Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ada Kata Terlambat, tapi Tak Boleh Pesimis

27 Juli 2020   12:09 Diperbarui: 27 Juli 2020   12:06 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Striker Leicester City, Jamie Vardy merayakan golnya. clubcall.com

Leicester City, tim papan bawah, yang baru dua musim naik kasta dengan status anak bawang dan bahkan di musim sebelumnya nyaris terdegradasi justru keluar sebagai juara. Sungguh menghebohkan. Dunia sejenak terdiam. 

Nama-nama besar tim papan atas Inggris tak sanggup menghalau laju Leicester. Begitu juga Vardy. Ia sukses mengemas 24 gol dengan hanya terpaut satu gol dari Harry Kane yang jadi topskorer kompetisi. Sebuah hasil yang lebih dari memuaskan untuk pemain dengan jam terbang seperti Vardy. Tak sampai di situ, ia juga dipanggil untuk bermain di tim nasional Inggris. Sesuatu yang juga barangkali terlewatkan dari seribu mimpinya.

Yang juga membuatnya sedikit bisa berbahagia adalah saat namanya terpilih menjadi pemain terbaik kompetisi. Itu sudah melengkapi raihan timnya musim itu. Sungguh itu cerita yang tak akan dilupakan oleh banyak penyaksi. Leicester City mencatatkan namanya untuk pertama kali dalam sejarah tim sebagai juara Liga Inggris.

Musim berikutnya segalanya mulai berjalan seperti sedia kala. Leicester kembali menjadi cerita biasa. Terseok-seok di papan tengah. Vardy tak setajam sebelumnya. Hal ini kemudian memunculkan anggapan one season wonder kepadanya alias pemain yang hanya bisa bersinar semusim. Jumlah golnya menurun jadi 13 saja.

Di musim-musim selanjutnya jumlah gol Vardy sebenarnya terbilang bagus. Konsisten di angka belasan. Raihan yang cukup baik. Namanya diperhitungkan di kompetisi liga Inggris. Namanya disejajarkan dengan pemain top lainnya. Tapi itu semua tak cukup untuk mengulang kisah manis Leicester City yang dibawanya juara.

Barulah saat musim 2019-2020 situasinya mulai membaik. Bukan saja bagi Leicester City tapi juga Vardy seorang. Ditinggal rekan-rekan setim yang sama-sama menjuarai kompetisi 2016 membuat tim amat goyah. Namun Vardy tetaplah Vardy. Nyala semangatnya tak pernah padam. Pergantian pelatih membuatnya kembali ke permainan terbaiknya.

Sampai kompetisi berakhir semalam Leicester City berhasil diantarnya sampai ke posisi lima. Bahkan mereka sempat cukup lama duduk di posisi kedua di bawa Liverpool dalam tabel papan klasemen. Sementara bagi dirinya sendiri, raihan pencetak gol terbanyak berhasil diamankan. Mengalahkan nama-nama besar seperti Mohammad Salah, Aubameyang, Kane, Aguero hingga Raheem Sterling.
 
Itu cukup melengkapi prestasinya selama ini. Jadi juara bersama Leicester, meraih penghargaan pemain terbaik kompetisi, masuk tim nasional Inggris, membukukan 100 gol di liga Inggris dengan catatan spesial yang mengalahkan capaian Wayne Rooney, Michael Owen, Didier Drogba dari segi jumlah penampilan.

Kisah liar Vardy sungguh luar biasa. Jika bukan karena tekad barangkali ia tak akan pernah mencapai titik ini. Baru memulai debut di pentas sepak bola teratas Inggris di usia 27 tahun, dengan tim yang baru promosi, ia bisa meraih segalanya.
 
Sungguh, sesuatu yang tak terkira. Dari kisah Vardy kita belajar banyak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun