Mohon tunggu...
Id.Djoen
Id.Djoen Mohon Tunggu... Wiraswasta - ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”

Anak Bangsa Yang Ikut Peduli Pada Ibu Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mindset Pemuda Bertani

10 April 2023   21:27 Diperbarui: 10 April 2023   21:40 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lahan Sawah Di desaku/Dok Pribadi

Berbicara tentang desa hal yang menarik bagi saya untuk menuliskan sebuah artikel di kompasiana ini. Dikarenakan memangnya sejak lahir saya hidup dilingkungan pedesaan dari mulai jalan masih berupa tanah berdebu kala musim kemarau dan becek berlumpur kala musim penghujan. 

Bertahap berubah menjadi jalan makadam (batu kerikil) hingga saat ini menjadi jalan aspal. Akan tetapi perubahan insfrastruktur tersebut tidak merubah perilaku, pelaku dan sistem mata pencaharian sebagain besatr warga desa bahakan sebagian besar rakyat Indonesia dikarenakan geografis Indonesia yang tropis yaitu "Petani".

Banyaknya pulau di Indonesia yang terbagi dalam 34 provinsi, dataran rendah banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian, dataran sedang untuk perkebunan dan dataran tinggi untuk perhutanan. Petani-petani di Indonesia dari tahun ketahun tidak ada kemajuan sama sekali baik segi peningkatan ekonomi maupun hasil pertanian yang didapat.

Seperti yang saya ketahui berdasar data BPS Jika dikonversikan menjadi beras, maka produksi beras pada 2022 diperkirakan sebesar 32,07 juta ton. Luas panen padi pada 2022 diperkirakan sebesar 10,61 juta hektare, mengalami peningkatan sebanyak 194,71 ribu hektare atau 1,87 persen dibandingkan luas panen padi di 2021 yang sebesar 10,41 juta hektare.

Meskipun demikian untuk mengantisipasi kekurangan bahan pangan terutama beras, pemerintah masih melakukan import, ini membuktikan bahwa kuota stok bahan pertanian belum mencukupi dan dapat dikatakan belum swasembada pangan.

Pemerintah era sekarang berusaha maksimal agar mencapai swasembada pangan melalui kebijakan subsidi pupuk hingga mencanangkan program Food Estate, namun kedua kebijakan tersebut belum mampu menuju swasembada pangan. Tentu ada penyebab kurang berhasilnya upaya menuju swasembada pangan tersebut dan menurut saya ada beberapa hal yang perlu dikaji untuk dijadikan perbaikan.

Skill

Kemampuan bertani di Indonesia dari tahun ketahun tidak ada perkembangan, meskipun ratusan hingga ribuan penyuluh pertanian diterjunkan skill para petani begitu saja monoton kurang kreativitas dalam mengelola dan mengolah lahan pertaniannya. 

Skill yang bagus akan menunjang dan meningkatkan hasil pertanian, ini dapat kita lihat para petani dinegara maju dengan kreatifitas mereka maka hasil yang mereka panen juga menguntungkan. 

Skill petani Indonesia juga dipengaruhi oleh budaya petani tersebut, bagi mereka hasil panen cukup untuk makan sehari-hari sudah bersyukur tidak ada atau belum ada keinginan bagaimana hasil pertanian mereka meningkatkan tingkat status ekonominya.

Technologi

Teknologi dari sisi peralatan pertanian mungkin saat ini lebih bagus dibandingkan dengan 35 tahun yang lalu. Pada saat itu untuk untuk membajak sawah masih menggunakan alat bajak bertenaga kerbau, saat menanam padi juga masih dilakukan secara manual, pemupukan juga masih alat sederhana bahkan kadang ditabur pakai tangan, saat memanen juga menggunakan ani-ani dan merontohkan padi hasil panen dengan cara menggebuknya.

Mesin bajak sudah ada, mesin pemanen hingga perontok juga sudah ada diera sekarang, meskipun berdampak pada berkurangnya buruh tani untuk andil menikmati hasil pertanian. Seperti saya katakan ini terbatas pada peralatan pertanian, belum ada teknologi bagaimana agar hama tikus dan burung tidak merusak tanaman, belum ada teknologi bagaimana menentukan desain pertanian yang menjanjikan dan lain-lain. 

