Mohon tunggu...
Edwinmontana
Edwinmontana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perkawinan gay haruskah ditolerir

24 Mei 2015   14:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:39 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru baru ini, Gereja Katolik Irlandia dikejutkan dengan hasil voting yang memenagkan perkawinan gay. Mau tak mau, Uskup yang memilih « tak setuju », harus menerima kekalahan kaum konservatip yang yang menolak. Yang lebih hebat lagi, kasus pemilihan pendapat secara terbuka untuk perkawinan gay adalah yang baru pertama kalinya terjadi di dunia. Selama ini, negara negera yang mengesahkan perkawinan gay tidak pernah melakukan pemilihan pendapat tentang secara demokratis, yang dilakukan hanyalah lewat kebijakan pemerintah lewat partai partai politik yang ada di parlement. Kemenangan yang pro perkawinan gay adalah didukung oleh pemilih yang berada di kota kota besar, sedangkan dipinggiran kota dan di desa desa lebih banyak menentang. Alasannya adalah karena pengaruh gereja masih kuat di daerah daerah luar kota dan pedesaan.

Dari cerita diatas, dapat kita katakan bahwa dari hari ke hari, orang makin sadar bahwa orientasi seksual sesorang harus dihormati. Seorang yang memang berorientasi gay atau lesbian, tidak dapat dipaksa untuk menghilangkan pembawaan tersebut . Memang ada orang yang menjadi gay karena lingkungan, tetapi kasus ini sangatlah kecil. Tentu saja siapapun memang bisa saja melakukan hubungan seks dengan sesama jenis, tetapi kepuasan yang dirasakan oleh yang bukan gay tidaklah serupa dengan hubungannya denga lawan jenis. Menurut Kinsey, setiap orang adalah biseksual, tetapi kadarnya adalah sangat rendah, paling paling 3atau 8 % pada sestiap orang. Tentu saja orang yang normal takkan mau kawin sejenis kalau kecenderungan terhadap hal tersebut kurang hanya sekitar itu.

Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa orang yang ingin kawin sejenis adalah orang yang memang suka kaum sejenis. Kalau memang demikian, apa gunanya kita larang larang. Banyak kasus dimasa dulu, bahwa gay yang berpura pura stright karena desakan keluarga , adat dan agama, akhirnya bercerai atau sembunyi sembunyi punya patner sejenis. Inikan berbahaya! Karena itu menyiksa diri sendiri dan menyiksa isteri yang kecewa akibat ulah tersebut.

Kemudian, apakah agama itu salah karena melarang hubungan sejenis?. Tentu saja sebagian berpendapat bahwa agama tidak salah, karena fondasi moral harus memang harus ditekankan oleh agama. Akan tetapi dari sisi lain, agama bisa dikritik karena berupaya menutup mata akan realitas keberadaan kaum gay dan lesbian yang memang pembawaan mereka sejak lahir. Memaksa sesorang untuk membunuh naluri aslinya adalah perbuatan zalim sepanjang naluri tersebut tidak membahayakan orang lain. Moral yang benar harus berlandaskan keadilan dan prikemanusiaan. Jika moral malah menzalimi kehidupan sesorang, itu bukannya sebuah moral yang positip akan tetapi sebuah penindasan.

Karena itu kita jumpai sebagian dari institusi agama agama ada yang membolehkan perkawinan gay, seperti pada gereja Anglikan, Gereja United Church. Bahkan kedua gereja ini memboleh pentasbihan pendeta pendeta homoseksual dan lesbian. Alasan mereka adalah karena tendesi seksual seseorang adalah fitrah asli dari lahir, maka agama harus mentolerirnya.

Dari kalangan Islam, kita dengar pandangan almarhum mufti sunni Lebanon, sekh Abdullah al-Layali yang mengatakan bahwa karena urusan perkawinan itu adalah masalah civil, bukan urusan agama, maka Islam hendklah mentolerir perkawinan gay dan lesbian. Dengan demikian, tentu saja Saikh al-Layali tidak mengatakan bahwa perkawinan tersebut harus secara Islam. ( lihat disertasi Manfred Sing. Progressiver Islam in Theorie und Praxis : die interne Kritik am hegemonialen islamischen Diskurs durch den "roten Scheich" Abdallah al-Alayili (1914-1996) /  Würzburg : Ergon, 2007. ). Tentu saja sebelum beliau, Ibn Hazm dari madhhab Zahiri, berpendapat bahwa hubungan seks kaum lesbian bisa ditolerir karena tidak ada hubungan seksual penetrasi ( baca artikel Camilla Adang : »IBN HAZM ON HOMOSEXUALITY. A CASE-STUDY OF ZÀHIRl LEGAL METHODOLOGY » )^

Ada dua faktor faktor positip dengan terlaksananya pengesahan perkawinan kaum gay :


  1. Pelaksanaan keadilan terhadap kehidupan seseorang. Seorang yang memang lahir sebagai gay atau lesbian tidak lagi menderita karena dikucilkan dan di intimidasi. Dari contoh kemajuan perhargaan akan hak hak kemanusiaan, kita dapat belajar dari kasus Irlandia dimana 22 tahun yang lalu Irlandia membatalkan hukuman atas kaum gay, dan kini malah mereka bisa kawin secara legal. Ini adalah suatu bukti bahwa masyarakat Irlandia suka akan penegakan prinsip keadilan.
  2. Mengurangi kehidupan seksual yang berbahaya bagi kesehatan. Dengan membangun sebuah rumah tangga yang bahagia, kaum gay dan lesbian menjalani sebuah kehidupan yang saling cinta dan bahu membahu atara satu sama lain seperti layaknya pasangan hetero seksual. Kebahagiaan seperti itu tentunya membuat mereka tidak akan tertarik dengan kehidupan sek yang tidak stabil
  3. Peluang hidup bahagia bagi anak anak terlantar untuk diadopsi oleh pasangan gay dan lesbian yang berumah tangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun