Oleh : Alexander Oracle Leonheart
Kota : Yogyakarta
Pemerataan pendidikan adalah membuat atau membuka sebuah kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan secara adil."Pemerataan Pendidikan Sebagai Gerbang Awal Merdeka Belajar" adalah sebuah konsep yang harus dimiliki bangsa Indonesia untuk 'memproduksi' sumber daya manusia Indonesia yang unggul, berkualitas serta memiliki daya saing di kanca global; Ini adalah salah satu masalah nasional yang sangat penting untuk diselesaikan, dikarenakan masih banyak sekali penduduk yang belum mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya. Kita bisa bersepakat bahwa orang-orang yang kurang bahkan tidak berpendidikan tidak memiliki wawasan yang luas dibandingkan orang-orang yang berpendidikan.
Pemerataan Pendidikan Sebagai Gerbang Awal Merdeka Belajar adalah usaha pemerintah untuk memenuhi panggilan Pembukaan UUD 1945 dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa, secara sempitnya yang diterjemahkan dalam Undang-undang Pendidikan pasal 31 ayat 1 dimana setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Saya yakin pemerataan pendidikan yang dimaksud kurang lebih tentu sudah dijabarkan dalam bentuk program-program sejak dulu, salah satunya mungkin seperti "Indonesia Mengajar" bahkan saya kira program Indonesia Mengajar mungkin telah menjadi sebuah "gerakan" dan idealnya itu harus bisa diturunkan dalam bentuk sebuah gerakan. Mengapa harus dipecah menjadi satuan gerakan karena negara ini memiliki faktor pendukung atau kapabilitas yang bisa dipakai untuk mempercepat pemerataan pendidikan serta faktor penghambat terjadinya percepatan pendidikan. Faktor pendukung antara lain Indonesia memiliki surplus usia produktif yang cukup kreatif yang bisa dikerahkan dalam konteks memperluas keterlibatan semesta dalam mewujudkan keadilan pendidikan. Â Salah satu faktor penghambat adalah Indonesia memiliki ribuan pulau dan makin kesini distribusi penduduk Indonesia semakin menyebar ke pinggiran. Dahulu pulau-pulau terluar terpencil mungkin sulit ditemukan penduduk tetapi kini sudah banyak komunitas-komunitas lokal terbentuk di sana dan mereka juga wajib dilayani pemerintah dalam pemenuhan hak berpendidikan mereka. Belum lagi ditambah kemajemukan dan aneka-ragam budaya bahasa yang adalah faktor penghambat sekaligus faktor pendukung.
Pemerataan pendidikan yang telah berlangsung sejak lama bisa dibilang masih belum merata dan banyak sekali faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Hal ini telah terjadi sebelum kita mengalami pandemi COVID-19. Pembelajaran secara online selama 3 tahun saat pandemi COVID-19 adalah tambahan parameter tentang apakah pendidikan sudah bisa diakses secara merata oleh seluruh penduduk? Banyak sekolah tidak memiliki dana yang cukup atau fasilitas yang memadai untuk melakukan pembelajaran secara daring sehingga peserta didik bisa belajar dengan baik. Kalau sekolah sudah siap pun belum tentu murid siap! Bahkan murid-murid di sekolah kota besar saja masih sangat tertatih-tatih saat mengakses pendidikan daring karena isu jaringan internet. Saya sebagai pelajar mendapat jatah data internet tetapi sayang sekali paket tersebut kurang bermanfaat alias sia-sia.
Pemerataan pendidikan berhubungan lurus dengan dana dan dana berhubungan lurus lagi dengan tranparansi. Apalah artinya pemerintah punya kemampuan mengalokasikan dana pendidikan yang besar bila tidak diikuti dengan kemampuan mengelola dana secara good government. Bila dikaitkan dengan zaman yang begitu terbuka dimana sebagian besar ilmu dan pengetahuan bisa diakses secara gratis lewat mbah google maka apakah masih tetap berinvestasi untuk pendidikan yang bersifat generik? Jadi pemerataan pendidikan selain soal pemerataan keterlibatan masyarakat, pemerataan dana juga soal pemerataan teknologi!
     Sebelum seluruh dunia mengalami pandemi, kualitas pendidikan Indonesia masih tergolong sangat kurang untuk ukuran dunia dan pemerataan pendidikan pun juga belum menghasilkan efek yang sangat signifikan dalam pembentukan sumber daya manusia pencipta. Hal ini berkaitan dengan sistem pendidikan yang diajarkan, dimana sistem pendidikan kita masih belum bisa lepas dari urusan hapal-menghapal dan rata-rata bersifat manual semua sehingga saat dunia terserang pandemi Indonesia pun semakin tertinggal pendidikannya. Dari 40-50% kurikulum yang dipotong saat belajar daring mungkin hanya 40% yang terserap oleh kami sebagai pelajar generasi covid sehingga dimana nanti ada satu generasi bangsa ini yang mungkin tidak sehandal generasi sebelumnya. Hal ini mungkin perlu dijadikan catatan apakah perlu memberikan 'suplemen' pendidikan.
     Indonesia adalah negara berkembang yang terus membangun dan sebelum pandemi berjalan banyak sekali infrastruktur atau bangunan yang terus dibangun. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat fokus soal pemerataan pendidikan! Tidak bisa kita pungkiri bahwa masih banyak sekali daerah-daerah yang belum mendapatkan bantuan dari pemerintah secara maksimal mengingat keterbatasan dana. Hal ini akan mengancam kesenjangan pendidikan yang akan terus meningkat dalam jumlah. Fokus sebelum pandemi adalah pembangunan infrastruktur kasar maka fokus pasca pandemi yang kini telah menjadi endemi adalah pembangunan infrastruktur halus, yaitu pendidikan yang berteknologi itu sendiri. Pemerataan pendidikan bila tidak dilaksanakan secara tegas dan kritis dalam menganalisa data tidak akan ada efek yang signifikan sehingga tujuan pemerataan pendidikan yang disasar tidak bisa tercapai dengan optimal. Perlu sekali pemerintah menganalisis secara lebih detail dan kritis dengan memperluas jangkauan keterlibatan: bagaimanapun pendidikan adalah tanggung jawab bersama seperti sekolah sebagai penyelenggara pendidikan tidak bisa berjalan lancar bila tidak ada peran orang tua demikian juga negara sebagai pemangku UU dan penjamin UUD 1945 alinea 4 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan timpang bila warga negara tidak peduli.
     Pemerataan pendidikan telah menjadi permasalahan nasional yang terus berlangsung sampai sekarang walaupun berbagai usaha telah dikerahkan. Beberapa usaha yang dilakukan adalah yang pertama berupa zonasi. Zonasi adalah sebuah model pemerataan pendidikan dengan tujuan ganda, yaitu untuk memperkuat suatu daerah dengan hadirnya dinamika peserta didik sehingga murid yang pintar tidak terpusat di sebuah sekolah saja. Zonasi ini tentunya bersifat lebih adil dan transparan dalam proses kerjanya sehingga program zonasi sangatlah efektif untuk membantu meratanya pendidikan dari segi penguatan daerah lewat penyebaran SDM.
     Kedua, melihat banyak sekali masyarakat yang segi ekonominya sangat kurang khususnya yang tinggal di daerah 4T (Tertinggal Terpinggir Termiskin Terluar) pemerintah menyediakan bantuan melalui Program Indonesia Pintar (PIP) dengan memberikan bantuan uang tunai melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP). Lalu yang menjadi permasalahan untuk program ini adalah pembagian Kartu Indonesia Pintar masih kurang merata sehingga pencairan dana PIP tidak secara utuh. Banyak sekali orang tua yang kurang baik dalam mengelola dana tersebut dikarenakan kurangnya informasi untuk menggunakan KIP tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah bersifat kurang terbuka dan transparan dikarenakan banyak sekali orang tua yang masih bingung dalam menggunakan dana tersebut. Hal ini menunjukkan juga bahwa pemerintah kurang dalam melibatkan masyarakat. Solusi yang bisa saya berikan adalah orang ketiga memang diperlukan untuk membantu tetapi pemerintah harus menyediakan infrastruktur teknologi dari awal seleksi sampai pemakaian KIP dalam bentuk laporan digital yang didalamnya ada pihak pemerintah sebagai verifikator, masyarakat sebagai mitra dan peserta didik sebagai pemakai. KIP menjadi sangat keren apabila dibuat dalam bentuk aplikasi yang bisa diakses publik untuk melihat kinerja maupun prosesnya, jadi bentuknya seperti sebuah medsos KIP getu loh. Tuduhan tidak transparan dan mengeksploitasi ketidaktahuan masyarakat menjadi sulit terjadi.