Seperti yang saya ketahui dari sejak kecil cara mencegah hama tikus dilakukan grebek tikus dengan cara menangkap tikus dari sarangnya dan mengusir burung-burung pemakan padi secara manual, tidak ada perubahan dan kemajuan teknologi.

Mindset Bertani

Dari ketiga permasalahan pertanian Indonesia belum berhasil swasembada "mindset Bertani" bagi kalangan anak muda agar regenerasi pertanian berjalan dan generasi petani muda yang lebih punya skill, inovasi dan mengembangkan teknologi. Seperti yang kita ketahui sekitar 40 Juta Penduduk Indonesia Bekerja di Sektor Pertanian pada Februari 2022. 

Namun dari jumlah 40 juta penduduk tersebut hanya sedikit prosentase kalangan muda untuk bertani. Kalaupun ada usia muda bertani kebanyakan mereka yang berpendidikan rendah atau bahkan tidak berpendidikan sama sekali. Karena tidak punya ijasah untuk melamar kerja di peusahaan endingnya mereka kesawah.

Hal ini membuktikan skill dalam hal pertanian masih minim sehingga petani-petani di Indonesia belum berbekal ilmu pertanian yang mumpuni.

Akan tetapi di Indonesia saat ini banyak Universitas-universitas swasta maupun negeri yang membuka Fakultas Pertanian contohnya Institute Pertanian Bogor (IPB), UNIBRAW, UNDIP dan lain-lain, pertanyaannya kemana mereka setelah lulus dengan gelar sarjana pertaniannya ?

Bukan rahasia umum mereka lebih suka duduk diatas meja dibanding mengamalkan ilmu yang mereka peroleh dibangku kuliah untuk terjun kesawah. Pengangkatan ASN, pegawai BUMN, PTPN dan lain-lain incaran mereka, keengganan untuk terjun langsung sebagai petani bergelar dan mempunyai skill takut karena kurangnya pendapatan sebagai petani. 

Padahal tidak demikian kalau kita mau bercemin dan belajar dari petani modern di Jepang, China, USA dan negara lainnya. Mereka bisa menjadi konglomerat dengan bertani sementara imets petani di Indonesia masih terkesan lusuh, berlumpur dan miskin.

Mengubah mindset para sarjana lulusan pertanian untuk bertani inilah PR bangsa ini kalau maju pertanian di Indonesia maju dan sejahtera.

Swasembada pangan akan terwujud jika Mindset Bertani kalangan instelek muda muncul. Mungkin juga pemerintah era sekarang belajar dari sisi positip pemerintah era Soeharto yang mampu swasembada pangan. Ada dua hal yang mungkin layak ditiru dalam mewujudkan swasembada ala Soeharto.

Yang Pertama Transmigrasi

Seperti yang kita ketahui program tersebut kebanyakan dilakukan di warga negara yang tinggal di Jawa dikarenakan beberapa hal, kepadatan penduduk terutama kota, mereka berprofesi buruh tani dan skill mereka bertani. Seperti yang kita ketahui ada dua jenis petani di Indonesia yaitu petani yang memiliki lahan dan buruh tani yang tidak mempunyai lahan. Buruh tani inilah yang jadi sasaran program transmigrasi untuk dikirim keluar Jawa disediakan rumah dan lahan untuk dikelola oleh mereka.

Yang Kedua Program Pendekatan Petani

Ada salah satu program yang saya ingat waktu saya masih kecil era pemerintahan Soeharto yaitu Kelompencapir yang merupakan singkatan dari Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa, adalah kegiatan pertemuan untuk petani dan nelayan di Indonesia. Kegiatan ini dilakukan rutin dan dilakukan berpindah-pindah tempat. Program pendekatan semacam ini saya nilai lebih signifikan menjaring aspirasi para petani dibanding blusukan yang dilakukan pemerintahan era sekarang.

Sebagai orang desa saya kira itu saja beberapa hal yang patut kita kaji dan dikeluarkan solusinya agar petani Indonesia makin modern, sejahtera dan wujudkan swasembada pangan dinegeri agraris gemah ripah loh jinawi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun