politik seperti dukungan finansial dan kemampuan untuk melobi, mereka tetap bisa menghadapi hambatan jika ada oposisi politik yang kuat dan beretika. Penolakan di tingkat lokal dapat menghambat investasi, seperti yang terlihat pada kasus Rempang dan PLTU Batang.
Investasi perusahaan di daerah melibatkan proses birokrasi yang panjang, termasuk lobi-lobi pemerintah dari tingkat pusat hingga ke pemerintah desa. Semua pihak yang terlibat harus memiliki kesepahaman untuk mencapai tujuan bersama. Meskipun perusahaan memiliki keuntungan dalamInvestasi perusahaan di daerah sebenarnya merupakan hal yang patut disyukuri. Ini bisa meningkatkan perekonomian masyarakat, menyediakan akses yang lebih baik terhadap pendidikan, kebutuhan dasar, dan layanan kesehatan. Namun, investasi dari sektor bisnis dapat menimbulkan dampak negatif jika kekuasaan untuk memutuskan kebijakan dipegang oleh pihak-pihak yang menyalahgunakan wewenang. Hal ini dapat dilihat dari kasus jual beli tanah di Desa Depok dan tindakan tidak etis seorang kepala desa di Lebak.
Contoh lain yang menarik adalah investasi oleh perusahaan asing di sektor batubara dan rumput gajah di Kecamatan Kalis, Kabupaten Kapuas Hulu. Investasi ini melibatkan tiga desa di kecamatan tersebut, sementara beberapa desa lainnya, yaitu Desa Nanga Tubuk, Desa Nanga Danau, dan Desa Rantau Kalis, menolak. Perusahaan secara terbuka menyatakan bahwa mereka tidak akan berinvestasi di desa yang menolak, sesuai dengan prinsip keberlanjutan (SDG). Mereka fokus pada desa yang menerima investasi.
Investasi terbesar perusahaan terjadi di Desa Tekudak, dengan luas 600 hektar tanah pada tahun 2020. Menurut media, penanaman rumput gajah akan dilakukan dengan sistem sewa. Namun, ditemukan bukti penjualan tanah, seperti akta penjualan untuk tanah dengan SKT No 593.2/06/Pemdes-TKD/SKT/2022 atas nama Sebastianus Narang seluas 3,50 hektar dan akta atas nama Paulus Ika seluas 2 hektar. Beberapa tahun sebelumnya, juga ada penjualan tanah seluas 13,77 hektar atas nama Usman Luan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen sistem sewa yang pernah dijanjikan oleh kades Tekudak dan instruksi camat Kalis pada tahun 2020.
Fakta-fakta di atas menimbulkan pertanyaan bagi kami yang sedang mengurus surat keterangan tanah (SKT) selama berbulan-bulan tanpa kejelasan status. Meskipun sudah ada pertemuan antara pemerintah desa, masyarakat, dan pemilik lahan, proses pengeluaran SKT tetap tidak jelas dengan alasan adanya komplain dari warga.
Melalui permohonan terbuka ini, kami berharap Bapak Bupati Kapuas Hulu melakukan pemeriksaan yang adil dan transparan atas permasalahan akan tertutupnya transparansi Pemerintah Desa Tekudak. Tanpa menuduh siapapun, ketidakjelasan atas status tanah warga menimbulkan pertanyaan tentang jaminan akan akses atas sumber-sumber ekonomi mereka. Kami sebagai pemilik lahan juga merasa tidak aman dan tidak bisa bekerja dengan tenang karena konflik agraria ini. Semoga ada solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat.
Referensi
David Knoke dan Mark S. Mizruchi, "The Structure of Corporate Political Action: Interfirm Relations and Their Consequences.," Social Forces 73, no. 1 (September 1994): 348, https://doi.org/10.2307/2579952.
Jurnalis. 2020. Dikutip dari https://jurnalis.co.id/2022/03/08/lahan-perusahaan-rumput-gajah-di-kalis-masih-jadi-polemik/
Mitchell, "The conspicuous corporation: business, public policy, and representative democracy," Choice Reviews Online 35, no. 07 (1 Maret 1998): 35-4121-35--4121, https://doi.org/10.5860/CHOICE.35-4121.
Thomas Paster, "How Do Business Interest Groups Respond to Political Challenges? A Study of the Politics of German Employers," New Political Economy 23, no. 6 (2 November 2018): 674--89, https://doi.org/10.1080/13563467.2018.1384453.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H