Mohon tunggu...
Yohanes Anjaya
Yohanes Anjaya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hukum di Indonesia

27 Oktober 2017   21:02 Diperbarui: 30 November 2018   23:00 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Halo para pembaca artikel saya, saya kembali dengan topic yang berbeda dari sebelumnya tapi ini tidak dalam lingkup biologi melainkan saya membahas tentang politik

Kita tahu pada saat ini Indonesia sedang dalam gejolak politik. Seperti kata Bung Karno " Perjuanganku mengusir penjajah tidaklah sesulit perjuanganmu kelak melawan bangsamu sendiri" dan itu benar-benar terjadi sekarang  . Banyak sekali masalah yang terjadi tak terhitung , salah satu nya adalahnya kasus yang masih hangat . Hukum yang dapat dilenyapkan dengan strategi "lucu"

Kita tahu ketua DPR kita yang terkenal Setya Novanto ,  apa yang di lakukanya sangatlah membuat jengkel dan murka warga Indonesia.

Kasus besar korupsi E-KTP  yang dilakukanya seakaan di anggap mudah. Dia menjadi tersangka dan beberapa kali mendapat panggilan namun selalu menghindar. Dan yang masih hangat ini adalah ketika ia berdrama 'Sakit" dan di cabut status tersangkanya.

Hakim Pengadilan Jakarta Selatan menetapkan status tersangka Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto yang dialamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) -dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik- adalah tidak sah.

"Menyatakan penetapan tersangka Setya Novanto tidak sah," kata Hakim Cepi Iskandar dalam pembacaan vonis sidang praperadilan, Jumat (29/09).

Namun lembaga pegiat antikorupsi ICW menilai bahwa sejak awal sudah ada beberapa kejanggalan dalam proses praperadilan terkait penetapan tersangka Setya Novanto tersebut.

Setya Novanto sakit

Bagaimanapun Adnan Topan berpendapat kasus dugaan korupsi E-KTP tidak akan gugur dengan hasil praperadilan tersebut, yang seharusnya hanya menguji prosedur dari penetapan seorang tersangka.

"Itu sudah dilakukan oleh KPK dalam beberapa kasus, ketika KPK mengalami kekalahan pada tahap peraperadilan sebagaimana dalam kasus wali kota Makassar, yang juga mengajukan praperadilan dan menang. Tapi kemudian KPK menetapkan sebagai tersangka dengan surat tersangka baru," jelas Adnan kepada wartawan BBC Indonesia, Liston P. Siregar.

Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi E-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu. Pria itu lalu mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 4 September. Gugatan terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jaksel.

Dalam gugatannya, Setya Novanto menggugat status penyidik dan penyelidik KPK. Beberapa poin keberatan Setya Novanto adalah pengujian sah atau tidaknya alat bukti dalam menetapkan dirinya menjadi tersangka.

Setya Novanto sendiri saat ini sedang dalam keadaan sakit dan beberapa warga internet 'mempertanyakan' beredarnya foto Ketua DPR itu sedang berbaring di sebuah rumah sakit dengan masker oksigen dan selang infus.

Logiskah hukum yang terjadi di Indonesia saat ini???. Memang benar Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil atau kejahatan perdata ringan langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.

Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun