Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Bola

Goyahnya Mimpi Menyicil Lunas Piala Dunia

7 Januari 2025   19:43 Diperbarui: 13 Januari 2025   15:48 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Spekulasi pemberhentian pelatih asal Korea itu sudah santer sejak beberapa hari terakhir. Puncaknya kemarin. PSSI mengeluarkan pernyataan resmi.
   
Lima hari ketum PSSI Erik Tohir mengunjungi Eropa untuk buka lapak mencari susksesor Shin Tae-yong berdasar nama-nama yang sudah masuk bidikan sebelumnya.
   
Dan, nama Patrick Kluivert paling mengemuka untuk posisi pelatih baru. Saya tak ingin mengulas rekaman karir kepelatihannya ke belakang. Juga tetang alasan mendetail kenapa PSSI memilihnya. Di masa lalu Patrick adalah pesepakbola hebat. Ia satu dari sekian nama besar dalam dunia kulit bundar asal Belanda. Ia legenda Barcelona.
     
Kembali ke Shin Tae-yong. 5 tahun ia menukangi tim garuda. Datang saat sepakbola kita sedang hancur-hancurnya. Rangking dunia jeblok. Kualitas permainan yang begitu-begitu saja. Shin Tae-yong jadi punya pekerjaan ekstra.
     
Di sesi latihan pertamanya bersama timnas ia langsung dikejutkan dengan fakta lapangan yang ia pelototi sendiri. Betapa kualitas pemain timnas kita sangat jauh di bawah bila dibanding negara Asia lain macam Jepang Iran maupun Korea.
   
Untuk hal-hal paling mendasar macam passing, kontrol bola, stamina, hingga pola makan dan gizi pemain semua jadi PR pertamanya di timnas.
   
Di masa itu ia menemukan jurang pemisah yang sungguh jauh antara sepakbola kita dan negara pesaing lain. Ia coba membenahi semua dari awal. Benar-benar dari awal. Dari nol. Bukan pekerjaan mudah.
     
Saat tim tetangga Thailand dan Vietnam sibuk melatih gaya transisi bermain, mengadopsi gaya main tim Eropa, berusaha beradaptasi dengan berbagai pola main, Shin Tae-yong malah harus mulai mengajari ulang pemain timnas kita bagaimana cara mengumpan bola yang akurat, bagaimana kontrol bola yang aman, bagaimana mengatur stamina yang ideal, hingga mengelola mental agar tetap jago selama pertandingan.
     
Dari situ saja terbayang akan bagaimana lelahnya jika kita harus berlari mengejar Jepang dan Korea di kancah bola. Di masa itu pemain kita adalah pemain kelas ciut. Suka gugup saat jumpa Vietnam apalagi bila harus duel dengan Thailand. Pemain kita seperti tidak percaya diri. Sudah kalah duluan sebelum naik arena. Sampai-sampai banyak dari kita, yang selalu tegak menonton tiap laga timnas tak berani sekadar membayangkan bagaimana timnas kita akan membanting KO Thailand dan Vietnam itu.
     
Di masa Shin Tae-yong semua pelan-pelan berubah. Thailand dan Vietnam tetap raja Asean. Tapi pemain kita mulai berani. Tak ada lagi yang loyoh-loyoh.
     
Shin Tae-yong dengan gaya tegasnya mengayuh roda tim ini ke arah depan meski pelan-pelan.
     
Di piala AFF 2021 kita bisa melihat bagaimana Shin Tae-yong berani membawa banyak wajah baru di timnas dengan usia rata-rata masih sangat muda. Ia tak goyang dilanda badai kritik akibat membuang nama-nama top dan memilih pemain muda untuk kompetisi itu. Terbukti mereka bisa sampai ke partai puncak. Dan kembali menghadapi Thailand. Disobek-sobek 4-0 di pertandingan pertama, lalu memaksa hasil imbang di laga kedua. Thailand juara tapi ada yang berbeda dengan permainan timnas kita. Mereka mulai berani. Permainan anak-anak garuda bisa lebih enjoy. Tak nampak kegugupan seperti yang sudah-sudah.
     
Shin Tae-yong mulai berbenah. Tak juara tak apa. Kita menikmati bagaimana tumbuhnya timnas kita. Semenjak final AFF 2021 itu Thailand dan Vietnam bukan lagi momok. Penonton boleh jujur akan itu. Rangking mereka mungkin di atas kita, tapi jika terjadi duel kita tidak lagi gentar.
     
Shin Tae-yong berhasil menaikkan kelas timnas Indonesia dari sisi permainan. Pemain kita tidak lagi bermental mukena. Gaya main timnas pelan-pelan tertata. Mental petarung kian terasa. Mengimbangi Thailand bukan lagi keberuntungan, meneror habis Vietnam bahkan jadi hal biasa.
       
Hingga timnas kita mentas di level Asia. Berjumpa raksasa-raksasa tanpa ketakutan. Dan mengundang decak kagum, bahkan dari musuh bebuyutan Malaysia.
     
Shin Tae-yong memang belum berhasil bawa satu saja piala juara ke lemari asosiasi. Tapi di tangannya kita melihat timnas kita jadi timnas yang perlente. Piala AFF terlihat bukan lagi sesuatu yang diambisikan. Kita jadi terbiasa melihat jadwal pertandingan level internasional timnas kita di piala Asia hingga kualifikasi piala dunia.
     
Shin Tae-yong memang belum berhasil mengantar timnas ke panggung prestasi. Namun dari dirinya mimpi kita melihat timnas Indonesia di piala dunia menjadi cicilan yang terlihat dekat untuk dilunasi.
       
Kini keputusan telah dibuat. Pengganti pun siap diumumkan. Masyarakat boleh heboh tapi nampaknya bubur yang kita lihat tidak akan bisa lagi menjadi nasi. Namun semoga ia tetap jadi bubur yang menghidupkan. Terutama mimpi menyicil lunas piala dunia itu sendiri.
     
Beberapa kali ia memang membuat keputusan aneh dalam strategi permainan timnas yang mengakibatkan hasil minor. Tapi beginilah sepakbola. Setiap pelatih punya perhitungan. Sayang tak semua perhitungan itu bisa berjalan mulus. Siapa pun pelatihnya, kesalahan dalam sepakbola itu adalah umpama korsleting dalam kelistrikan. Ia pasti akan datang, bila tidak sekarang ya nanti.
       
Shin Tae-yong kini sudah bukan lagi pelatih timnas. Kebersamaan 5 tahun sungguh sesuatu yang menggores banyak lukisan cinta di hati penikmat bola tanah air. Persetan dengan liga yang masih suka ambur-adul. Rasa bahagia melihat timnas selalu di atas itu semua.
     
Sedih, sedikit. Mau tak percaya, ya sudah terjadi. Mau menolak pun, kita bukan EXCO.
     
Entah akan berujung apa keputusan PSSI dalam pemberhentian Shin Tae-yong ini. Tapi semoga dengan pelatih baru kita bisa berprestasi dan sanggup lolos piala dunia, TENTU SAJA.
     
Saya menulis ini dengan banyak warna perasaan. Hari sudah sangat malam saat saya baru pulang kerja. Seharian tak lihat berita di media. Dan kabar ini jadi awan hitam yang cukup tak mengenakan.
     
Selamat jalan coach. Dari saya yang bukan siapa-siapa. Cuma penikmat bola kelas pos ronda. Tapi terlanjur gembira, lalu dibikin mati rasa di tengah jalan.
   
Semoga sukses di karir selanjutnya. Selalu ada harapan baik di jalanan kosong, maupun yang padat merayap yang kita hadapi di depan sana.
     
Jangan mau berhenti untuk menang dalam hal-hal yang baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun