Mohon tunggu...
Orang Pemimpi
Orang Pemimpi Mohon Tunggu... -

Hanya Pemimpi Keras

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres Tanpa Incumbent

25 Mei 2014   22:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:07 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara definitif resmi rakyat Indonesia telah memiliki dua pasangan capres-cawapres yang akan berkontestasi di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, yaitu pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Sebelum jadwal resmi kampanye Pilpres dimulai pun, kedua pasangan calon dan pendukungnya sudah ramai mengedepankan alasan mengapa rakyat Indonesia harus memilih mereka atau pasangan calonnya. Lebih menarik lagi karena ini pertama kalinya Pilpres di Indonesia berlangsung tanpa ada incumbent (petahana) yang berpartisipasi.

Sejak pertama kali Pilpres diadakan dengan sistem suara terbanyak dan pemilihan langsung, selalu ada petahana yang menjadi calon. Tahun 2004 ada Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden saat itu. Tahun 2009 ada Susilo Bambang Yudhoyono selaku petahana yang menjadi peserta Pilpres, termasuk Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden yang ikut berkontestasi bersama Wiranto. Sekarang ini, sesuai UUD 1945 Presiden SBY tidak dapat mencalonkan diri kembali karena telah menjabat dua periode secara berturut-turut dan Wakil Presiden Boediono juga tidak maju kembali.

Kondisi tersebut penting dan menarik diamati karena berarti tidak ada satu pun pasangan kandidat yang memiliki pengalaman menjadi Presiden. Paling terdekat adalah Jusuf Kalla yang pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009. Artinya apapun pilihan rakyat sebenarnya mengandung resiko karena baik Jokowi maupun Prabowo tidak pernah menjabat sebagai Presiden. Ini membuat kontestasi Pilpres 2014 menjadi makin menarik karena kedua capres harus meyakinkan rakyat memilih mereka tanpa ada masing-masing ada rekam jejak jelas sebagai Presiden. Padahal rekam jejak adalah salah satu “produk politik” yang umum/penting digunakan untuk meyakinkan rakyat pemilih.

Baik rekam jejak positif maupun negatif masing-masing capres-cawapres sudah muncul dalam diskusi media dan publik. Akan tetapi secara objektif sebenarnya sulit membandingkan rekam jejak kedua pasangan ataupun masing-masing individu. Membandingkan Jokowi dengan Prabowo, kita tidak bisa mengatakan siapa yang memiliki rekam jejak lebih baik. Sebab Jokowi berangkat dari latar belakang kepala daerah dan pengusaha UKM, sedangkan Prabowo berangkat dari latar belakang militer. Begitu juga antaraJusuf Kalla dan Hatta Rajasa, walaupun keduanya pernah menjabat sebagai Menteri dan menjadi Ketua Umum partai politik tapi tetap kurang tepat membandingkan rekam jejak keduanya. Sebab Jusuf Kalla pernah menjadi Wakil Presiden sedangkan Hatta belum. Sebaliknya Hatta pernah berpengalaman dalam empat pos kementerian dalam karirnya sedangkan Jusuf Kalla hanya dua pos kementerian.

Bila kita melihat dokumen resmi riwayat hidup masing-masing kandidat capres-cawapres sebenar masing-masing individu memiliki banyak keberhasilan di bidangnya masing-masing. Jokowi pernah dua kali terpilih sebagai Walikota Surakarta dan juga sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sepanjang hidupnya Jokowi pernah mendapat 57 penghargaan dari berbagai institusi formal termasuk pengakuan atas keberhasilannya menjadi kepala daerah. Pendidikan yang pernah dikecapnya adalah SDN III Tirtoyoso Solo, SMPN I Solo, SMAN 6 Solo, dan Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta.

Dalam hal pendidikan, Prabowo di dokumen yang diserahkan KPU tertulis mengecap pendidikan SD di Victoria Institution Kuala Lumpur, SMP di International School Zurich, SMA di American School London, dan Akademi Militer Nasional Magelang. Dia juga pernah menjalani pendidikan informal di Amerika Serikat dan Jerman dalam bidang militer. Sesuai dengan riwayat pekerjaannya yang banyak di militer dalam KOPASSUS dan KOSTRAD, sebelum akhirnya menjadi pengusaha di PT Nusantara Energy, PT Kertas Nusantara, dan PT Tidar Kerinci Agung. Sebanyak delapan penghargaan di bidang militer turut diterima Prabowo semasa karirnya.

Untuk Hatta Rajasa, selain pengalaman dalam empat pos kementerian berbeda, dia juga pernah menjadi Ketua Fraksi Reformasi di DPR tahun 1999-2001. Pengalama organisasi Hatta meliputi Ketua Dewan Pakar ICMI, Ketua Ikatan Alumni ITB, Ketua Dewan Penasehat Persatuan Insinyur Indonesia (PII), dan lainnya. Dicantumkan dalam riwayat hidupnya bahwa dia pernah menerima 24 penghargaan, mayoritas karena kinerjanya di lembaga eksekutif.

Jusuf Kalla menjadi satu-satunya di antara keempat orang ini yang pernah terpilih sebagai Wakil Presiden. Sebelumnya seperti diketahui banyak orang, dia pernah memegang dua pos kementerian dan juga memimpin perusahaan PT Hadji Kalla. Tercantum juga pengalaman Jusuf Kalla dalam 16 organisasi termasuk sebagai Ketua Umum Dewan Mesjid Indonesia dan Ketua Umum Palang Merah Indonesia, beserta Sembilan penghargaan yang pernah diterimanya selama ini.

Melihat riwayat hidup masing-masing capres-cawapres maka bila ada pertanyaan “Siapa pasangan dengan rekam jejak terbaik?”, jawabannya sulit dipaparkan secara objektif karena masing-masing berbeda latar belakangnya. Bagaimana membandingkan keberhasilan Jokowi sebagai kepala daerah yang tidak pernah di militer dengan keberhasilan Prabowo sebagai seorang tentara yang tidak pernah menjadi kepala daerah? Tentu kriteria keberhasilan kepala daerah dan militer sangat berbeda. Begitu juga bagaimana membandingkan keberhasilan Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia dengan keberhasilan Hatta di ICMI yang berbeda bidang?

Melihat atau menilai rekam jejak para pasangan capres-cawapres sebaiknya dilakukan dalam perspektif apa saja keberhasilan yang pernah dicapai di bidangnya masing-masing. Kita menilai rekam jejak atau keberhasilan Jokowi dengan perspektif pemerintahan daerah. Kita menilai rekam jejak atau keberhasilan Prabowo dengan perspektif militer. Begitu pula ketika menilai rekam jejak kedua cawapres. Sebab secara tertulis dan objektif keempatnya belum pernah menjadi Presiden. Jangan nilai apel dengan kacamata jeruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun