dan gula tersedia. Air panas selalu tersedia di dispenser. Kalau mau masak ada kompor gas. Bagi yang mencoba memasak pakai kayu bakar juga bisa. Dapurnya luas sekali. Ada TV LED layar datar di dinding bagi yang suka nonton TV. Perpustakaan juga ada. Ada banyak buku yang bisa dibaca, mulai dari kumpulan cerpen KOMPAS hingga buku serius seperti Biologi Konservasi.

Jika menghendaki, kami bisa mengundang grup kesenian tradisional seperti jathilan atau kuda lumping. Anak - anak desa itu juga seringkali berlatih karawitan di rumah itu, toh gamelan sudah tersedia. Ini saja sudah hiburan yang sangat langka. Bagi banyak orang Jakarta atau orang - orang dari luar negeri, rumah dan lingkungan di mana kami tinggal adalah sebuah kemewahan yang indah. Kami pernah menyebutnya dengan Gamelan Hostel tapi praktisnya kami sebut dengan Camp. Anda boleh juga menginap di sini, syaratnya hanya: donasi ke satwa liar.

Baru - baru ini kami kedatangan tamu yang terkait dengan pekerjaan kami. Untuk menghemat pengeluaran (karena semua biaya kami yang tanggung) mereka kami inapkan di rumah kami. Paginya mereka menunjukkan wajah kecewa dan mulai menyindir terus menerus. Katanya lebih suka tidur di mobil karena ber AC. Udara pedesaan di Sleman yang sejuk tidak culup elit. Mereka juga bercerita tentang sepinya malam di tempat kami. Saya segera menangkap pesan kuat dari mereka: pindah ke hotel dan sediakan pelacur untuk memuaskan nafsu. Atau mabuk di klub malam.

Saya memilih untuk tetap bersabar dan merendahkan diri. Mencoba mencerna dan memahami situasi. Sedari awal memang beliau - beliau ini lagaknya seperti raja. Main perintah, kalau pesan makanan kayak orang kalap. Semua dipesan tapi tidak semuanya dimakan. Meskipun sudah dibilangi bahwa kami tidak membayar rokok tetap saja pesan rokok, 2 kotak sekaligus. Katanya tidak bisa hidup tanpa rokok. Tanpa malu membandingkan pelayanan yang diterimanya dari para pengusaha. Harusnya malu, karena ini menyangkut integritasnya sebagai petugas. Lebih lanjut dia juga menyatakan menyesal karena bekerja dengan dana kami. Jika bekerja dengan dana pemerintah, penerbangan dan hotel berapapun harganya akan dibayar, lanjutnya.

Sampai pada kesimpulan: ini tentang sebuah dasar berpikir yang memang sudah nggak mungkin bisa dikompromikan. Mereka merasa sebagai orang - orang terbaik bangsa yang dipilih negara untuk menjalankan pemerintahan. Mereka merasa layak untuk dilayani oleh rakyat. Mereka merasa layak untuk mendapatkan semua pelayanan termahal yang tidak mungkin dibayar dengan uang pribadi. Baginya, perjalanan dinas adalah kesempatan untuk menghabiskan sebanyak mungkin uang negara dan bersenang senang.

Tidak heran jika Prof. Dr. Eko Prasodjo Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyatakan, “Saya bisa katakan 80% PNS kita tidak berkompeten dan bermoral rusak. Ini kenyataan.”

Begitulah catatan hari ini. Selamat Hari Minggu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun