Mohon tunggu...
orang sukses2024
orang sukses2024 Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

mahsiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Self-Management pada Anak Usia Dini melalui Pola Asuh Orang Tua

18 Oktober 2024   21:34 Diperbarui: 18 Oktober 2024   21:50 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pola Asuh Anak. (Sumber Foto: Haibunda.com)

Kemampuan untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menyelesaikan pekerjaan, mengendalikan dorongan hati, dan membuat keputusan yang bijaksana, dikenal sebagai manajemen diri.

 Keterampilan ini masih berkembang di awal kehidupan dan dibentuk oleh berbagai interaksi dengan lingkungan, khususnya orang tua. 

Karena anak-anak pada tahap perkembangan ini sangat bergantung pada arahan dan bantuan orang-orang dalam kehidupan mereka, gaya pengasuhan memiliki dampak yang signifikan terhadap seberapa baik anak-anak mampu mengelola kehidupan mereka sendiri. Anak-anak yang menerima pengasuhan yang responsif dan konsisten lebih mampu mengendalikan emosi, perilaku, dan interaksi sosial mereka.

Anak-anak mulai belajar cara mengelola emosi mendasar seperti kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan sejak usia dini. Menurut Erfantinni (2019) anak-anak yang mendapatkan pengasuhan yang suportif dan penuh kasih sayang lebih mampu mengidentifikasi dan memahami perasaan mereka sendiri. 

Selain menenangkan anak-anak mereka saat mereka kesal atau frustrasi, orang tua yang responsif juga memberi label pada perasaan mereka, misalnya, "Apakah kamu marah?" atau "Kamu kecewa karena mainanmu rusak." 

Anak-anak akan secara bertahap belajar mengenali perasaan mereka dan menemukan cara yang tepat untuk mengomunikasikannya dengan cara ini. Komponen penting dari pengelolaan diri, pengendalian emosi dipupuk oleh gaya pengasuhan ini.

Selain itu, menurut Santrock (2012) keterampilan mengendalikan dorongan hati terkait dengan manajemen diri anak usia dini. Anak-anak sering membuat keputusan tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan akibatnya, seperti menampar teman karena mereka bertengkar memperebutkan mainan. Anak-anak belajar bahwa tidak semua dorongan harus dipatuhi ketika orang tua mereka menetapkan batasan yang jelas dan konsisten. 

Ketika seorang anak meminta permen sebelum makan siang, misalnya, orang tua dapat menjelaskan dan memberikan alternatif, seperti "Kamu bisa makan permen nanti setelah makan siang." Anak-anak memperoleh kendali impuls dan kemampuan untuk menunda kepuasan dengan cara ini, dua aspek penting dari manajemen diri. Pola asuh yang terlalu ketat atau liberal dapat mencegah keterampilan ini berkembang.

Selain itu, praktik pengasuhan anak berdampak pada seberapa baik anak belajar menetapkan dan mencapai tujuan. Sasaran anak usia dini biasanya sederhana, seperti menyelesaikan permainan atau membereskan mainan. Anak-anak yang menerima umpan balik dan arahan positif dari orang tua mereka lebih mampu berkonsentrasi dan menyelesaikan aktivitas. 

Ketika seorang anak membangun balok secara efektif, misalnya, orang tua yang mendukung akan memberi selamat dan memberi dukungan, dengan mengatakan sesuatu seperti, "Kamu hebat! Kamu menyelesaikan strukturnya." 

Anak-anak yang menerima pujian semacam ini terinspirasi untuk bangga dengan pekerjaan mereka dan belajar bahwa ketekunan dan kerja keras diperlukan untuk meraih kesuksesan. Anak-anak dapat belajar cara menetapkan dan mencapai sasaran kecil, yang merupakan bagian penting dari pengelolaan diri, dengan pembinaan yang tepat.

Mengajarkan anak-anak cara membuat keputusan merupakan aspek lain dari pengasuhan anak. Anak-anak dapat diajarkan untuk memilih di antara berbagai kemungkinan dasar, meskipun mereka belum kompeten untuk membuat keputusan yang rumit di usia yang masih sangat muda. 

Anak-anak memperoleh rasa kemandirian dan tanggung jawab ketika orang tua memberi mereka kebebasan untuk membuat keputusan, seperti apa yang akan dikenakan atau apa yang akan dimakan sebagai camilan. 

Menurut Nurfadilah (2020) orang tua dapat mengajarkan kepada anak-anak mereka nilai dari membuat keputusan yang bijaksana dan mempertimbangkan konsekuensinya dengan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Selain meningkatkan harga diri anak-anak, proses ini meningkatkan kapasitas mereka untuk mengendalikan diri dalam berbagai situasi.

Selanjutnya pola asuh terbaik adalah pola asuh yang otoriter dan responsif, di mana orang tua menghargai kemandirian anak-anak mereka sambil memberikan nasihat. Karena orang tua yang otoriter menetapkan batasan yang jelas tetapi tetap adaptif dalam memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, anak-anak mereka dapat mengembangkan keterampilan pengaturan diri yang baik. 

Di sisi lain, keterampilan mengelola diri dapat terhambat oleh pola asuh yang terlalu otoriter, di mana orang tua memberlakukan batasan yang ketat tanpa memberi anak-anak mereka kesempatan untuk menjadi mandiri. Pola asuh yang terlalu kaku dapat membuat anak-anak bergantung pada orang tua mereka dan kurang mampu membuat pilihan mereka sendiri atau mengendalikan emosi mereka.

Namun, perkembangan manajemen diri juga dapat terpengaruh secara negatif oleh pola asuh yang permisif, yang terjadi ketika orang tua terlalu longgar atau tidak konsisten dalam menetapkan aturan dan batasan. 

Karena terbiasa dengan suasana yang tidak memiliki struktur yang jelas, anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang permisif sering kali kesulitan mengatur diri sendiri. 

Menurut Pangestu (2022) seorang anak mungkin kesulitan mengembangkan disiplin diri yang dibutuhkan untuk mematuhi rutinitas harian, seperti menyelesaikan pekerjaan atau tidur tepat waktu, jika mereka diberi waktu bermain tanpa batas. Oleh karena itu, mendorong perkembangan manajemen diri pada masa bayi memerlukan keseimbangan antara otonomi dan arahan.

Kesimpulannya, pola asuh memiliki dampak besar pada perkembangan manajemen diri pada anak kecil. Anak dapat belajar mengendalikan emosi, perilaku, dan pikiran mereka sendiri dalam lingkungan yang aman dan terkendali ketika orang tua mereka responsif, konsisten, dan memberi semangat. 

Anak belajar mengelola dorongan hati, menetapkan tujuan, membuat keputusan, dan menunda kepuasan melalui interaksi sehari-hari dengan orang tua. 

Kemampuan ini menjadi landasan bagi keberhasilan mereka di masa depan selain penting bagi perkembangan awal mereka. Oleh karena itu, agar anak dapat berkembang hingga mencapai potensi penuhnya, orang tua harus menyadari peran penting mereka dalam memengaruhi kemampuan manajemen diri mereka dan menawarkan bantuan yang tepat.

Sumber Refrensi:

Erfantinni, I. A. H. (2019). Psikologi perkembangan anak.

Nurfadilah, M. F. I. (2021). Modifikasi perilaku anak usia dini untuk mengatasi temper tantrum pada anak. Jurnal Pendidikan Anak (WEBSITE INI SUDAH BERMIGRASI KE WEBSITE YANG BARU==> https://journal. uny. ac. id/v3/jpa), 10(1), 69-76.

Pangestu, K. A., Hidayati, A., Maulana, M. A., Setyawan, A., Putra, R. U., Susanto, B., ... & Siswanti, R. S. (2022). Optimalisasi Perkembangan Kepribadian Anak Boro Melalui Konseling Kelompok Teknik Self Management. Advice: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 4(1), 8-13.

Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development (Edisi 13 Jilid 1). Jakarta: Erlangga, 1-2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun